part 41

9.5K 460 126
                                    

Keesokan harinya di kediaman Kertajaya.

Hari ini adalah hari yang benar-benar tidak biasa untuk Bila. Menginap di rumah orang asing yang memberikan layanan layaknya hotel bintang lima. Mulai bangun tidur ia sudah mendapatkan layanan dari asisten rumah tangga yang jumlahnya tidak sedikit. Semua menawarkan jasa sesuai dengan tugasnya masing-masing terkecuali Uci yang baru saja selesai memandikan Maryam. Uci yang semalam begitu akrab dengannya sekarang ia bahkan tak berani menatap ke arahnya, seperti ada yang disembunyikan di balik gelagat anehnya. Ia jadi teringat guyonan Reno semalam tentang satpam yang katanya tertarik pada Uci. Mungkin saja ia merasa malu karena itu.

Sebenarnya sebelum adzan subuh berkumandang Bila berniat pulang, ia bahkan sudah menulis surat pamit untuk bu Marini. Namun niatnya gagal karena bu Marini benar-benar siaga 24 jam. Ia sudah dalam keadaan luar biasa sadar saat Bila memasukkan surat dari bawah pintu kamar bu Marini. Bila sedang berusaha menghubungi Raka untuk menjemputnya saat bu Marini membuka pintu kamarnya dan mencegah Bila pergi saat dirinya tengah berjalan mengendap-ngendap.

Sekarang yang bisa Bila lakukan hanya berkeliaran di sekitar ruang makan. Meminta tugas untuk ia lakukan tapi semua orang tidak memberinya pekerjaan, hingga tiba waktunya sarapan pagi Bila menjadi orang pertama yang duduk di kursi makan.

"Kasihan sudah lapar. Bila sudah nunggu lama ya?" Bu Marini masuk ruang makan diikuti Maureen yang menuntun Maryam.

Bila terperanjat, dengan wajah merona dia tersenyum ke arah bu Marini. Tidak ada alasan yang terlontar. Bu Marini mungkin juga sudah tahu alasannya berada di sana adalah untuk menangkal rasa malunya yang belum hilang karena surat itu. Bila berdiri tapi bu Marini perlahan menekan bahu Bila agar kembali duduk.

Dari kejauhan terdengar suara pak Mario menyuruh sopirnya segera menyiapkan mobil. Pak Mario menuju ruang makan dengan ponsel yang masih menempel di telinganya.

"Mi, kali ini ayah gak ikut sarapan, itu anak orang kembaliin sama keluarganya. Semalam kita udah deal ya!" ancam pak Mario yang diangguki bu Marini. "Bila, om berangkat dulu. Lapor sama om kalau sudah sampai rumah."

"Iya Om." Bila tersenyum dan akhirnya bisa bernapas lega karena tidak harus melarikan diri dari masalah yang mungkin saat ini membuat orang-orang di rumahnya pusing.

Maureen segera menyalami ayahnya diiringi jawaban salam melepas ayahnya pergi, bu Marini beranjak menghampiri suaminya dan mengantarnya hingga teras rumah. Ia baru masuk setelah mobil suaminya menjauh dan hilang dari pandangannya.

"Yuk sarapan!" ajak bu Marini saat ia kembali.

Maryam yang sedikit bingung dengan kehadiran Bila di rumahnyapun melontarkan banyak pertanyaan, dari pertanyaan biasa hingga pertanyaan yang menggelitik.

-Abit mana?

-Kok Abit gak diajak?

-Kakak abit sekarang udah jadi tante Maryam ya? Hore!

-Om Renonya mana? Kenapa gak sama-sama? Kan sudah menikah.

Pertanyaan itu dijawab Bila satu per satu dengan sabar. Maureen membantunya menjelaskan kalau om dan kak Bilanya itu belum menikah. Maryam semakin kritis dalam menyikapi kondisi di sekelilingnya, hal yang harus diperhatikan orang dewasa di sekitarnya untuk lebih intens membimbingnya agar setiap informasi yang ia peroleh bisa difahaminya dengan baik dan sepertinya Maryam masih belum puas dengan jawaban itu, bibirnya meluncurkan satu kalimat polos yang berhasil menampar Bila dengan begitu dahsyatnya.

"Kan kalau belum menikah belum boleh nginep di sini."

Seketika Bila teringat kegelisahannya karena belum bisa menghubungi pamannya untuk meminta izin secara langsung meski mengingatnya sekarang tidak bisa mengubah hal yang sudah terjadi. Tanpa menyangsikan keterangan bu Marini yang katanya sudah memperoleh izin dari pamanya hatinya tetap merasa tidak tenang.

TasabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang