lima belas

1.9K 191 39
                                    

Masihkah ada yang baca? huhuhu 

btw Selamat Bermalam minggu~~~~

Happy reading

------------<<>>-----------

Alice merasa hari ini adalah hari paling melelahkan. Selain dia harus hujan-hujanan, dirinya juga harus berlari disepanjang jalan menuju rumahnya dari restoran Travis. Namun syukurlah kehadiran Alan barusan dapat membuat rasa takutnya hilang sedikit demi sedikit. Apa mungkin karena tubuh Alan yang besar jadi dirinya merasa aman? Pikir Alice. Alice menggeleng-gelengkan kepala karena merasa sudah berpikiran terlalu melantur.

Setelah mereka memasuki rumah dan Alice sudah memastikan Alan untuk mengunci pintu rapat-rapat. Walaupun ada Alan saat ini dirinya masih agak takut dengan kejadian tadi. Baru kali ini, dalam 22 tahun hidupnya dirinya merasa diikuti dan diawasi. Alice pun menuju dapur untuk membuat coklat hangat untuk menenangkan hatinya yang masih tidak keruan.

Saat Alice tengah mengaduk coklat hangatnya tiba-tiba Alan melongokkan kepalanya disamping kearah Alice. Alice pun dengan reflex dan memalingkan wajahnya yang mana gerakan itu menyebabkan wajah keduanya berjarak sangat dekat. "Astaga. Alan, bisakah kau memberikan tanda apabila kau sedang berada disekitarku? Mengejutkan saja." Ujar Alice sambil mengurut-urut dadanya.

"Maaf, sudah kebiasaan." Jawab Alan sambil nyengir.

"Kebiasaanmu itu bisa membuat orang jantungan, kau tahu?"

"Maaf. Maaf. Aku akan usahakan untuk tidak akan mengulanginya lagi. " Kemudian Alan mengamati Alice. "Baju apa yang sedang kau gunakan ini? Apakah ini model jaman sekarang dimana ukurannya jauh lebih besar dari badanmu?."

"Oh ini baju Travis. Tadi aku kehujanan terus baju ku basah semua." Saat Alan mengungkit tentang Travis ingatlah Alice dengan kejadian beberapa saat yang lalu dimana seoarang wanita cantik mendatangi Travis. Tanpa Alice sadari muncullah guratan kesedihan di wajahnya.

"Apa???!!!" Alan terlihat marah. Benar-benar marah. Tangannya sudah memutih karena kepalannya yang begitu kuat. Kenapa dirinya baru menyadari ini sekarang. Ini semua gara-gara serangga penganggu tadi, batin Alan.

"Kenapa kau harus memakai baju si brengsek itu Alice?" Perlahan mata Alan mengalami perubahan. Mata yang awalnya berwarna hijau tersebut perlahan-lahan berubah menjadi warna emas.

"Aku tadi kehujanan. Dan tidak mungkin kan aku memakai baju basah saat aku sedang bekerja. Aku bisa---hacih—flu."

"Tapi kan kau bisa memakai baju teman perempuanmu. Atau pulang. Atau hubungi aku."

"Teman perempuanku juga tidak memiliki baju -–hacih--. Aku tidak mungkin pulang karena rumahku jauh. Aku juga tidak mempunyai ponsel. Lagipula kamu bukan siapa-siapa --hacih-- aku tidak mungkin menghubungimu untuk hal sepele seperti ini ---haacih--." Alan yang melihat Alice bersin-bersin dan hidungnya memerah merasa tidak sanggup lagi untuk marah padanya. Meskipun dia sangat marah tapi dirinya tidak tega melihat Alice sakit seperti ini.

"Kurasa kau sudah terkena flu." Alan pun meletakkan tangannya didahi Alice dan merasakan suhu tubuhnya. Dan benar saja, dahi Alice sangat panas. Walaupun badan Alan lebih hangat dari manusia kebanyakan namun dirinya dapat membedakan suhu normal manusia.

"Badanmu panas sekali."

"Ah benarkah?" Alice pun meletakkan tangannya didahinya sendiri dan merasakan suhu tubuhnya. Dan ternyata memang benar kata Alan. Tubuhnya panas membara. "Ah kau benar." Ujarnya sambil mendongakkan kepalanya untuk menatap Alan. Dia memperhatikan mata Alan dengan seksama.

STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang