sepuluh

3.7K 306 12
                                    

Selamat menikmati :)

----<>----

Saat Alice telah membuka pintu rumahnya, tanpa di persilakan masuk oleh si empunya rumah, Tuan Alan Yang Terhormat langsung berjalan masuk kedalam rumah Alice dan langsung mendudukkan tubuh kekarnya di sopa kecil milik Alice.

Alice yang melihat tubuh kekar Alan duduk dengan santainya diruangan serbaguna miliknya hanya bisa mengernyitkan dahinya. Pasalnya tubuh kekar Alan seperti raksasa tampan yang sedang menginvasi ruangan serbagunanya yang kecil.

Alan duduk dengan santainya seperti dia tidak terganggu dengan ruangannya yang kecil. Dan Alan pun tidak merasa risih ataupun bingung dengan keadaan disekitarnya. Padahal menurut Alice rumahnya pasti tempta yang dihindari oleh Alan. Tapi Alan terlihat biasa saja. Malah tidak menunjukkan raut bingungnya. Seperti dia telah sering berada di rumahnya.

Namun, pikiran itu segera ditepis oleh Alice. Itu hal yang sangat tidak mungkin pikirnya. Mustahil malah. Mungkin hanya perasaan Alice saja yang terlampau lelah hingga berimajinasi yang tidak-tidak.

Alan yang telah duduk nyaman di sopa Alice tidak membuang-buang waktunya menikmati pemandangan sosok didepannya yang telah dia rindukan selama tiga hari ini. Dia menatap Alice dengan tajam. Tetapi sosok yang ditatapnya sepertinya sedang berpikir keras karena alis gadis itu terlihat berkerut tanda si pemilik sedang berpikir keras. Sang pemilik rumah tidak bergerak maupun berpindah tempat dari tempatnya berpijak yaitu didepan pintu rumahnya.

“Ehem.” Alan berusaha menarik Alice kembali ke bumi. Dan sepertinya itu berhasil karena Alice langsung masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintu rumahnya.

“Apa anda haus tuan?”

“Ck ck ck. Alice, harus berapa kali aku peringatkan kamu untuk tidak memanggilku dengan sebutan tuan. Just Alan. Okay?.”

“Tapi saya sepertinya tidak akan terbiasa tuan, eh Alan.”

“Kamu harus biasakan itu Alice, atau aku akan memberimu peringatan. Dan ini bukan hanya sekedar peringatan Alice. Mungkin itu akan menjadi peringatan yang tidak akan kau lupakan.” Mata Alan berkilat tajam namun senang disaat yang bersamaan. Ada makna tersirat dari ucapannya tersebut dan Alan memang berniat melakukan apa yang diucapkannya terhadap Alice apabila gadis itu kembali memanggilnya dengan embel-embel tuan.

Tapi, Alice yang memang terlanjur polos salah mengartikan makna tersirat Alan. Dia mengira peringatan yang diberikan Alan berupa pemecatan dirinya pada café yang menjadi tempatnya bekerja saat ini. Dan Alice bergidik ngeri karena dia takut di pecat.

Apabila dia dipecat di café itu penghasilannya hanya cukup untuk makan dan bertahan hidup saja, uang penghasilannya tidak akan cukup ditabung untuk meraih mimpinya. Membuat toko bunga kecil yang merupakan impian Alice sejak dia berada di panti asuhan.

“Baik Alan, baik. Aku tidak akan mengulanginya. Tolong jangan beri aku peringatan yang kau maksud.” Mohon Alice dengan puppy eyes-nya yang tanpa disadarinya terlihat sangat imut di mata Alan. Bagai anak anjing yang mengaing minta dipeluk. Dan tentu saja raut wajah Alice yang seperti itu membuat Alan kewalahan mengontrol gairahnya. Dia bahkan berpikir untuk membawa Alice kedalam pelukannya saat itu juga dan mencumbu gadisnya dengan keras dan imajinasi-imanjinasi liarnya yang lain. Detik itu juga. Syukurlah akal sehatnya tetap bekerja dengan memperingatkan Alan untuk bersabar karena apabila dia melakuk apa yang sedang otaknya pikirkan saat ini tentu akan membuat sang gadis ketakutan. Dan Alan sangat benci apabila sang gadis takut kepada dirinya. Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan bagian tubuhnya yang berubah menjadi keras.

“Bagus. Sekarang apa kau tidak segera membawakan tamumu ini minum Alice?”

“Ah maaf Alan, baiklah aku akan segera membuatkan mu minum. Apa yang kau inginkan Alan?”

STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang