Yasmin menuruni tangga, berjalan menuju dapur. Mengambil segelas jus jambu dari dalam kulkas, membawanya ke meja makan lalu meneguknya. Ia memandang lurus ke depan kearah kolam renang dengan tatapan kosong.
Yasmin kembali menoleh ketika wanita paruh baya memasuki dapur dan membantu wanita lain yang lebih tua untuk memasak. Ia meletakkan gelas yang menyisakan setengah jus lalu mendekatinya.
"Bunda."
"Ya sayang."
"Apa semua yang aku denger itu bener?"
"Maksud kamu apa?" tanya bunda Yasmin masih fokus memotong wortel.
"Obrolan Ayah sama Bunda di ruang kerja Ayah semalem." sang Bunda terpaku sesaat. Meletakkan pisaunya, menoleh kearah Yasmin.
"Apa aja yang kamu dengar?"
"Semuanya."
"Semuanya? Jadi-" Melihat keterkejutan ibunya, mata Yasmin memanas karena itu artinya apa yang ia dengar itu benar.
"Selama ini aku lebih dekat sama Bunda daripada Ayah. Dan Bunda tau aku gimana kan? Tapi kenapa Bunda setuju sama keputusan Ayah?"
"Kalau kamu dengar semua, kamu pasti tau Bunda sempat menolak kemauan Ayah."
"Tapi akhirnya Bunda setuju kan?"
"Kamu tau sendiri Ayah gimana?" Yasmin menepis pelan tangan ibunya dari lengannya.
"Bunda. Apapun yang aku alami, aku selalu cerita sama Bunda. Soal kuliah aku, soal teman-teman aku, bahkan soal Reno- pacar aku. Bunda tau banget aku gimana. Jadi aku harap, Bunda bisa bujuk Ayah buat merubah keputusannya." Yasmin menyeka bulir di pipi kemudian berlari menaiki anak tangga.
"Yasmin. Sayang." Yasmin mengabaikan panggilan ibunya, terus berlalu masuk kamar.
Gadis itu duduk di tepi ranjang, menangis sambil memeluk salah satu bonekanya. Tak mengerti dengan jalan pikiran ayahnya yang masih kuno, padahal jaman sudah modern.
Yasmin menoleh melihat ponselnya berbunyi. Nama Reno muncul di layar, mengharuskan Yasmin segera menyeka air matanya.
"Halo Ren."
"Kamu lagi apa, tumben nggak ada kabar?"
"Aku- aku lagi-"
"Yas, kamu nangis? Kenapa, ada masalah?" Yasmin memejamkan matanya sesaat, meluruhkan sisa air mata yang masih menggenang. Ingin rasanya menceritakan masalahnya pada Reno, tapi Yasmin belum siap.
"Eh aku- aku nggak papa kok Ren. Cuma lagi nonton drama korea aja. Ceritanya sedih makanya baper."
"Sejak kapan kamu suka drakor?" Yasmin menggigit bibir bawahnya, menghela nafas berat.
"Tadi ada teman aku cerita tentang drakor, aku penasaran makanya nonton. Oh ya tumben jam segini kamu telfon, nggak sibuk?"
"Masih ada kerjaan sih dikit. Tapi aku pengen ketemuan sama kamu. Kangen." Yasmin kembali memejamkan matanya sesaat. Tidak mungkin dia bertemu Reno dengan mood buruk dan mata bengkak seperti ini.
"Maaf Ren. Kalau hari ini aku nggak bisa. Soalnya-" Ucapan Yasmin terhenti saat dia tidak sengaja melihat foto dirinya bersama Lintang di atas meja.
"Eh nanti aku telfon lagi ya Ren. Bunda manggil aku." Yasmin mematikan telfonnya dan mengambil foto itu.
"Lintang." Yasmin teringat kejadian tadi siang dimana dia membentak Lintang. Bahkan membuat kening 'adiknya' itu memar.
"Aku harus minta maaf." Yasmin kembali meletakkan foto mereka, mengambil ponsel. Benda tipis itu ditempelkan ke telinga tapi Yasmin kembali menarik tangannya, langsung memutuskan panggilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINTANG & LANGIT
RomanceLintang Narova Emeraldi, anak baru di kampus yang belum genap 17 tahun Lintang cerdas pernah lompat kelas, sangat pemikir, berani, konsisten dan berprinsip kuat Karena sifat-sifatnya itu, dia tidak mau mengikuti ospek dan harus berhadapan dengan san...