Langit melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tujuannya hanya satu - ingin cepat sampai di rumah. Perasaannya sudah berkecamuk sejak dari kantor. Lebih tepatnya sejak setengah jam yang lalu.
Di kantor sekitar jam setengah 10 pagi, Langit masih mengecek bahan-bahan yang diperlukan untuk dibawa ke Surabaya setengah jam lagi. Teringat belum mengabari Lintang kalau dia akan berangkat, ia segera meraih ponsel.
Berulang kali Langit menelfon tapi tidak ada jawaban. Entah kenapa ia mulai khawatir, perasaannya mendadak tak enak. Langit sudah hafal dengan kebiasaan Lintang setiap kali dia akan keluar kota. Jangankan menunggu kabar darinya, Lintang selalu lebih dulu rajin menanyakan kabarnya atau sekedar mengirim pesan agar dia berhati-hati, jangan lupa makan, jangan lupa sholat dan lain sebagainya. Tapi kali ini ponselnya sepi. Pesan terakhir Lintang tadi jam setengah 8 pagi saat menanyakan apakah dia sudah sampai kantor apa belum?
Langit terus mengotak-atik ponsel, membuka aplikasi yang ia hubungkan dengan CCTV rumah.
"Astaga Lintang!"
Langit melebarkan mata melihat Lintang melangkah mundur sambil memegangi perutnya. Lintang terlihat sedang menghindari seorang wanita yang berjalan ke arahnya, sampai tubuhnya membentur dinding.
Langit tidak bisa melihat wajah perempuan itu karena posisinya membelakangi kamera. Detik itu juga Langit bergegas keluar ruangan, meminta asistennya untuk membatalkan meeting.
"Sabar Sayang. Aku akan segera datang."
Mobil merah sudah terparkir di depan rumah. Langit bergegas keluar, berlari menaiki beberapa undagan menuju pintu utama. Rumah besar itu tampak sepi seperti tak berpenghuni.
"Lintang... Sayang? Kamu dimana?"
Langit terus memanggil istrinya tapi tidak ada jawaban. Ia berhenti di dekat sofa ruang TV yang kondisinya sudah berantakan. Ada tas wanita di atas meja dan pecahan vas bunga berantakan di lantai.
Langit semakin kalut. Ia mengecek semua ruangan di lantai satu rumahnya. Hasilnya nihil. Langkahnya terhenti di depan pintu kamar mandi di belakang tangga. Terdengar gemericik air dari dalam sana.
"Sayang, apa kamu ada di dalam?" Langit menggedor pintu kamar mandi keras, sesekali menggerakan gagang pintu yang terkunci.
Gina menghentikan langkah, suara air dari shower membuatnya tak bisa mendengar suara orang dari luar. Tapi gedoran pintu yang keras membuatnya tersadar ada orang lain di rumah ini.
Dari luar Langit terus berteriak sambil menggedor pintu, membuat Lintang cukup mendengar suara suaminya walaupun samar. Dalam kesakitannya, Lintang sedikit tersenyum mengusap perutnya.
"Papa kamu datang Sayang. Kita akan selamat." Gina menoleh cepat mendengar ucapan Lintang.
"Jangan mimpi kamu bisa selamat dari sini!" Gina kembali mendekati Lintang, tidak memperdulikan suara ketukan pintu yang semakin keras.
"Kak Langit, aku disini kak. Tolong aku." Lintang berteriak sekuat mungkin dengan sisa tenaga yang ia punya.
"DIAM!" bentak Gina seiring dengan tamparan keras melayang ke pipi kiri Lintang.
Langit tidak mendengar apa-apa selain suara air. Ia terus menggedor pintu karena yakin Lintang ada di dalam. Berkali-kali usahanya sia-sia, akhirnya Langit mendobrak pintu kamar mandi beberapa kali sampai akhirnya terbuka.
Mata Langit melebar melihat pemandangan di depannya, begitu pun Gina.
"Lintang? Gina?"
Dalam tangisnya, Lintang tersenyum melihat Langit datang. Ia tak mampu bersuara, tapi dari gerak bibirnya, Langit tau istrinya sedang kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINTANG & LANGIT
RomanceLintang Narova Emeraldi, anak baru di kampus yang belum genap 17 tahun Lintang cerdas pernah lompat kelas, sangat pemikir, berani, konsisten dan berprinsip kuat Karena sifat-sifatnya itu, dia tidak mau mengikuti ospek dan harus berhadapan dengan san...