2L - PART 26

2.8K 182 27
                                    

Sekitar jam 7 malam Langit keluar kamar, berjalan menuju teras samping rumah dengan membawa kotak berukuran sedang.

Setelah duduk, ia buka kotak itu dan mengambil isinya. Sejenak Langit pandangi dua benda berwarna putih di tangannya.

"Ternyata benar kamu ngasih ini karena mau ninggalin aku." gumamnya, menatap iPod dan headphone pemberian Lintang.

Langit melihat kursi kosong di sebelahnya, kursi yang sering diduduki Lintang saat bersantai. Pandangannya beralih kearah taman, bayangan dirinya sedang dituntun Lintang untuk latihan jalan kembali melintas.

"Gimana aku bisa lupa sama kamu kalau semua bagian di rumah ini selalu ngingetin tentang kamu, Lintang?" Langit mulai kesal, meletakkan kembali kedua benda itu dengan kasar.

Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Tangannya meraih gitar yang ada di meja. Ia mencoba memetiknya secara perlahan, mencoba meluapkan kekesalannya dengan bermain gitar. Bukan petikan merdu yang dihasilkan, tetapi nada tak beraturan yang keluar dari gitarnya.

Berawal dari nada pelan, semakin lama petikan itu makin cepat dan terkesan kasar seakan menggambarkan perasaan Langit yang sedang kacau. Ia pun kembali kesal dan ingin membanting gitar di tangannya.

Beruntung ada seseorang yang menahan gitar yang sudah Langit angkat sampai atas bahunya. Langit menoleh pada orang yang masih berdiri dibelakangnya.

"Apa salah gitar ini?" Miko mengambil gitar itu dari tangan Langit.

"Untuk apa kamu datang kesini?" kata Langit mengatur emosinya.

"Lintang akan pindah kuliah keluar negeri. Kamu bisa mencegahnya sebelum terlambat." Langit tersentak menatap Miko. Ia ingin berucap tapi urung, memilih kembali ke posisi semula. Kemarin Langit memang sempat cerita dengan Miko tentang kepergian Lintang dari rumahnya.

"Percuma mencegah orang yang tidak ingin bertahan." Sebenarnya ada ketakutan di hati Langit. Apa benar Lintang akan pindah? Langit takut tidak bisa lagi melihat gadis kecilnya.

"Jadi cuma segini usahamu?"

"Apa maksudmu?" Miko mengangkat gitar itu ke pangkuannya.

"Kamu lihat ini. Dulu demi mendapatkan gitar ini kamu rela berkelahi sama pembeli lain di toko karena berebut ingin membelinya. Dan akhirnya memar di wajah kamu nggak sia-sia. Kamu menang dan berhasil menjadi pemilik gitar ini. Kenapa untuk Lintang kamu langsung nyerah?"

"Dapetin cinta nggak semudah dapetin benda mati."

"Jadi kamu percaya kalau Lintang nggak cinta sama kamu?"

"Itu yang dia katakan."

"Permisi mas." bi Inah datang membawa nampan kecil berisi air putih dan obat untuk Langit serta minuman untuk Miko.

"Makasih bi." Kata Miko ramah.

"Bawa pergi obat itu bi. Dan jangan lagi paksa aku buat minum." Sergah Langit.

"Maaf mas. Tapi kali ini mas Langit harus minum obat ini. Karena kalau enggak, mbak Lintang bisa marah sama bibi."

"Majikan kamu itu aku bi bukan Lin-" Langit menghentikan ucapannya, tepat saat bi Inah menutup mulutnya.

"Tadi bibi bilang apa, Lintang marah? Maksudnya apa bi? Dia udah nggak ada disini. Jadi gimana bisa marah?" Langit melirik Miko, sahabatnya itu hanya mengangkat kedua bahu.

"Kenapa gugup bi? Ada apa sebenarnya?" sambung Langit. Bi Inah masih sibuk menggaruk tengkuknya, ragu ingin bersuara.

"Bi?" kini Miko yang bersuara.

LINTANG & LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang