2L - PART 29

3.1K 176 14
                                    

Matahari sudah beberapa kali mengalami terbit dan terbenam. Tapi Lintang masih betah menghabiskan waktunya di apartemen. Di kota yang belum lama ia datangi, Paris.

Hari pertama kuliah akan dimulai esok lusa, tapi Lintang sama sekali tak berniat jalan-jalan keluar sekadar untuk menikmati keindahan kota.

Urusan pemberkasan, Andro yang mengurus. Sebelum berangkat ke Paris kemarin juga Andro yang lebih banyak menjelaskan tentang masalah ini pada kedua orang tua Lintang, termasuk orang tuanya yang waktu itu sudah datang ke rumah Surya.

Andro hanya menceritakan inti masalahnya, tentang hubungan Lintang dan Langit dan juga masalah Anton yang difitnah. Lintang berharap setelah Surya mendengar cerita Andro, ayahnya itu bisa merubah keputusannya. Tapi seperti yang dikatakan Dona sebelumnya, dalam bisnis hitam di atas putih memang lebih dipercaya. Dan Surya tidak percaya begitu saja dengan cerita Andro dan Lintang selama bukti-bukti jelas mengarah ke Anton.

Lintang pun hanya bisa pasrah akan hubungannya dengan Langit. Hubungan yang sebenarnya belum terjalin. Benar-benar berakhir hari itu atau masih ada sedikit harapan untuk bersama suatu saat nanti?

Kepala Lintang sepertinya sudah terlalu lelah memikirkan masalah ini. Tapi sulit juga untuk tidak memikirkannya.

Lintang membuka satu koper yang belum sempat ia pindahkan barang-barangnya. Ia mulai mengeluarkan satu persatu benda-benda yang ada di dalam koper.

Gerakan tangan Lintang terhenti melihat sebuah kotak kecil di samping tumpukan baju. Kotak biru yang diberikan Langit malam itu.

Lintang mengambil kotak itu. Ia teringat kata-kata yang diucapkan Langit dimana ia baru boleh membukanya saat sampai di luar negeri.

"Astaga. Kalung ini?" Mata Lintang melebar melihat kalung yang sangat ia kenal ada di dalam kotak. Kalung mamanya Langit. Kalung yang akan Langit berikan untuk wanita yang akan dia jadikan istri. Dan kini kalung itu ada di tangannya.

Tak terasa bulir bening mengalir. Lintang ambil kalung itu, menatapnya lekat. Gadis itu tersenyum dalam tangis, seolah bisa merasakan cinta Langit melalui kalung di genggamannya.

Tapi kemudian senyumnya pudar, mengingat pertemuan terakhir mereka. Ada rasa bersalah ketika kalung itu kini ada di tangannya. Setelah kejadian itu, Lintang tidak yakin Langit akan memaafkannya.

Lintang masih menatap dalam kalung itu, sampai akhirnya ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Memperhatikan kalung di tangan Lintang, beralih menatap Lintang yang masih menangis tanpa suara.

"Jadi isinya kalung?" Andro mengambil kalung itu dari tangan Lintang, mengangkatnya sebatas dada, melihatnya lebih dekat.

"Cantik." sambungnya tersenyum. Lintang mengusap pipi basahnya, menatap getir kalung yang masih ada di tangan Andro.

"Kalung ini sangat berharga buat kak Langit. Kalung milik almarhumah mamanya dan akan kak Langit berikan buat calon istrinya nanti." Andro terdiam sejenak. Meletakkan kembali kalung di telapak tangan sepupunya.

"Kata-kataku terbukti kan? Kamu nggak akan kehilangan si kepala batu itu, karena kamu berharga buat dia. Dan melalui kalung ini, Langit juga menganggap kamu masa depan dia, calon istrinya." Lintang tersenyum getir, mengusap huruf L di belakang bandul kalung.

"Kak Andro tau sendiri kan, kalung ini dia berikan waktu di Jakarta. Dan setelah kejadian di Bandung kemarin, jangankan menganggap aku calon istri, kak Langit mau memaafkan aku saja aku nggak yakin." Andro menghela nafas berat. Mengangkat dagu Lintang agar menatapnya.

"Dengerin aku. Laki-laki itu pantang menangis. Dan Langit bisa nangis karena kamu. Itu artinya, kamu udah mempunyai tempat special di hatinya. Nama kamu udah dikunci di dalam sana."

LINTANG & LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang