Lintang terus mengayuh sepedanya menjauhi rumah Langit. Merasa ada yang mengikuti, ia berhenti di tepi jalan. Mengedarkan pandangan ke sekitar. Tidak ada yang mencurigakan, hanya terlihat beberapa ibu-ibu desa memakai pakaian adat Bali sedang membawa buah-buahan dan bahan makanan di atas jkepalanya.
Lintang kembali mengayuh sepeda lebih cepat. Melewati tikungan ke jalan arah villa, perasaannya kembali tak enak. Ia berhenti, menengok ke belakang. Lagi-lagi tidak ada yang mencurigakan.
"Ck. Semua ini benar-benar membuatku gila!" Lintang menggelengkan kepalanya, mengelap peluh di kening lalu masuk ke area villa.
Setelah memarkirkan sepeda, Lintang menuju lobby. Berjalan menunduk dengan wajah masam, sesekali meremas geram botol minum yang ia bawa.
"Sial banget hari ini! Kenapa harus dia? Nggak ada cowok lain apa di Bali ini?"
"Udah selesai ngomel-ngomelnya?" Suara berat itu sukses menghentikan langkah Lintang. Ia kenal suara itu, tapi apa mungkin dia ada disini? Tadi kan dia masih ada di rumahnya.
Perlahan Lintang mengangkat kepala. Dan benar, Langit sudah berdiri di depannya, tersenyum di samping sepeda warna merah.
Lagi-lagi tubuh Lintang mendadak kaku. Ia langsung menunduk, menghindari bertemu mata dengan Langit lebih lama, sekaligus mengatur dadanya yang bergemuruh. Rasa bersalah terhadap keluarga Langit dan sakit hati melihat acara pertunangan itu berkecamuk di hatinya. Ditambah sekarang ini Langit terlihat lebih tampan dengan kharisma yang semakin kuat di usia yang lebih dewasa. Membuat Lintang lemah dan tidak tau harus berbuat apa.
Lintang memejamkan mata sesaat, mencoba tidak peduli. Pergi dari sini Lin. Jangan pergi Lin, hadapi dia. Suara-suara asing di kepalanya semakin membuat Lintang pusing. Tapi dalam situasi awkward kayak gini sepertinya suara pertama akan menang.
Lintang melangkah ke sebelah kanan, Langit langsung menghalangi jalannya. Lintang melangkah ke kiri, Langit kembali menutup jalan itu.
Lintang menghela nafas kesal mendapat perlakuan menyebalkan dari mantan seniornya itu.
"Permisi! Aku mau lewat." serunya dingin, masih menunduk.
"Sejak kapan kamu jadi penakut?" Langit melirik Lintang yang masih diam tertunduk.
"Kemana keberanian yang kamu tunjukkan waktu hari pertama ospek?" lanjutnya, memangkas jarak dengan Lintang.
Perasaan Lintang semakin tak karuan. Ia bergegas memutar tubuh untuk meninggalkan Langit, tapi tangan kekar pria itu tak kalah cepat menahan lengan kirinya. Menarik tubuh Lintang, memaksa kedua mata mereka bertemu dengan jarak yang sangat dekat.
Napas keduanya memburu. Dalam beberapa detik, keduanya bertahan dengan pikiran masing-masing.
"Lepas."
"Enggak."
"Aku bilang lepas!"
"Kenapa kamu selalu menghindari aku Lin?" tutur Langit lembut, menatap Lintang lekat.
Beberapa kali Lintang harus menelan salivanya dalam. Dulu pasti Langit akan membalas dengan nada lebih tinggi setiap kali Lintang bersikap tegas. Tapi kali ini pria itu lebih tenang, tatapannya juga hangat, tidak ada emosi di dalamnya.
Lagi-lagi pemandangan menyesakkan di rumah Yasmin melintas di kepalanya.
"Aku cuma menghindari pria yang sudah mempunyai ikatan." Bibir Lintang bergetar mengucapkannya. Langit mengerutkan kening tak mengerti.
"Ikatan?" Cengkeraman tangannya melemah, membuat Lintang dengan mudah menghempaskan tangan Langit.
"Lin." Langit tersadar dan melihat Lintang sudah berlari masuk ke dalam villa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINTANG & LANGIT
RomanceLintang Narova Emeraldi, anak baru di kampus yang belum genap 17 tahun Lintang cerdas pernah lompat kelas, sangat pemikir, berani, konsisten dan berprinsip kuat Karena sifat-sifatnya itu, dia tidak mau mengikuti ospek dan harus berhadapan dengan san...