"Kamu sudah terlalu lama meninggalkan si kecil. Pulanglah." Saat ini Lintang sudah duduk di sofa dalam rangkulan Andro. Wanita itu hanya menatap kakak sepupunya, berganti menatap Langit.
"Jangan khawatir. Aku akan menjaga Langit. Aku juga nggak akan maksa kamu buat menandatangani surat itu lagi. Kita akan tunggu Langit sampai dia sadar." Lintang hanya tersenyum kecil, menghela nafas dalam kemudian mengangguk lega.
Lintang mengusap sisa air mata di pipi lalu berjalan mendekati Langit. Ia menunduk, mencium kening suaminya lama. Balutan perban di kepala Langit memang sudah dilepas sebagian dan menyisakan beberapa lilitan.
Lintang mengusap rambut Langit yang terlihat mulai panjang. Ia juga meraba pipi dan dagu Langit yang mulai ditumbuhi rambut walau sering dibersihkan dua hari sekali selama sakit.
"Sekarang kakak jelek banget. Dan kak Langit harus tahu, sekarang ketampanan anak kita semakin terlihat, dia juga sangat aktif. Kakak benar-benar akan tersaingi sama dia kalau masih betah terpejam seperti ini. Apa kak Langit mau?" Lintang sedikit tertawa walaupun matanya kembali berair.
Lintang mengambil tangan kanan Langit, mengecup punggung tangannya lalu menempelkan di pipinya sendiri. Ia mendadak terdiam, menatap lekat wajah suaminya.
"Kalau kak Langit udah sadar, aku akan buat ketampanan kalian setara. Walaupun dia lebih mirip aku, tapi aku yakin nanti dia bakal ganteng kayak Papanya. Dan kakak juga nggak perlu khawatir cinta aku akan terbagi buat anak kita. Karena kalian memiliki tempat sendiri-sendiri di hati aku. Kalian berdua segalanya buat aku." Ucapan Lintang melemah dengan bibir bergetar. Seiring air mata yang mengaliri pipinya membasahi tangan Langit.
Andro yang berdiri di belakang Lintang menengadahkan kepalanya sebentar lalu menyentuh bahu sepupunya. Lintang menoleh lalu mengangguk, mengerti maksud Andro.
"Aku pulang dulu ya kak. Besok aku akan kesini lagi. Kakak baik-baik ya. Cepetan sadar. Aku sama adek udah kangen banget sama kamu Sayang." Lintang kembali mencium kening Langit lama.
Andro merangkul Lintang, mengajaknya keluar kamar.
"El..."
Langkah kedua saudara sepupu itu mendadak terhenti di dekat pintu. Keheningan ruangan membuat mereka begitu jelas mendengar suara samar itu.
Lintang dan Andro saling memandang satu sama lain seolah saling bertanya, 'Kamu mengatakan sesuatu?'
Keduanya kompak menggeleng sama-sama tidak mengerti. Di ruangan itu cuma ada mereka berdua dan-
Lintang dan Andro kompak menoleh ke belakang. Mereka terkejut melihat Langit sudah membuka mata. Pria itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan berhenti saat bertemu mata dengan Lintang.
Sudut mata Lintang mendadak basah, ada rasa bahagia di hatinya yang tidak bisa dijabarkan. Tanpa melepas pandangannya dari Langit, Lintang mulai melangkah. Dengan senyum yang terus terukir, menandakan betapa bahagianya dia melihat suaminya sadar dari tidur panjangnya. Bahkan Lintang membiarkan air matanya terus mengalir tanpa ingin berhenti.
Lintang berhambur memeluk Langit yang sudah membuka tangan. Ia membenamkan wajahnya di dada Langit dengan bahu yang bergetar.
Langit tersenyum dengan mata terpejam sesaat membalas pelukan Lintang. Air bening dari matanya juga mengalir tanpa bisa dibendung. Sejenak mereka terdiam dan makin mempererat pelukannya seakan tak ingin lepas.
Di dekat pintu, Andro berdiam diri sejenak menatap haru pasangan suami istri itu sebelum akhirnya keluar ruangan untuk memanggil dokter.
Langit mengangkat tangannya, membelai rambut Lintang sayang. Usapan tangan Langit justru membuat tangis Lintang semakin hebat seiring pelukannnya yang semakin kuat. Sepatah katapun belum bisa terucap dari bibirnya. Lintang bahagia, sangat bahagia. Dan dia hanya ingin Langit tau betapa bahagianya dia saat ini melihat suaminya sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINTANG & LANGIT
RomanceLintang Narova Emeraldi, anak baru di kampus yang belum genap 17 tahun Lintang cerdas pernah lompat kelas, sangat pemikir, berani, konsisten dan berprinsip kuat Karena sifat-sifatnya itu, dia tidak mau mengikuti ospek dan harus berhadapan dengan san...