2L - PART 24

2.9K 184 21
                                    

Hari berganti hari. Lintang semakin bingung dengan keadaan ini. Perlahan ia menghindari Langit, Lintang juga menghindari Anton. Lebih tepatnya menghindari pertanyaan yang selalu dilontarkan ayah Langit itu.

Seperti hari ini, Lintang ingin turun tangga tapi ia melihat Anton ada di meja makan bersiap-siap pergi.

Lintang menghentikan langkah, berbalik kembali ke kamar. Ia berjalan menuju balkon untuk menghirup udara Minggu pagi. Matanya terpejam sambil merentangkan tangan.

Saat membuka mata, Lintang melihat Langit di taman samping rumah sedang belajar berjalan pelan tanpa tongkat. Pria itu tampak semangat melatih kakinya, walaupun sebelah tangannya tetap setia memegang paha ketika berjalan.

Lintang tersenyum melihatnya. Ia menarik kursi mendekati pagar balkon, duduk disana melihat Langit dari atas. Tangan Lintang menyangga dagu dengan tatapan mata yang kosong, seolah sedang menerawang.

Lintang dan Anton masih terlibat perbincangan di ruang tamu sambil menunggu Langit yang masih bersiap-siap di kamar.

Setelah Lintang menceritakan kesehariannya dengan Langit, Anton tampak terdiam. Pria paruh baya itu kemudian merubah posisi duduknya sedikit menyerong kearah Lintang, menatap gadis itu serius.

"Lintang, apa om bisa minta tolong sama kamu?" Lintang mengerutkan keningnya.

"Minta tolong apa om?"

"Sebenarnya om nggak enak menceritakan masalah ini sama kamu. Karena bagaimana pun juga kamu bukan bagian keluarga ini. Maaf om nggak bermaksud apa-apa." Lintang tersenyum tulus.

"Iya om saya ngerti. Dan om Anton nggak perlu sungkan. Kalau memang om percaya saya bisa bantu dan saya bisa, In Shaa Allah saya akan bantu."

"Baiklah. Om mau kamu jadi jembatan om sama Langit."

"Jadi jembatan om sama kak Langit? Eh maaf om, saya nggak ngerti." Anton melirik ke belakang, belum ada tanda-tanda putranya itu akan keluar kamar.

"Begini. Sebenarnya saat ini om sedang ada masalah besar. Ada orang yang memfitnah om, om dituduh menggelapkan uang kantor sehingga perusahaan mengalami kerugian besar. Pemilik perusahaan tidak mau mendengar penjelasan om karena semua bukti mengarah ke om. Beliau bahkan sangat kecewa dengan kejadian ini, karena om sendiri sudah dipercaya mengurus perusahaan lebih dari 10 tahun. Jumlah kerugiannya sangat besar, bahkan jika semua harta om dijual pun belum tentu bisa menutupi semuanya." Lintang menelan salivanya dalam, masih setia mendengar Anton yang belum selesai bercerita.

"Perusahaan memberikan waktu om tiga minggu untuk mengganti semuanya dan pekerjaan om aman. Om hanya akan diturunkan jabatannya saja. Tapi kalau lebih dari itu om tidak bisa membayar, om akan dilaporkan ke polisi, yang otomatis om akan kehilangan pekerjaan dan kehilangan nama baik." Lintang membulatkan mata.

"Akhirnya om minta bantuan ke sahabat om. Dia mau membantu. Tapi dia meminta rencana lama kami dilanjutkan."

"Rencana lama?"

"Iya. Perjodohan anak-anak kami."

Deg.

Lintang tersentak mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Anton.

Perjodohan? Itu artinya Langit akan dijodohkan.

Mata Lintang mendadak memanas, dadanya sesak, hatinya seperti dihujam batu besar yang membuatnya terhenyak.

Lintang menengadahkan kepala sesaat, membuat pertahanan sekuat mungkin agar air bening yang sudah menggenang itu tidak keluar dari matanya.

"Om belum menjawab permintaan itu, tapi om nggak punya pilihan lain selain menerima. Karena bagaimana pun juga dia sahabat om dan cuma dia orang yang bersedia membantu." Lintang menghela nafas berat.

LINTANG & LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang