Irwan membelah jalan raya dengan motornya. Tidak peduli dengan banyaknya kendaraan yang lalu lalang.
Yang berada di pikirannya saat ini adalah, tidak ingin Ega terlalu lama bersama Alvin.
Dia tidak rela, entah kenapa?
Yang pasti perasaan tidak rela dan marah paling mendominasi hatinya saat ini.Hingga tiba ditempat yang sudah disebutkan Alvin tadi.
Memarkirkan motornya dan berlari kearah biasanya dia berkumpul dengan Alvin dulu. Sebelum, masa lalu itu merusak semuanya."Egaa??? Egaaa???" Entah kenapa, nama itu adalah satu hal yang terlintas begitu cepat dalam pikirannya saat ini. Bahkan nama itu, tidak bisa hilang begitu saja. Bodoh. Dia sudah terpedaya begitu jauh sekarang.
"Gue tau, lo pasti datang." Suara itu membuat tangan Irwan mengepal kuat. Seandainya, dia tidak bisa menahan emosinya sekarang. Mungkin, wajah menyebalkan didepannya sekarang ini. Sudah habis olehnya.
"Dimana Ega?" Pertanyaan yang lebih mengarah ke intimidasi.
"Gue bohong bilang bawa Ega kesini, biar lo mau datang."
"Brengs*k." Irwan maju dan menerjang Alvin, dia tidak pernah sebodoh ini. Karena percaya dengan mudahnya pada orang yang bernama Alvin.
Tangannya sudah terkepal didepan dan siap melayangkan tinjuan.
"Pukul, sampai lo bisa ngelampiasin apa yang ada dalam hati lo. Setelah itu, kasih gue kesempatan buat ngomong." Kata kata Alvin membuat Irwan mengurungkan niatnya.
"Kenapa lo berhenti? Pukul tapi setelah itu, kasih gue kesempatan. Bukan demi gue, tapi demi Ega." Kata Alvin.
"Omongan lo gak akan pernah ngaruh buat gue." Kata Irwan bangun dan bersiap meninggalkan tempat itu. Alvin tersenyum.
"Lo cinta sama Ega?" Pertanyaan Alvin membuat Irwan berhenti melangkah.
"Lo salah kalau sampai lo bilang, lo mendekati Ega hanya karena lo mau balas dendam sama gue."
"Jangan sok tau tentang apa yang gue rasa, gue sendiri tau perasaan gue seperti apa!! Jangan jadi orang sok manis depan gue." Kata Irwan datar tapi tidak berbalik menghadap Alvin yang berdiri di belakangnya.
"Gue tau lo seperti apa, karena gue teman lo dari dulu hingga sekarang." Kata Alvin membuat darah Irwan mendidih.
Teman?? Bulshit."Gak ada teman yang makan teman. Dan gue gak pernah punya teman yang bernama Alvin, karena dia udah mati buat gue."
"Gue paham, tapi lo harus tau satu hal. Waktu itu, dia datang kerumah gue sambil nangis. Dia bilang dia cinta sama gue, cowok mana sih yang bisa menolak saat wanita yang dicintainya bilang mencintai dia. Keegoisan gue tumbuh saat itu juga untuk ngerebut dia dari lo. Padahal, sebelum lo jadian sama dia. Gue udah berjanji pada diri gue sendiri buat ngalah demi lo. Tapi, ternyata air mata itu buat gue ingin berusaha mengingkari janji yang udah gue buat sendiri." Alvin tertawa, jika mengingat hal bodoh yang pernah ingin dia lakukan dulu. Irwan mengepalkan tangannya kuat, emosi kembali menjalar.
"Dia nangis dan berusaha meyakinkan gue bahwa lo gak baik buat dia, dia cintanya sama gue. Dia nerima cinta lo karena terpaksa." Jika mengingat masa lalu itu, Alvin merasa sangat bodoh karena dengan mudahnya dia percaya omongan wanita yang telah menghancurkan persahabatannya.
"Tapi, naluri gue sebagai seorang sahabat kembali berperang dengan naluri gue sebagai orang yang mencintai, hingga tanpa gue duga dia meluk gue. Sampai akhirnya lo datang dan peristiwa yang gak seharusnya lo liat harus lo liat." Alvin tertawa miris.
"Dan dengan gak tau dirinya dia memutar balikkan fakta, setelah beberapa menit yang lalu dia mengatakan cinta sama gue. Gue akhirnya sadar, gue salah menempatkan hati gue." Kata Alvin lagi.
"Gue gak pernah mencintai gadis manapun setelahnya, tapi saat bertemu Ega, semuanya berubah. Gue mencintai Ega, bahkan lebih dari gue mencintai dia dulu. Karena itu, gue datang kesini untuk persahabatan kita dan juga buat Ega."
"Langsung to the poin, gue gak butuh basa basi gak bermutu lo." Kata Irwan datar.
"Kalau lo cinta sama Ega, gue yang akan ngalah dan pergi. Tapi, kalau lo gak cinta sama dia. Jangan kasih dia harapan."
"Gak usah sok manis untuk mengatakan lo ngalah demi gue, karena itu gak akan bisa buat gue percaya lagi kata lo. Karena lo sama dia sama aja. Pengkhianat."
"Terserah, lo mau nyebut gue apa? Yang pasti gue minta maaf untuk masa lalu itu."
Irwan tidak peduli, yang pasti saat ini dia ingin menghancurkan wajah Alvin sekarang juga.
Tapi tidak, dia tidak akan mengotori tangannya hanya untuk hal seperti ini.Irwan meninggalkan Alvin yang masih terdiam.
"Gue tau, lo orang seperti apa Wan. Dan gue yakin dengan apa yang gue pikirkan tentang lo." Kata Alvin tersenyum, meski Irwan tidak mendengarkannya.
Irwan sudah berlalu meninggalkan tempat itu.Irwan melajukan kembali motor nya kearah rumah yang tidak seharusnya dia datangi.
Tapi, entah kenapa dia sekarang sudah berdiri didepan gerbang rumah bercat putih itu.Gadis itu sudah membuatnya seperti ini.
Mengkhawatirkannya tanpa sebab yang pasti. Tentu saja gadis bodoh itu harus bertanggung jawab karena sudah membuatnya khawatir.Tanpa berniat mengetuk pintu, Irwan terus menatap kearah pintu itu. Berharap satu sosok yang dikhawatirkannya muncul.
Entah bagaimana, gadis itu keluar dengan tongkat yang menyangga tubuhnya."Kak Irwan???" Ega yang terlampau senang, berjalan dengan susah payah.
Irwan yang melihat Ega berjalan kearahnya pun, segera ingin berlalu dari tempat itu. Tapi, suara ringisan itu membuatnya mengurungkan niat.
"Awwww, sakit." Ega merintih karena hampir terjatuh, karena belum terbiasa memakai tongkat. Kaki Ega agak terpeleset.
"Ceroboh." Kata Irwan segera berlari kearah Ega yang sedang meringis menahan sakit di kakinya.
"Lo itu ya? Nyusahin aja bisanya." Ketus Irwan membuat Ega cemberut.
"Kan kayak disinetron sinetron, pas cowoknya pergi. Ceweknya harus ngejar." Kata Ega setelah Irwan mendudukkannya diatas kursi.
Irwan memutar bola matanya malas."Hidup itu bukan sinetron. Jadi, jangan aneh aneh." Kata Irwan datar membuat Ega semakin takjub. Irwan, sekarang lebih banyak berbicara padanya.
"Kakak ngapain kesini? Kakak kangen ya sama aku? Wajar sih, bunda sama ayah aja kalau kangen sama aku pasti telponin aku terus, tapi gak telpon abang Eza sama kak Fida. Kata bunda, aku itu ngangenin. Pantas aja kakak kesini, karena kangen. Aku aja suka kangen sama kakak, kalau aku kangen.." Ega menggigit bibirnya saat akan melanjutkan kata kata itu.
Irwan meringis saat mendengar celotehan tidak berguna dari gadis itu, tapi mampu membuat hatinya berdebar. Irwan kembali menatapnya saat dia dengan tidak tau malunya gemas dengan kelakuan ajaib manusia ini. Pantas dia disebut ulat bulu.
"Kalau kangen apa?" Tanya Irwan membuat Ega menggeleng dan membekap mulutnya. Jangan sampai dia ketahuan suka mencuri foto Irwan.
"Ya kalau kangen, ya kangen aja." Kata Ega nyengir membuat Irwan diam, seperti tengah memikirkan sesuatu.
"Belajar bohong ya lo??" Tuduh Irwan membuat Ega menggeleng.
Irwan menjadi gemas sendiri melihatnya."Ega gak bohong, buktinya hidung aku masih pesek gak kaya pinokio." Kata Ega nyengir memperlihatkan giginya. Irwan terkekeh geli, manusia ini bisa membuat moodnya kembali saat mendengar kata kata tidak berguna darinya.
"Tadinya, gue mau nanya. Saat lo rindu gue, apa yang lo lakukan? Biar gue tau caranya mengobati rindu, saat gue rindu sama lo." Kata Irwan bangun dari duduk nya untuk pulang.
"Lo masuk gih, gue pulang dulu. Besok gue jemput." Kata Irwan berlalu meninggalkan Ega yang mengerjap tidak percaya mendengar ucapan Irwan.
Pipinya sudah memanas, dia sudah siap siap meledak karena perkataan Irwan.
Ckckck andai kakinya tidak sakit, pasti dia sudah melompat seperti kodok karena terlalu bahagia.#bersambung
10 like boleh???
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY LOVE
Teen FictionIrwan pernah mendengar kata cinta itu gila. tapi dia tidak pernah tau maksud apa yang terkandung dalam kata itu. Tidak mungkin kan hanya karena cinta orang bisa menjadi gila?? tidak masuk akal.