"waa...waa..."
"Hmm...wawa?" Tzuyu tersenyum manis pada putrinya yang baru berusia dua tahun.
"Bukan wawa, sayang. Bola!". Tzuyu menyodorkan bola itu membentuk lingkaran saat mengucapkan kata "bola". Tzuyu menyodorkan bola kecil warna merah muda yang terbuat dari kain flanel.
"Booooo...a...." Ulang balita itu setelah tertawa beberapa kali.
"Boa, ya..." Gumam Tzuyu, lalu mulai menggelitik perut balita nya.
Mereka berada di kamar bayi dengan dinding bercat hijau dan pink. Ada beberapa gambar kartun lucu yang besar di dinding nya: beruang, kangguru, kelinci. Ada juga gambar kuda nil dengan mimik wajah bersahabat.
•
•
•
Sore baru saja usai dan langit masih menyisakan rona jingga tua di antara gelapnya malam yang mulai merambat. Udara sejuk mengalir dari jendela yang sengaja dibiarkan terbuka separuh, tirai putih tipis melambai-lambai terembus angin sepoi. Samar-samar, dari luar rumah, masih terdengar pelan suara kendaraan bermotor yang lewat.
"Maa...mana..." Suara balita itu terdengar menggemaskan saat memanggil ibunya. Tinju kecilnya mulai mengucek mata sementara kakinya menendang-nendang gelisah.
"Capek, ya?" Tzuyu membaringkan balitanya ke boks bayi kayu berwarna putih. Tangannya membuka kotak musik kecil dan memutar kenopnya, lalu terdengarlah denting lagu klasik.
"Mi cu...cu..." Gumam balita itu.
"Ah, ya. Ini," ujar Tzuyu itu sambil memberikan botol susu hangat yang langsung disambut dengan antusias oleh balita.
"Tidur, sayang." Suara Tzuyu terdengar lembut di sela-sela dia menyanyikan lagu Nina Bobo.
Perlahan mata balita itu terpejam. "Mmm..." Gumam balita itu sesaat sebelum melepaskan botol susu yang hampir kosong dari mulutnya.
Tzuyu itu masih terus mengusap-usap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang hingga dia benar-benar yakin kalau putrinya itu sudah tertidur lelap.
Dengan langkah yang sangat hati-hati agar tidak menimbulkan suara, Tzuyu meninggalkan kamar. Satu per satu mainan bayi yang berserakan di karpet warna-warni dimasukkan ke tempatnya. Suara helaan nafasnya yang panjang terdengar sesaat sebelum dia mematikan televisi. Suasana mendadak hening, momen seperti inilah yang selalu membuatnya merasa sendiri.
Suara ketukan di pintu menyadarkan Tzuyu dari lamunan.
"Tante Tzuyu, ini dari Mama." Seorang gadis kecil berusia delapan tahun menyodorkan dus kotak putih begitu Tzuyu membuka pintu rumahnya.
"Terima kasih, Bella." Tzuyu menerimanya dengan senyum lebar, salah seorang tetangganya yang baru saja pulang kampung memberinya oleh-oleh kue khas daerah. Aroma lezat sudah tercium meskipun dusnya belum dibuka. Tzuyu memberi isyarat dengan tangannya agar gadis itu menunggu sebentar sementara dia berlari ke dalam.
Beberapa detik kemudian Tzuyu sudah kembali dan menyodorkan susu kotak pada Bella yang langsung diterimanya dengan seringai lebar.
"Terima kasih, Tante," ujar Bella dan langsung berlari kembali menaiki tangga ke lantai tiga.
Tzuyu memandangi Bella sambil tersenyum. Gadis kecil itu lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah Tzuyu daripada di rumahnya sendiri. Kecuali, tentu saja, selain waktu sekolahnya.
Sebenarnya penghuni rumah susun ini tidak saling mengenal secara akrab, hanya sekedar tahu nama saja. Beginilah suasana di kota besar seperti Jakarta, dengan tetangga sebelah rumah pun belum tentu saling mengenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Permata di Hatiku : ctz - osh
Fanfictionapa pun yang terjadi, cinta layak untuk diperjuangkan.