4.

1.1K 157 0
                                        

Warning ⚠️ typo bertebaran!







"Apa yang kau lakukan?"

Tzuyu begitu terkejut ketika dia masuk rumah dan mendapati pria asing itu tengah jongkok kemudian berdiri, seperti seseorang yang tengah berlatih fisik. Pintu langsung dikunci berikut dengan selotnya.

Raya mendekati pria itu dan memperhatikannya. Balita itu terus berdiri di sana sehingga pria itu berhenti dan berjongkok di depannya. "Hai," sapanya pada Raya.

Tzuyu mencoba mengajak Raya untuk ke kamarnya namun Raya menolaknya, sepertinya dia merasa sangat penasaran dengan pria asing yang berada di rumahnya saat ini. Kemudian Tzuyu mengambil boneka kelinci milik Raya.

"Lihat! Ini pipi, dan dia ingin dipeluk Raya. Raya mau kan main dengan pipi?" Pancing Tzuyu.

Jujur saja, Tzuyu merasa kurang nyaman kalau Raya berdekatan dengan pria asing. Meskipun pria asing itu sekarang tengah terluka.

Akhirnya Raya meraih pipi dari tangan Tzuyu dan membawa boneka itu ke sofa. Pria itu memperhatikan Tzuyu dan Raya bergantian, dia merasa maklum jika Tzuyu mencurigainya. Sekilas dia melirik Raya yang bermain dengan bonekanya di sofa.

"Di mana ayahnya?" Wajah Tzuyu berubah tegang selama beberapa detik yang singkat,

"Bukan urusanmu."

Baiklah, pikir pria asing itu, lagi pula urusan pribadi Tzuyu memang bukan urusannya.

"Ada yang mengikuti mu?"

"Tidak, kurasa."

"Kau tidak yakin?" Sambungnya.

"Dengar," Tzuyu mendongakkan menatap pria itu,

"Aku bukan orang sepertimu, jadi aku tidak tahu diikuti yang kau maksud itu seperti apa. Tapi kalau maksudmu adalah orang yang mengekorku, tidak ada."

"Kau mengenal semua orang yang tinggal di sini?"

"Tidak semuanya, tapi aku mengenali wajah mereka meskipun tidak tahu siapa namanya."

"Bagus. Apa kau melihat ada orang baru?"

"Sejauh ini tidak. Kau tidak boleh melakukan gerakan itu, berbahaya untuk luka-lukamu."

"Aku harus bisa berjalan secepatnya."

"Lukamu bisa berdarah lagi," ujar Tzuyu, meringis membayangkannya.

"Jika aku bisa berjalan normal maka semuanya akan baik-baik saja."

"Jika tidak?" Tanya Tzuyu waswas.

Pria itu berdiri kemudian duduk di karpet dekat sofa, wajahnya tampak sedang berpikir.

"Aku akan berusaha agar tidak terjadi apa-apa."

Jawaban macam apa itu, pikir Tzuyu masam. Pria ini seperti orang yang tidak punya persiapan apapun, padahal jelas-jelas dia tengah terlibat suatu masalah besar.

"Kau sudah makan?" Pria itu mengangguk.

"Kau tidak mual dengan masakanku?"

"Kenapa?"

"Kurasa kau berasal dari tempat yang jauh dari sini, jadi pasti apa yang kau makan berbeda dengan apa yang biasa kumakan," ujar Tzuyu dan duduk di sofa bersama Raya.

"Tidak masalah," jawab pria itu singkat.

"Kau sepertinya sangat fasih berbicara dalam bahasa ku."

"Semakin sedikit kau tau, kau akan semakin aman," potong pria itu.

"Terserah kau saja." Tzuyu menggendong Raya ke kamar mandi. Lebih baik dia mandi bersama Raya daripada semakin stres setiap kali berbincang dengan pria asing itu.

Permata di Hatiku : ctz - oshTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang