📍16

1.8K 257 10
                                    

Terhitung dua bulan penuh sudah. Lihat kombinasi Taehyung dan Jungkook bersama tak lagi buat mahasiswa lain heran. Terlampau hafal malah. Taehyung selalu antar jemput si manis. Bahkan sorot sayang di mata Taehyung terpantri sudah. Afeksi darinya seolah tumpah ruah kepada pemuda Jeon.

Hubungan tanpa label masih buat keduanya nyaman. Meski bingung juga ketika pertanyaan terlontar. Dibilang teman; tak mampu dusta, keduanya lebih dari definisi teman. Disebut pacar juga bukan. Nyatanya tak satupun ungkap arti gemuruh di dada lantang-lantang.

Teman rasa pacar? Bisa jadi kataku. Tapi mungkin sedikit tak enak diucap.

"Kak, kue mau? Mama yang buat."

Kepala Jungkook menyembul dari balik pintu. Menilik Taehyung yang duduk bersimpuh di lantai kamarnya. Mainkan game di ponsel guna bunuh penat.

"Boleh." Taehyung menoleh sekilas. Beri sesimpul senyum. Kemudian pandangan kembali turun pada ponsel di tangan.

Pemuda Jeon melesat hilang kemudian. Kembali tak lama. Kali ini dengan nampan penuh jamuan di tangan. Tidak muluk-muluk; dua gelas es limun dan empat potong kue cokelat.

"Kak, tolong meja lipatnya." Ujar Jungkook. Dagunya menunjuk meja yang terlipat rapi di samping nakas.

Taehyung patuh. Kesampingkan game di ponsel untuk pasang meja lipat. Sesuai permintaan pujaan hati. Lebih malah. Nampan di tangan Jungkook ia ambil alih. Memindahkannya ke atas meja lipat.

Hafal sekali kebiasaan ini. Jungkook selalu hidangkan camilan di atas meja lipat tiap kali Taehyung mampir. Mungkin lebih untuk dirinya sendiri. Karena tak jarang Jungkook juga libas bagian Taehyung.

"Selamat nugas, Manis." Ucap Taehyung begitu lembut nan menggoda.

Jungkook berdeham singkat sebagai balasan. Sibuk menyiapkan laptop dan beberapa lembar kertas. Memposisikan diri di meja kerjanya.

Taehyung tersenyum lebar perhatikan gerak-gerik Jungkook. Jungkook dalam mode serius total gemas sangat. Dengan paduan kacamata bundar menggantung di hidung bangirnya. Alisnya akan menukik tajam. Dibarengi dengan dahi yang berkerut tanda berpikir. Sesekali akan mencebik lucu sekali.

Itu sebabnya pemuda Kim tak sekalipun bosan. Perhatikan Jungkook ketika mengerjakan tugas kuliahnya. Pun tanpa percakapan melayang ia tak apa. Terkadang memang harus kagumi eloknya ciptaan Tuhan dalam diam.

Taehyung baru akan berhenti setelah Jungkook ucap protes. Risih katanya. Buat otak mandek berpikir.

Taehyung hanya terkekeh dengarnya. Kemudian beralih mencari kegiatan baru.
Dan kali ini, sebuah novel jadi pelarian. Milik Jimin. Tertinggal di mobil Taehyung selepas pergi semalam. Hitam putih dominasi warna sampul. Dengan lettering bertuliskan First sebagai judul.

Menit berlalu dalam hening. Satu jenis yang nyaman. Canggung tak ambil alih. Biarkan suara jemari yang beradu dengan keyboard penuhi ruangan. Berpadu bersama harmoni suara kertas yang dibalik kasar.

Taehyung mendongak, ketika dapati Jungkook bersimpuh di hadapannya. Senyum kotak sudah otomatis terpampang.

"Selesai?"

"Belum. Tapi perut sudah lapar."

Jungkook meraih satu slice kue cokelat. Diletakkan di piring kecil. Kemudian diserahkan pada Taehyung. Kemudian mengulangi hal serupa. Kali ini untuk dirinya. Sengaja pilih potongan paling besar.

"Kook, siapa cinta pertamamu?" tanya Taehyung ketika teringat duduk perkara pada novel yang tadi dibaca.

Jungkook mengernyit sejenak. Random sekali pertanyaan Taehyung. Memang khas dirinya sekali. Kerap kali lempar pertanyaan asal.

"Kim Namjoon namanya. Tetangga yang sering jaga waktu kecil. Orangnya baik sekali dan pintar. Dan-oh, lesung pipinya sangat menawan." Senyum terlukis di akhir ucapan.

Taehyung hanya berguman pelan.

Jarang sekali, lho Jungkook omong panjang lebar. Dan kali ini tengah jabarkan sang cinta pertama. Pasti memang mengena.

"Sekarang sudah menikah. Istrinya cantik sekali. Memang serasi."

Jungkook tersenyum lebar. Seolah ucapan barusan murni dari lubuk hati paling dalam. Dan memang begitu adanya. Sama sekali tak ada sentuhan sendu dalam kalimatnya.

Entah, ya. Mendengar saingan berat sudah terikat; Taehyung lega luar biasa.

Namun bayangan jika si manis harus bersama pria lain kelak, buat Taehyung buka suara.

"Kau nggak sedih?"

"Huh? Kenapa?"

Bola mata Jungkook melebar tatap Taehyung janggal. Seolah pertanyaannya barusan merupakan hal paling tak lumrah yang pernah didengar.

Tapi memang begitulah seorang Jeon Jungkook. Polos sangat. Taehyung suka.
Karena jika itu Taehyung. Melihat cinta pertamanya duduk di pelaminan, jelas ia tak tahan. Menangis tiga hari tiga malam bahkan sangat wajar jadinya.

Dan pemuda Kim hanya mampu usak surai Jungkook gemas. Sebagai bentuk pelampiasan rasa suka yang meledak.

"Memang benar kata orang. Cinta pertama tak akan pernah berhasil."

"Enggak! Siapa bilang?!"

Itu Taehyung yang bantah keras.

Yeu, ngegas.

Jungkook terlonjak kaget. Sama sekali tidak antisipasi reaksi Taehyung akan begini heboh. Padahal ucapannya tak salah.

Meskipun tak sepenuhnya benar juga.
Karena disini, pemuda Kim telak tersinggung.

Tau?

Siapa cinta pertama Kim Taehyung?

Jawaban di pucuk mata. Terduduk bungkam di sana. Jeon Jungkook namanya.

Persetan dengan kata orang kebanyakan. Jika harus-dan memang perlu, Taehyung siap patahkan pepatah barusan. Sangat.

"Ayo buktikan." Putus Taehyung final.

"Huh?"

"Buktikan kalau cinta pertama nggak selamanya gagal.
Cinta pertama Kim Taehyung nggak akan lepas."

Love, JK  [ TaeKook ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang