****
"Kamu. Satu kata yang membuatku tetap bertahan didunia ini. "-fd****
Waktu itu aku masih bersama-sama denganmu.
Ditempat yang sama, namun dengan perasaan yang berbeda.
Langit sore ini tidak mendung, awan hitam pekat dan angin bergemuruh.
Helai-perhelai rambut ikal Adel terbawa arus angin.
"Kamu dingin gak? "tanya Kenzo yang sedang sibuk membawa peralatan Adel.
Adel sudah boleh dipulangkan hari ini, karena kondisinya sudah membaik.
Adel mengeratkan jaket yang dikenakannya.
Ia menggeleng pelan. "Ngga kok. "jawab Adel singkat.
Kenzo tersenyum.Ia meraih kedua tangan Adel lalu digenggamnya.
"Gini aja ya. "titah Kenzo sambil tersenyum manis.
Adel tersenyum singkat.
"Ayo."ucap Adel sembari menarik tangan Kenzo.
"Tunggu"
Adel menoleh dan pandangannya bertabrakan dengan dada Kenzo. Ia mendongak untuk melihat pandangan Kenzo.
Kenzo melepaskan genggamannya.Ia menggosokan kedua tangannya, lalu menaruhnya dipipi Adel.
"Kamu bilang gak dingin. Tapi pipi kamu gak bisa boong, pipi kamu merah. "ucap Kenzo.
Blush.
"Apa sih Ken. "bantah Adel dengan senyum malu.
Kenzo dengan gemas mencubit pipi Adel.
"Jangan lucu-lucu,aku gemes. "
Adel hanya bisa diam terpaku.
"Udah ah,ayo Ken. Aku tinggal ya. "ucap Adel pura-pura marah.
Kenzo terkekeh ringan. "Iya, ayo. "
****
"Bagus banget berapa hari gak balik kerumah? Masih punya muka lo balik kesini lagi?!! " ketus Vino yang langsung menyerca Adel.
Adel baru sampai dirumahnya, dengan diantar Kenzo. Namun Adel tahu akan ada drama yang panjang jika Kenzo menetap.
Dan pada akhirnya Adel menyuruh Kenzo untuk pulang.
"Aku cape,aku mau istirahat. "balasku singkat.
Vino tersenyum sinis.
"Udah diapain aja lo sama pacar lo? "
"Ups, pasti udah gak peraw... "
PLAK!
Ucapan Vino terputus, ia marah sekaligus kaget.
"LO!!"ucap Vino sambil menunjukku dengan tatapan marah.
Aku, dengan segala kekuatan yang masih kumiliki. Dengan segala tangisan yang kutahan.
"Maaf karena tidak sopan, namun aku masih punya harga diri. "ucapku final.
Aku tidak memperdulikan apa reaksinya lagi, yang aku tahu aku pergi kekamar dan mulai menangis, lagi.
Aku mengambil foto yang sengaja aku simpan dilemari.
Foto itu,dan segala kenangan indahnya.
Aku benci.
Sungguh,aku membenci takdir.
Sangat mudah untuk mempermainkan seseorang, walaupun dengan tujuan baik.
Entah segala ketakutanmu.
Entah segala kegelisahanmu.
Entah segala kesakitanmu,dan lukamu.
Pasti bertujuan baik, namun caranya yang mendewasakanmu.
****
"Kamu tau gak bedanya aku sama yang lain? " tanya Kenzo.
Aku menggeleng pelan.
Kenzo tersenyum jahil.
"Kalo aku ganteng, yang lain jelek"ucap Kenzo dengan tawa yang manis. Atau mungkin sangat-sangat manis.
Aku mencubit pelan lengan Kenzo,"Ihhh apa sih kamu jelek tau" ucapku meledek.
"Ihh kalo aku jelek,gak mungkin banyak yang suka sama aku" ucap Kenzo meledek balik.
Aku hanya menaikan satu alis,seolah menantangnya.
"Merasa ganteng?"tanyaku.
Kenzo mengangguk semangat.
"Yakin?"tanyaku lagi.
Kenzo lagi-lagi mengangguk.
"Sini aku bisikin"ucapku sembari mendekatkan mulutku ke telinganya.
Kenzo mendekat sambil tersenyum semangat.
"Kamu.."bisikku.
Kenzo masih menanti setia ucapanku.
"Kamu...ngimpi"ucapku lalu langsung berlari sambil tertawa.
Kenzo tersenyum jahil lalu langsung mengejarku.
"Adel,awas yaaa!!"seru Kenzo.
Bahagiaku,sesederhana ini.
****
Tawa,canda, bahagia.
Tulus dan tanpa pura-pura.
Apakah aku bisa merasakan itu terus-menerus?
Aku sadar,bahwa aku bukanlah gadis yang mereka inginkan.
Namun aku layak kan,untuk dimanusiakan?
****
Fsdini
Selasa,3 Maret 2020.
Jakarta, Indonesia.
Vote, comment, and share ❤
ps: HELLO! I'M BACK.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me!
Teen FictionPLEASE, DON'T COPY MY STORY! **** Bagaimana rasanya tidak dianggap oleh keluargamu sendiri? Bagaimana rasanya dikhianati oleh pacar dan sahabatmu sendiri? Bagaimana rasanya dikucilkan dan tidak diperdulikan? Bagaimana rasanya menjadi yang selalu...