Suasana masih nampak sepi begitu Shena tiba dirumah. Jadi, dia tidak perlu menutupi wajah sembab dan mata bengkak akibat menangis di dalam taksi saat perjalanan pulang tadi.Hatinya gundah, haruskan dia menanyakan pada suaminya perihal yang ia lihat di mall tadi, atau harus diam pura-pura tidak terjadi apapun.
Tenggorokannya terasa kering, Shena menghela nafas lirih kemudian melangkah menuju dapur untuk mengambil air minum. Setelah menenggak segelas air putih, Shena menuju ke kamarnya. Dia butuh mendinginkan pikirannya. Berendam dengan air dingin dan sedikit aromaterapi mungkin bisa menghilangkan sedikit beban pikirannya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan untuk hati dan otaknya.
Berendam selama tiga puluh menit dirasa cukup, Shena bergegas membilas tubuhnya, melangkah keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamarnya hanya berbalut handuk sebatas dada dan panjang yang menutupi setengah dari pahanya. Melangkah kecil menuju lemari pakaianya, mengambil dress pendek dibawah lutut berwarna biru polos tanpa lengan untuk ia kenakan. Selesai berpakaian dia menuju meja rias, memoleskan sedikit bedak untuk menutupi raut wajahnya yang sedikit sayu. Shena menatap dirinya di cermin, meskipun sudah ditutupi dengan riasan namun wajahnya tetap terlihat sayu. Ia menghembuskan nafas lelah.
Shena melirik jam di nakas samping tempat tidurnya, waktu menunjukkan pukul enam sore. Sebentar lagi kedua mertuanya tiba dirumah. Disusul kemudian Alfa akan pulang pukul tujuh malam sebelum makan malam dimulai.
Kring,,kring,, kring,,
Handphone Shena berbunyi, benda pipih persegi yang dibelikan Alfa dua bulan lalu terdengar suara panggilan telepon masuk. Dilihatnya nama suaminya yang tertera di kontak panggilan, segera Shena menggeser tombol hijau menjawab panggilan telepon.
"Halo,Mas."
"Sayang, malam ini Aku lembur, jangan tunggu ya, kamu tidur dulu," kata Alfardo di seberang telepon.
"Iya, Mas," jawab Shena.
"Mas,,," panggil sena sedikit ragu.
"Kenapa Sayang?" tanya Alfardo di seberang telpon.
"Ga, cuma mau pesan, jangan telat makan malam mas." ucap Shena lirih. Dia tidak jadi menanyakan perihal yang dilihatnya siang tadi.
"Iya sayang, Aku kembali kerja lagi." Alfardo mengakhiri sambungan teleponnya terlebih dahulu.
Shena masih terduduk di tempat tidurnya sambil memandangi handphone yang menampilkan layar gelap.
"Apa kamu benar lembur mas?" gumam Shena lirih. "Atau hanya alasanmu saja agar bisa berdua lebih lama dengan wanita tadi?" setetes air mata Shena terjatuh disertai isakan kecil, kemudian berubah menjadi tangis dan air mata yang terjatuh semakin deras. Hari ini, entah sudah berapa banyak air mata yang Shena keluarkan.
**
Malam ini, Shena terlihat tidak bersemangat. Saat makan malam dengan mertuanya pun Shena tidak banyak bicara seperti biasanya.
Selesai menyantap makan malam dan membereskan peralatan makan mereka, Shena duduk di ruang keluarga sambil menonton tv. Matanya menatap lurus kedepan, tapi pikirannya entah kemana. Hingga saat kedua mertuanya duduk di sebelahnya pun tidak ia sadari.
"Sayang,,,,, Nak,,,Shena," panggil Risma namun tidak ada jawaban. Pandangan Shena masih lurus kedepan.
"Sayang,,," Risma menepuk halus pundak Shena menyadarkan dia dari lamunannya.
"Ya,,,ya Bunda, ada apa?" Shena terbata dan sedikit tersenyum berharap mertuanya tidak menyadari bahwa dirinya sedang melamun.
"Kamu kenapa, ada masalah atau bertengkar sama Alfa?" tanya Risma.
"kamu dari tadi bunda panggil, ga jawab."

KAMU SEDANG MEMBACA
BADAI PERNIKAHAN (End)
RomanceJika takdir berkata kita tak bisa lagi bersama, maka aku berharap digariskan pada takdir yang indah. (Shena) *Keseluruhan isi cerita belum di edit.