Part 14

41.7K 1.9K 131
                                    

Sebelumnya aku minta maaf udah gantung cerita ini. Dunia nyata masih sibuk banget. Mau cuti pulang kampung, banyak banget yang harus di urus 😭. Sampai ga bisa konsen nulis part selanjutnya. 🙏🏻🙏🏻. Selamat membaca, maaf partnya pendek😭 lagi buntu ide😭 (pasrah, siap di demo reader)

****
Makan malam di kediaman Sarman telah usai. Shena masih sibuk membereskan dapur bersama Bunda Risma.

"Nak," Panggil Risma di sela kegiatan mereka.

"Iya, Bun."

"Kamu benar-benar tidak mau menerimanya kembali? Coba dipikirkan kembali, Nak. Bunda masih tetap berharap kamu jadi menantu disini."

"Shena sudah mengajukan gugatan, seorang pengacara bernama Roni sedang mengurus. Maaf tidak bisa mewujudkan harapan Bunda," ucapnya tak enak hati. Shena menatap wajah Bunda yang tampak sedih.

"Biarpun berpisah, Ayah dan Bunda tetap jadi orang tua Shena. Kalian yang selama ini memberi kehangatan keluarga saat Shena sendirian," ujarnya berkaca-kaca.

"Bunda minta maaf atas nama Alfa yang sudah melukai hatimu. Bunda gagal mendidiknya," Risma memeluk Shena sambil mengusap punggungnya.

"Bunda dan Ayah orang tua terbaik yang pernah Shena punya. Hanya saja memang jalannya aku dan mas Alfa berpisah," memandang Bunda dengan senyum menghias wajah.

***
Waktu terus berlalu, selama itu pula Alfa tak pernah menyerah berjuang untuk mendapatkan maaf. Namun tak membuahkan hasil. Pintu maaf seolah tertutup rapat untuknya.

Alfa menggenggam erat surat yang selesai ia baca. Semua akan segera berakhir. Apalagi yang bisa diperbuat untuk menyelamatkan pernikahannya. Haruskah ia memohon agar dibatalkan? Mungkin inilah harga yang harus dibayar oleh Alfa atas kebodohannya.

Penolakan di setiap kunjungannya, membuat ia frustasi. Menghela napas lelah. Ia tak mampu lagi.

Alfa mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Tak butuh waktu lama ia sudah sampai di pengadilan Agama. Hari ini persidangan terakhir perceraiannya.

Persidangan itu menakutkan. Tempat terlaknat yang seumur hidup ingin Shena hindari. Namun kenyataan membawanya kesini. Di 'meja hijau' dengan perasaan yang tak menentu. Ia tak pernah menyangka kalau perceraian akan terjadi padanya. Rumah tangganya akan berakhir.

Hari ini, hari di mana persidangan perceraian Shena dan Alfa. Palu telah diketuk oleh hakim ketua. Hari ini juga rumah tangganya selesai. Shena berdiri tegak di hadapan orang-orang yang datang.

Kini tak ada lagi kisah antara Shena dan Alfa, tak ada lagi suami istri, yang tinggal hanya luka. Shena menangis dalam hening.

Jalan ini yang akhirnya mereka pilih. Perpisahan entah keputusan yang terbaik atau malah menyakiti satu sama lain. Shena berharap kalau ini hanya mimpi, perceraian, perselingkuhan, tapi kenyataannya semua itu nyata.

"Terima kasih untuk delapan tahun kebersamaan kita, dua tahun terakhir kita arungi bahtera rumah tangga," Shena menjabat tangan Alfa yang berdiri di hadapannya. "Terima kasih atas cinta, kasih sayang dan sebuah kehangatan keluarga selama ini. Semoga kamu bahagia, Mas," ucap Shena lirih penuh tangis pilu.

Alfa terdiam, memandang lekat wajah Shena seolah ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka. "Kamu juga harus bahagia," ucapnya dengan senyum penuh kepedihan.

Shena menghampiri keberadaan Arini yang sudah menunggunya di depan pintu ruang persidangan bersama Raditya dan Roni.

Arini segera memeluk sahabatnya saat jarak mereka sudah dekat, "Ini hari terberat bagimu, tapi aku yakin kamu wanita kuat."

"Ayo pulang, aku lelah." Shena mengurai pelukan kemudian tersenyum memamerkan deretan giginya.

Roni pamit pulang terlebih dahulu. Raditya masih tetap memaksa ingin mengantar Shena dan Arini pulang. Namun ditolak oleh Shena. Alfa, hanya mampu memandang sendu dari kejauhan.

***
"Aku istirahat dulu, Ar. Panggil aku ketika makan malam tiba." Pesan Shena sebelum masuk ke kamarnya.

Arini mengangguk sebagai jawaban. Menatap sendu Punggung sahabatnya yang perlahan melangkah menuju kamar. Ia menghembuskan napas pelan. "Akan ada pelangi yang menghiasi harimu setelah ini." ucap Arini lirih.

Di Dalam kamar, Shena mengambil buku bersampul hitam miliknya. Ia tulisan kesedihannya hari ini.

~~~

Tiga belas Agustus, hari terberat. Namun aku dipaksa harus kuat. Ada sebuah perasaan yang tak akan pernah kau rasakan.

Kata cerai darimu yang aku harapkan dulu, nyatanya saat itu terlaksana, ada bagian dari diriku yang ikut hilang.

Betapa sakit, sedih, dan kecewa saat ini. Kau tusukkan belati kasat mata semakin dalam, sampai berujung pada perih baru yang tak pernah terjamah.

Apa kamu tahu sulitnya menjalani hidup dengan hati yang selalu memanggil-manggil namamu? Aku terlampau berharap padamu. Hingga sayang sekali cinta ini seolah membuatku buta oleh luka yang kau tancapkan.

~~~

Shena menyimpan kembali buku bersampul hitam ke dalam laci. Kemudian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Berharap kantuk akan segera datang dan membawanya ke alam mimpi.

Tok ... tok ... tok

Sayup-sayup Shena mendengar ketukan pintu disertai suara orang memanggil namanya. Ia mengerjapkan mata. Ketukan pintu semakin terdengar kasar. Shena membuka mata sepenuhnya, ia terbangun.

Sedangkan di balik pintu, Arini merasa sedikit cemas. "Ingatkan aku untuk membuat duplikat kunci seluruh pintu rumah ini besok." Gumamnya pelan sambil mendengus kasar.

Pintu terbuka dari dalam, Arini menghela napas lega sambil mengusap dada, "Aku khawatir dari tadi, kamu baik-baik saja?" Arini menatap iba sahabatnya.

Shena dengan wajah bangun tidurnya hanya meringis, "Hehehe ... ketiduran tadi, ga denger kamu ketuk pintu."

"Ayo makan. Ga usah mandi. Aku sudah lapar." Sungutnya. Arini beranjak terlebih dahulu melangkah menuju ruang makan, diikuti Shena dari belakang lalu menjajari Arini.

***
Kamar yang biasanya bersih rapi kini nampak berantakan. Semua benda di dalamnya rusak tak berbentuk. Sprei, bantal dan guling sudah berhambur di sudut ruangan. Bahkan lemari pakaian pun tak luput dari hantaman Alfa. Baju-baju dalam lemari sudah tidak berada pada tempatnya.

Alfa mengeluarkan amarah dalam dirinya yang tak terkendali. Amarahnya sampai pada titik puncak. Bagaimana tidak? Saat ia ingin memperbaiki diri dan memulai hidup baru dengan Shena, namun semuanya terlambat. Ketukan palu mengakhiri semuanya. Dapatkah ia menerima dengan lapang dada atau malah memicu kegilaan pada dirinya.

'Selamat menuju kematian, Alfa.' Batin Alfa. Ia menghalau air mata yang hampir meluruh. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Alfa meremas rambutnya keras. Ia tak tahu saat ini dirinya harus menangis atau tertawa. Ia berteriak mengeluarkan sesak di dadanya. Ia harus menenangkan diri, agar bisa berpikir jernih. Keluar kamar dengan langkah gontai, hingga berpapasan dengan bunda.

"Mau kemana, Alfa?" tanyanya dengan nada khawatir memperhatikan penampilan Alfa yang berantakan.

"Alfa keluar sebentar, Bun." Sahutnya. "Alfa butuh udara segar, agar pikiran alfa jernih." Alfa Berlalu pergi, tak ingin diinterogasi lebih banyak lagi oleh bunda.

Alfa mengendarai mobilnya menuju rumah Shena. Ia ingin melihat Shena. Andai bisa ingin rasanya ia memutar waktu. Kembali di masa dulu ketika mereka hidup bahagia berdua.

#Bersambung

Happy reading ya ☺️
Jangan lupa vote dan komentarnya. Terima kasih juga untuk reader yang masih setia nunggu lanjutan cerita amatiranku ini 🙈. Terima kasih juga untuk reader yang sudah memasukan ceritaku ke readinglist kalian 🙇‍♀️🙇‍♀️. Tanpa pembaca, penulis bukan apa-apa. Big hugs and kiss dariku 😘😘.

BADAI PERNIKAHAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang