Shena memberanikan diri mengangkat wajahnya begitu mendengar suara Alfa. Menatap lekat wajah suaminya yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya."Kamu tahu apa yang aku pikirkan mas, hebat." sinis Shena. "Bahkan aku sendiri tidak yakin apa yang sedang aku pikirkan mas."
"Bukan begitu sayang." Alfa mencoba memeluk tubuh istrinya. Namun Shena bergerak mundur. Isakan kecil keluar dari bibir Shena. Air mata kembali jatuh.
Alfa tetap melangkah maju untuk merengkuh tubuh istrinya, hingga ia berhasil mendekap tubuh Shena yang memberontak di pelukannya.
"Kamu jahat, Mas." lirih Shena membiarkan tubuhnya didekap Alfa.
"Kamu salah paham sayang, dia hanya rekan kerjaku tidak lebih." Alfa merenggangkan pelukan mereka. Kedua tangannya berada di bahu Shena. Isak tangis Shena masih terdengar memilukan di telinga Alfa. Bukan, bukan air mata di mata indah istrinya yang Alfa inginkan. Tapi kini, mata indah itu mengeluarkan air mata karena dirinya.
"Hubungan kerja yang seperti apa mas sehingga seorang wanita bisa memeluk lengan suami wanita lain dengan mesra!" teriak Shena meluapkan kekesalan yang sudah berusaha ia tahan dari tadi. Punggung tangan nya menghapus kasar air mata yang dari tadi tidak berhenti mengalir.
Alfa terdiam, dirinya terkejut dengan keberanian Shena yang entah di dapatnya dari mana. Yang di depannya saat ini seperti bukan istrinya. Shena yang biasanya lembut, Shena yang tak pernah membentak, Shena yang tidak akan berteriak meskipun dulu Alfa sering membuat kesalahan. Begitu dalamkah luka yang telah Alfa goreskan hingga merubah Shena.
"Kenapa diam mas?" ucap Shena sinis.
"Sampai kapan kamu mau membohongiku,kalau hari ini aku tidak melihatnya sendiri, apa selamanya kamu akan membohongiku, aku memang tidak pintar mas, tapi aku tidak bodoh sehingga tidak bisa membedakan mana rekan kerja, mana rekan mesra.""Sejak kapan mas, sejak kapan kamu mulai menghianati janji suci pernikahan kita?" tubuh Shena luruh bersimpuh di lantai kamarnya, kakinya gemetar lemas tidak kuat menopang tubuhnya, ia mencoba menahan air matanya agar tidak kembali terjatuh. Ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan Alfa.
"Maaf,,,maaf,,,maaf, Sayang." Alfa meminta maaf ikut bersimpuh di hadapan Shena.
Shena tidak menanggapi permintaan maaf suaminya. Hatinya masih sakit. Pria yang selama ini selalu ada disampingnya, yang selalu menghibur di saat dirinya terpuruk karena kehilangan kedua orang tuanya. Pria yang dulu selalu menghapus air matanya disaat orang lain menyakitinya. Kini pria itu juga menggoreskan luka di hatinya.
"Shena, maukah kau menikah denganku, menghabiskan sisa umur selamanya denganku?" tanya Alfa. "Aku tidak bisa menjanjikan hidup kita akan bergelimang harta, tapi aku bisa menjanjikan seluruh hatiku hanya untukmu. Hanya kamu satu wanita yang menyandang status istri dan ibu bagi anak-anakku." Alfa menggenggam kedua tangan Shena, malam itu mereka duduk di teras depan rumah Alfa. Bukan lamaran yang romantis memang, tapi sudah cukup meyakinkan Shena untuk menerima lamaran Alfa.
Shena mengingat kembali kenangan malam di mana Alfa melamarnya, janji Alfa lah yang membuatnya mengambil keputusan menerima ajakan menikah. Tapi kini, Alfa juga menyebabkan kesedihan yang amat dalam di hatinya.
"Siapa wanita itu, Mas?" tanya Shena lirih memecah keheningan diantara mereka yang bergelut dengan pikiran masing-masing.
"A...apa sayang?" Alfa tergagap.
"Siapa wanita yang juga menempati hatimu, siapa dia mas?" Shena mengulang pertanyaannya.
"Tidak, kamu salah sayang, kami hanya bersenang-senang tanpa melibatkan perasaan, dia tidak menempati hatiku, hanya kamu, satu-satunya yang ada disini," Alfa menunjuk dadanya meyakinkan Shena bahwa di hatinya hanya ada nama Shena.
"Jadi, sekarang kamu mengakuinya sebagai simpananmu, mas?" sinis Shena.
Alfa menjambak rambutnya frustasi. Dia salah bicara, jawabanya tadi secara tidak langsung memang sudah mengakui perselingkuhan nya. Tidak terpikirkan olehnya kalau Shena akan mengetahui perselingkuhan yang selama ini ia jalani bersama rekan kerja sekaligus teman masa kuliahnya, Rani. Yang ada di otaknya, Shena hanya di rumah jadi tidak akan memergoki dirinya saat jalan berdua dengan Rani.
Alfa mundur, duduk bersandar pada tepian ranjang, dia sudah lupa pada keinginan untuk segera membersihkan diri setelah seharian penuh berada di luaran.
"Dia, sahabat mas waktu kuliah dulu, sekarang bekerja di kantor yang sama dengan mas, lebih tepatnya enam bulan yang lalu. Awalnya, mas dan dia hanya pergi makan siang berdua, cerita masa kuliah dulu, hingga akhirnya empat bulan yang lalu kami menjalin hubungan. Mas menyesal, mas dibutakan kesenangan sesaat , maafkan mas, Sayang." Alfa menunduk menyesali apa yang telah diperbuat terhadap istrinya.
"Besok, kita periksa ke dokter kandungan bersama, Mas. Bunda yang minta." Shena menyampaikan pesan Bunda untuk Alfa, menghela nafas lirih berharap beban hatinya terangkat.
Waktu menunjukan pukul 12:30 am, ternyata pembicaraan mereka memakan waktu satu jam lebih.
"Bersihkan tubuhmu, Mas. kemudian istirahatlah. Pasti lelah seharian bekerja ditambah lembur pulang larut." ejek Shena tanpa menatap suaminya kemudian berlalu hendak keluar dari kamar mereka.
Alfa tidak merasa tersinggung atas ejekan istrinya, dia tahu, sekarang istrinya pasti sedang marah terhadap dirinya. Ia pantas mendapatkan wajah sinis dan ejekan dari istrinya. Alfa menatap punggung istrinya sendu.
"Kamu marah, kamu tidak tidur dikamar, kenapa keluar?" suara Alfa terdengar lirih menghentikan kaki Shena yang selangkah lagi sampai di depan pintu.
"Aku hanya ingin ke dapur mengambil minum, haus. Aku tidak marah, Mas. Lebih tepatnya aku kecewa, bukan padamu, tapi Kecewa pada diriku yang tidak bisa menjaga dengan baik suamiku sehingga dia bisa bersama dengan wanita lain saat masih berstatus suamiku." ucap Shena. "Pikirkan seandainya aku yang berkhianat pada janji suci kita apa yang akan kamu lakukan mas, maka tidak beda, itu juga mungkin yang akan aku lakukan sekarang." Ucap Shena datar tanpa menoleh ke belakang , kemudian berlalu meninggalkan Alfa di dalam kamar.
Pintu kamar tertutup rapat, menyisakan keheningan di dalam kamar. Alfa masih belum beranjak dari posisinya, menelungkupkan wajah diantara kedua kakinya. Bulir air mata tanpa Alfa sadari telah membasahi pipinya. Hanya tinggal penyesalan yang kini Alfa dapatkan dari kesenangan sesaatnya. Tanpa Alfa sadari saat dirinya merengkuh kenikmatan bersama orang ketiga, saat itulah Kebahagiaan rumah tangganya telah dipertaruhkan.
Alfa beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan Shena, saat keluar kamar, langsung menuju dapur. Duduk dengan melipat kedua tangan diatas meja, lalu menyembunyikan wajahnya. Berusaha menahan suara tangisnys agar tak terdengar oleh kedua mertuanya.
Besok setelah periksa kedokter, ia akan meminta izin pada mertua juga suami untuk menginap dirumah sahabatnya, Arini.

KAMU SEDANG MEMBACA
BADAI PERNIKAHAN (End)
RomanceJika takdir berkata kita tak bisa lagi bersama, maka aku berharap digariskan pada takdir yang indah. (Shena) *Keseluruhan isi cerita belum di edit.