Shena menulis di sebuah buku bersampul hitam, sebelum beranjak tidur. Buku itulah yang menjadi tempatnya mencurahkan segala isi hati yang tidak ingin ia sampaikan pada orang-orang yang menyayanginya.
~~~
Kamu tahu seperti apa rasanya saat kamu dikhianati seseorang yang spesial dalam hidupmu?Kamu tahu bagaimana rasanya?
Aku ... aku tahu bagaimana sakitnya saat semua itu terjadi.
Bagaimana aku bisa percaya lagi pada kesetiaan, padamu, pada seorang yang mengaku sebagai suamiku.
Bagaimana aku bisa mempercayainya kalau luka yang aku dapatkan itu karenamu.
Aku mungkin hanya butuh waktu, waktu untuk menghilangkan semua rasa.
Hingga aku tak akan merasakan luka untuk yang kedua kalinya.Karena aku percaya sepahit apapun yang aku rasakan sekarang, akan ada rasa manis di dalamnya.
~~~Malam telah berganti pagi. Silau cahaya matahari membangunkan Shena dari tidur nyenyaknya. Sebelum pergi menemui Alfa, Ia ingin berkunjung ke suatu tempat terlebih dahulu.
Dua tangkai bunga mawar putih telah ia bawa, kakinya terus melangkah melewati gundukan tanah. Melangkah masuk lebih dalam hingga ia berhenti tepat di depan dua gundukan tanah yang berdampingan, batu nisan bertuliskan Rusman Hadi dan Setyorini. Shena berjongkok di hadapan makam kedua orang tuanya.
"Ma, Pa, maaf Shena baru berkunjung lagi kesini," ucap Shena. Meletakkan bunga mawar setelah selesai membacakan doa untuk keduanya.
"Ma, Pa, kalian akan tetap mendukung apapun nanti keputusan Shena kan?"
"Andai Kalian masih ada, pasti bakalan ada yang Shena ajak berbagi cerita saat ini." Shena menghapus air matanya. "Shena sendirian sekarang."
"Kalau saja mengakhiri hidup di halalkan, Shena pasti lakukan sekarang bertemu Mama juga Papa. Tapi Shena ga berpikir sedangkal itu. Kalian pasti lebih bahagia kalau Shena berhasil melewati ujian ini, kan?" Shena berkata lirih sambil memukul dadanya yang terasa sesak.
"Mama dan Papa tenang saja di atas sana, mulai hari ini Shena bakal jadi wanita yang kuat. Shena pasti bisa bikin Mama Papa bangga punya anak seperti Shena," lirih Shena. "Shena pulang dulu Ma, Pa." Shena melangkah meninggalkan pemakaman.
Shena datang terlambat lima belas menit dari waktu yang telah dijanjikan. Alfa dan Rina sudah datang lebih dulu, keduanya terlihat saling mendiamkan.
"Maaf terlambat," ucap Shena begitu sampai di meja dengan senyum menghias wajahnya.
"Kenapa ga telpon aja biar Aku jemput," Alfa berkata lembut sambil membenarkan duduknya, sedangkan Rina tampak mencemooh.
Shena tersenyum membalas ucapan Alfa.
"Langsung saja, apa tujuan kamu mengajak bertemu?" Rina berkata sinis.
"Sejauh mana hubungan kalian di belakangku?"
"Kami sudah berhubungan layaknya suami istri, tidak perlu aku jelaskan lebih lanjut, kan? aku harap kamu segera menggugat cerai Mas Alfa biar kami bisa secepatnya menikah," Rina berkata penuh percaya diri.
"Kenapa Kamu begitu yakin Aku akan menggugat cerai suamiku?"
"Kamu ...," Rina geram atas apa yang Shena ucapkan.
"Aku ingin bertanya satu hal padamu Mas, sebelum Aku mengambil keputusan Aku mohon jawab dengan jujur."
Alfa memandang istrinya dengan tatapan bersalah, kemudian menundukkan kepala begitu melihat wajah sendu sang istri.
"Aku hanya memberimu kesempatan sekali Mas, karena rasanya tidak adil jika aku langsung meminta cerai tanpa memberi kesempatan," papar Shena.
"Karena aku menerimamu sepaket kekurangan dan kelebihanmu, saat ini kamu sedang memperlihatkan kekuranganmu dengan berselingkuh, aku bisa menerimanya," Shena tersenyum lembut menatap Alfa.
"Siapa yang kamu inginkan tetap bertahan disisimu, Mas?" suara Shena lembut namun terdengar tegas.
Suasana mendadak hening, ketiganya sibuk dengan pemikiran masing-masing.
"Kamu tidak bisa menjawab, Mas?" ujar Shena hampir menangis.
"A ... aku belum bisa memutuskan," jawab Alfa lirih.
"Kamu pasti memilihku, Mas. Kamu lebih mencintaiku daripada wanita ini," kata Rina sambil memandang Shena sinis.
"Apa benar, Mas? Apa kekuranganku? tolong beritahu, maka akan aku perbaiki," tanya Shena dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu tinggalkan Rina, pergi dari kota ini. Kita mulai dari awal lagi kamu mau, kan?" tanya Shena lembut memandang ke arah suaminya. Sedangkan Rina sudah mengepalkan tangan menahan emosinya.
Alfa masih tetap menunduk, menghela nafas kasar. Ia bingung, menggeram frustasi sambil mengacak rambutnya.
"Aku tidak bisa," jawab Alfa lirih tanpa memandang Shena.
Seketika Shena lemas mendengar jawaban Alfa. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Nyatanya ia memberi kesempatan pada Alfa namun ia ditolak. Sedangkan Rina tersenyum lebar mendengar jawaban Alfa.
"Bodohnya aku, aku pikir kamu akan menerima kesempatan yang aku berikan," ujar Shena dengan tangisan di wajahnya.
"Aku minta maaf ... mungkin aku sudah menyakitimu," ucap Alfa menyesal.
"Bukan mungkin, tapi nyata kamu benar-benar sudah menyakitiku."
"Selamat untuk kalian, semoga tidak ada penyesalan," Shena beranjak pergi. "Aku akan pergi dari kalian, untuk kamu Rina semoga kamu tidak merasakan yang hari ini aku alami."
Shena melepas cincin pernikahannya dan memberikan pada Alfa. "Aku tunggu surat cerai darimu, Mas. Jangan pernah temui aku lagi karena aku tidak mengenal dirimu, bagiku kamu orang asing."
Alfa dan Rina masih terdiam di tempatnya sejak kepergian Shena. Alfa? entah kenapa ia mulai ragu dengan keputusannya. Hatinya merasa sakit saat Shena melepas cincin pernikahan mereka. Menyesalkah?
Alfa beranjak hendak mengejar Shena namun sepasang tangan menggenggam erat tangannya, "Mau kemana?" tanya Rina dengan tatapan aneh.
"Aku minta maaf, Rin. Aku tidak bisa denganmu."
"Kamu pikir Shena akan memaafkanmu jika sekarang kamu berbalik mengejarnya, kamu sendiri yang sudah melepaskan kesempatan yang ia beri," ujar Rina menatap Alfa.
"Arghhh ...," teriak Alfa Menghempas kasar tangan Rina kemudian mengacak rambutnya frustasi.
Selesai, kini pernikahan Alfa dengan Shena akan berakhir karena kebodohan Alfa sendiri. Bagaimana Alfa harus menjelaskan kepada orang tuanya.
#Bersambung
Happy reading ya ...😘
Jangan lupa vote dan komennya biar kedepannya bisa lebih bagus lagi ceritannya. Terima kasih 🙏🏻🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
BADAI PERNIKAHAN (End)
RomansaJika takdir berkata kita tak bisa lagi bersama, maka aku berharap digariskan pada takdir yang indah. (Shena) *Keseluruhan isi cerita belum di edit.