"Apa semua nggak terlalu cepat untukmu? Kalian bertemu lagi setahun pun belum genap, Shena. Coba kamu pikir ulang!" Itulah yang Arini ucapkan ketika Shena menceritakan tentang lamaran Raditya hari ini.
Membuat Shena merenung dan berfikir. Maju ataukah mundur. Tetapi, jika ia mundur, bukan hanya Raditya yang tersakiti tetapi orang tuanya juga. Shena tak akan setega itu mengecewakan mereka yang sudah menerima ia apa adanya.
"Shena ...." Arini menggoyangkan tangan tepat di depan wajah Shena yang diam terpaku.
"Aku sudah mantap, Ar. Semoga Raditya memang yang terbaik untukku."
"Aku hanya tidak ingin kamu hancur untuk yang kedua kali. Apapun itu aku tetap mendukungmu asal itu yang terbaik. Lalu, apakah kamu akan memberitahu Alfa dan orang tuanya tentang rencana pernikahanmu?"
"Entahlah, Ar. Aku tidak ingin melihat wajah bersedih Bunda. Bagaimanapun beliau sudah seperti ibu sendiri untukku."
"Kamu masih mencintai Alfa?"
"Cinta? Rasa di hati ini sudah tidak ada, Ar. Aku hanya butuh waktu untuk melupakan kenangan yang ada."
"Yasudah kalau begitu. Beritahu Alfa tentang rencana pernikahanmu, agar ia tak lagi datang memohon untuk bersama lagi."
"Baiklah, akan aku katakan padanya. Sekarang tidurlah. Besok harus bekerja, bukan?"
"Siap, Ibunda Ratu!"
Suara tawa memenuhi ruang tamu rumah kontrakan mereka.
Shena masih terjaga. Matanya sulit terpejam. Seperti biasa, ia akan mengambil buku bersampul hitam miliknya. Lalu, menggoreskan aksara untuk mewakili isi hatinya.
**
Mereka bilang cinta adalah pengorbanan
Lalu, apakah harus mengorbankan hati tertoreh sembilu?Seluruh hati telah kuberikan padamu
Berharap manisnya madu yang kudapatkan. Namun, racun cinta yang kau berikan.Perlahan racun itu menyebar ke seluruh hatiku. Membiru, mati rasa, sulit untuk berdebar ketika berada di dekatmu.
Bohong bila cinta ini telah hilang untukmu. Hanya saja aku tidak bisa melupakan sakit yang kau berikan. Kembali padamu sama saja menyerahkan hati untuk kau remukkan. Aku tidak siap.
Maka ku akan merelakan dan mulai menata lagi hati dengan bantuan orang lain. Karena menatanya sendiri, aku takut takkan pernah usai.
Alfa, mulai saat ini, kau adalah kenangan. Sedangkan Raditya adalah masa depan. Semoga kita bisa saling mengikhlaskan agar masa lalu tak menghalangi masa depan.
**
Ia simpan kembali buku miliknya. Berharap esok ceria kan menyapa hari-harinya."Semangat, Shena!" monolognya menyemangati diri sendiri.
***
Suara gaduh membangunkan Shena dari tidur nyenyaknya. Ia berjalan keluar kamar menuju asal suara.
"Ada apa sih, Ar? Pagi-pagi sudah bikin keributan!"
"Nih, M-A-N-T-AN suamimu yang nggak tahu diri pagi-pagi sudah bertamu ke rumah orang. Ganggu aja!" Arini berucap dengan gigi gemeretak menahan amarah.
Shena menoleh keluar, tepat di depan pintu berdiri Alfa yang sudah berpakaian rapi.
"Ngapain kamu pagi-pagi sudah datang, Mas?" tanya Shena heran.
"Mau ngajak kamu sarapan bareng di luar," jawab Alfa mantap dengan senyum mengembang.
"Nggak usah sok perhatian deh! Kemarin-kemarin kemana?" ucap Arini sinis.
"Ar ...!" tegur Shena.
"Yaudah belain aja terus!" Arini melangkah menjauh masuk ke dalam rumah.
Shena menghela nafas kasar.
"Maaf, Mas. Aku nggak bisa pergi denganmu. Shena harap Mas Alfa jangan datang lagi ke sini.""Kenapa? Apa karena datang terlalu pagi?" tanya Alfa gelisah.
"Bukan karena itu, Mas. Aku ingin membuka lembaran baru bersama Raditya. Shena harap Mas jangan datang lagi!"
"Kamu mau menikah dengan Raditya?" ucap Alfa lesu.
"Iya! Sekarang pulanglah, Mas. Jangan datang lagi. Semoga kita bisa bahagia dengan kehidupan masing-masing."
"Baiklah, aku pergi sekarang. Tetapi perlu kamu ingat Shena, selama akad belum terucap berarti aku masih memiliki waktu untuk merebutmu darinya!" Alfa melangkah pergi setelah selesai berkata kepada Shena.
Shena menatap punggung Alfa yang semakin menjauh. "Aku berdoa semoga ini yang terbaik untuk masa depan kita, Mas. Hingga saatnya nanti kita sama-sama bisa mengikhlaskan." Shena berucap dalam hati.
"Sudah pergi tuh manusia nggak tahu malu?" Suara Arini mengalihkan pandangan Shena.
"Kamu bisa lihat sendiri, kan? Namanya Alfa, Ar kalau kamu nggak lupa?"
"Belain aja terus. Udah bikin kamu kaya gini juga masih aja dibaikin." Gerutu Arini.
"Setiap manusia pasti pernah berbuat salah, Ar. Lalu bukan berarti kita berhak menghakimi. Aku bukannya membela Mas Alfa, tetapi aku mengingatkan sahabat terbaikku agar hatinya selalu berprasangka baik. Mengerti?"
"Iya, iya, siap, Bu!"
Shena dan Arini saling berpandangan kemudian berpelukan.
**
Alfa masih asyik dengan pikirannya sendiri. Bayang-bayang senyum dan tawa ceria Shena mengusiknya. Sekarang ia merasa tak rela jika pria lain yang berada di samping Shena.
Alfa mengusap wajah kesal. Kata-kata Shena masih terngiang di telinganya.
"Ya Allah, jahat banget aku sudah menyakiti hati Shena," batinnya.
"Beri aku kesempatan sekali lagi, maka aku takkan menyia-nyiakanmu!" Alfa berbicara dengan foto Shena yang menjadi Wallpaper di HPnya.
Alfa yang masih berkutat dengan pemikirannya sendiri, hingga tak menyadari jika Bunda sudah berdiri di dekatnya.
"Apa yang baru saja kamu perbuat, Al? Kenapa wajahmu bisa kusut begini?" Bunda Risma menatap wajah anaknya lekat-lekat.
"Shena, Bun ...."
"Ada apa dengan Shena? Dia baik-baik saja, kan? Jawab Alfa, jangan bikin Bunda khawatir!"
"Shena baik-baik saja. Bunda tidak perlu khawatir. Hanya saja ... dia akan menikah dengan lelaki lain," ucap Alfa lesu.
"Bunda senang kalau Shena menemukan kebahagiaan lain. Seharusnya kamu juga bahagia dia menikah lagi."
"Bagaimana Alfa bisa turut bahagia atas pernikahannya! Sedangkan aku masih berharap Shena kembali lagi."
"Kalau kamu yakin nggak akan menyakiti hatinya lagi, ya berjuang! Bunda juga senang kalau Shena jadi bagian dari keluarga ini."
Senyum Alfa mengembang ketika mendengar pernyataan Bundanya. Seolah mendapat kekuatan baru untuk tetap memperjuangkan Shena hingga titik akhir.
**
"Ya Allah, Shena. Apa sih yang ada di otakmu itu? Kamu masih waras, kan?" Pekik Arini ketika Shena mengatakan ingin pergi saja dari tempat tinggalnya sekarang.
Dia, ingin memulai hidup baru tanpa bayang-bayang masa lalu.
"Aku waras, Ar. Bahkan lebih sehat dari biasanya."
"Tetapi nggak harus pergi juga dari sini! Kamu tega mau ninggalin aku sendiri? Aku nggak setuju dengan rencanamu!"
"Ini yang terbaik, Ar. Aku yakin, jika masih tetap di sini, Mas Alfa tidak akan menyerah untuk bertemu denganku."
"Kalau alasanmu pergi karena si curut Alfa itu, aku bisa buat dia kapok ketemu kamu. Jadi, kamu nggak harus menghindar!"
"Pokoknya, aku tetap nggak izinin kamu! Atau kamu memang udah nggak nyaman tinggal sama aku? Makanya mau pergi jauh. Aku mohon, jangan pergi, ya?"
Arini memandang penuh permohonan ke arah Shena.

KAMU SEDANG MEMBACA
BADAI PERNIKAHAN (End)
Roman d'amourJika takdir berkata kita tak bisa lagi bersama, maka aku berharap digariskan pada takdir yang indah. (Shena) *Keseluruhan isi cerita belum di edit.