Part 7

50.1K 2.2K 71
                                    

Beban yang selama ini menghimpit hati dan pikiran Shena akhirnya berkurang. Tak ada yang lebih membahagiakan dan rasa syukur yang mendalam saat ia dinyatakan sehat ada kemungkinan untuk hamil. Hanya menunggu waktu yang tepat dari Tuhan. Ia percaya akan ada kebahagiaan dibalik kesedihan yang diterima.

Saat di rumah sakit tadi, Shena tidak ingin diantar oleh Alfa menuju ke rumah Arini. Namun Alfa terus memaksa, akhirnya Shena menyerah. Dan disinilah ia sekarang di dalam mobil yang dikendarai Alfa, suasana terasa mencekam yang ada hanya keheningan. Shena menyandarkan kepala di jendela pintu mobil dengan pandangan lurus ke samping. Sedangkan Alfa pandangannya fokus kedepan sesekali melirik ke arah istrinya tanpa berani memulai pembicaraan terlebih dahulu.

Perjalanan dari rumah sakit menuju rumah Arini memakan waktu satu jam lebih. Akhirnya mereka sampai di kediaman Arini. Rumah yang penuh kenangan bagi Shena. Ya, rumah yang ditempati Arini adalah rumah kontrakan yang dulu ditinggali oleh Arini dan orang tuanya sebelum keduanya meninggal.

Setelah Shena keluar dari mobil, disusul kemudian Alfa turun. Mereka menuju ke depan pintu rumah yang tertutup.

"Terima kasih Mas."

"Tidak perlu berterima kasih, aku suamimu sudah jadi kewajibanku mengantarkan dan memastikan kamu selamat sampai tujuan," ucap Alfa panjang lebar sambil tersenyum hangat, berharap Shena mau membalas senyumannya. Namun Shena sama sekali tidak memperdulikannya. Mendengar kata suami yang Alfa ucapkan, dada Shena terasa sakit dan menyesakkan.

"Kamu bisa pulang sekarang mas, nanti biar aku yang bilang ke Ayah juga Bunda lewat telpon kalau aku menginap disini," Shena mengusir halus suaminya.

"Apa boleh mas masuk sebentar untuk menyapa Arini?" tanya Alfa.

"Tidak perlu mas, nanti aku sampaikan salam dari mas dan juga bilang mas buru-buru berangkat kerja jadi tidak bisa mampir. Silahkan mas pulang sekarang." ucap Shena datar tanpa memandang suaminya.

"Baiklah mas pulang, kalau ada apa-apa hubungi mas." Alfa melangkah maju ingin mencium kening Shena. Namun Shena bergerak menjauh tidak ingin dicium oleh suaminya.

Alfa menghembuskan nafas lelah, melangkah gontai kearah mobilnya. Hatinya bergejolak, Shena belum bisa memaafkannya. Ada terbesit rasa takut di hati Alfa, takut kalau Shena akan mengambil keputusan berpisah dengan nya. Ia akan berbicara dengan istrinya tapi bukan sekarang, saat ini ia tahu Shena butuh waktu untuk mendinginkan amarahnya. Jadi nanti disaat yang tepat Alfa akan mengajak Shena berbicara.

Setelah mobil Alfa meninggalkan pelataran rumah Arini, Shena mengetuk pintu berharap Sahabatnya berada dirumah. Shena mengetuk pintu beberapa kali namun hasilnya nihil, pintu tak kunjung dibuka oleh pemiliknya. Mungkin sahabatnya masih bekerja. Ia melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul empat sore.

"Masih tiga jam lagi Arini baru pulang dari kerja," batin Shena. "Aku tinggal tidur dulu di kursi panjang ini saja sambil menunggunya pulang," gumam Shena lirih untuk dirinya sendiri. Shena merebahkan tubuhnya di kursi panjang yang ada di teras rumah Arini, berusaha memejamkan matanya yang terasa lelah. Tak lama kemudian akhirnya Shena tertidur.

Hari sudah berubah menjadi gelap. Malam pun telah tiba, namun Shena masih terlelap di alam bawah sadarnya. Samar-samar terdengar suara orang berbincang, semakin lama semakin terdengar jelas suaranya.

Arini mengerutkan kening begitu tiba di teras rumahnya, ia melihat seperti ada sosok yang sedang meringkuk di kursi panjang teras rumahnya. Ia dan Dewo saling beradu pandang, karena suasana teras yang gelap jadi tidak terlihat jelas siapa yang tertidur di teras rumah Arini.

Arini bersembunyi di belakang tubuh Dewo, mendorong dengan pelan tubuh tegap Dewo agar melangkah kedepan.

"Astaga... Shena." Seru Arini terkejut begitu sampai di dekat kursi. Arini segera menepuk pundak Shena agar ia terbangun, dan berhasil Shena menggeliat kecil kemudian pelan-pelan mengerjapkan matanya hingga terbuka lebar.

"Arini, kamu sudah pulang." ucap Shena dengan suara serak bangun dari tidurnya.

"Sejak kapan kamu tidur disini, Astaga Shena bagaimana kalau pas kamu tidur lelap kemudian ada yang menculik, apa yang harus aku katakan kepada suamimu?" ujar Arini sedikit kesal dan menggeram.

Shena tersenyum lebar menunjukan deretan gigi-giginya menanggapi kekesalan Arini.

Arini mendengus kesal melupakan jawaban dari semua pertanyaannya, ia melangkah meninggalkan Shena untuk membuka pintu rumah. Arini masuk kemudian menghidupkan seluruh lampu. Sedangkan diluar Shena masih bersama Dewo.

Dewo, laki-laki dengan tubuh tegap dihadapan Shena saat ini adalah sahabat dan juga tetangganya di rumah ini. Dewo adalah salah satu sahabat terbaik yang selalu mendukungnya dulu selain Arini. Namun semenjak Shena menikah, ia tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Dewo.

**

Kini Shena dan Arini sedang duduk di sofa depan tv di ruang tamu dengan setoples keripik pisang buatan Arini. Sebelumnya mereka sudah mandi dan makan malam, sedangkan Dewo setelah mengobrol sebentar dengan Shena ia pamit pulang.

Hanya suara remahan keripik dari bibir mereka berdua dan suara tv yang terdengar saat ini. Mereka berdua sama-sama diam tak bicara. Arini sedikit curiga dengan sahabatnya, pasalnya begitu dewo pulang Shena tampak lebih banyak diam dan murung, dan lagi sekarang sudah pukul 10:30 malam tapi Arini tak melihat batang hidung Alfa datang menemui istrinya.

"Masih ga mau cerita?" Arini memandang lekat sahabatnya. "Aku tahu ada yang tidak beres dengan dirimu, Shena yang aku kenal bukan pendiam seperti sekarang ini."

Shena masih tetap diam enggan menanggapi sahabatnya.

"Aaaaaahhh....." teriak Arini tiba-tiba. "Aku ingat sekarang, tadi kamu pergi ke dokter bagaimana hasilnya, apa karena ini jadi bikin kamu diem aja dari tadi?"

"Hasilnya bagus, aku dan mas Alfa dinyatakan sehat," ucap Shena lesu.

"Lalu, ada masalah lain?" tanya Arini. Tanpa kata Shena memeluk Arini dan menangis.

"Sssssttttt...menangislah sepuasnya tapi setelah ini kamu harus cerita ke aku," Arini mengelus lengan sahabatnya memberi ketenangan. Suara tangis Shena sungguh terdengar memilukan bagi siapa saja yang mendengar. Tanpa disadari Arini pun meneteskan air mata padahal ia saja belum tahu apa penyebab sahabatnya menangis pilu.

Shena melepas pelukan mereka, Shena berhenti menangis namun sesekali masih terdengar sesenggukan.

"Mas Alfa selingkuh Ar, wanita yang kita lihat waktu itu adalah selingkuhanya. Mereka sudah menjalin hubungan selama empat bulan." ucap Shena lirih menahan rasa kecewanya. "Aku mesti gimana Ar?"

"Dasar laki-laki kurang ajar si Alfa, lihat saja kalau ketemu bakalan aku tendang anunya." Geram Arini marah sambil mengepalkan tangannya. "Sekarang lebih baik kamu istirahat dulu, besok baru kita bicarakan lagi setelah pikiran kita jernih, oke. Karena disaat amarah menyelimuti seperti sekarang ini segala keputusan yang diambil pasti akan disesali kemudian hari."

Arini membimbing Shena menuju kamar, di perjalanan handphone Shena di dalam kantong baju tidur Arini yang Shena kenakan berbunyi. Tangan Shena merogoh mengambil handphonenya, di layar tertera nama Alfa. Shena hanya memandangi layar handphone enggan menjawab panggilan tersebut, setelah layar berubah gelap ia menekan tombol off untuk menonaktifkan agar Alfa tidak bisa menghubunginya lagi. Ia benar-benar butuh ketenangan saat ini. Karena saat ini ketika melihat wajah suaminya yang ada dipikirannya adalah hal-hal buruk. Tentang apa saja yang selama ini Alfa dan selingkuhannya lakukan di belakang Shena. Shena takut, ia tidak bisa menjaga emosinya saat di dekat Alfa sehingga mengeluarkan makian kasar yang mungkin akan di sesalinya nanti.

Shena juga memikirkan mertuanya, tadi dia belum sempat berpamitan untuk menginap disini. Menghela nafas lelah, "hhh,, biarkan Alfa yang memberi alasan kepada mereka tentang ketidakhadiran dirinya dirumah," batin Shena.

"Yuk tidur, biarin aja si kupret Alfa kelabakan tidak bisa hubungin kamu." gerutu Arini sambil melangkah menuju kamar bersama Shena.

Untuk sejenak Shena benar-benar butuh istirahat, mendinginkan pikirannya untuk mengambil keputusan langkah apa selanjutnya yang akan ia ambil.

#Bersambung...
Happy reading ya...
Janggan lupa pencet bintang dan komentarnya 🙇‍♀️😘

BADAI PERNIKAHAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang