--36. Perpisahan

22.6K 1.1K 18
                                    

''Renand-Jiwan-Hutama.'' Senyum  wanita di depannya  mengembang setelah menyebut nama Renand dengan nada rendah. ''Kamu kesini mencari Senna dan anak kamu?''

''Dimana mereka?!!'' Tanya Renand yang geram.

Meskipun wajah Paramitha begitu terlihat meremehkan, tapi Renand tidak mau terintimidasi olehnya. Kekuasaan wanita tua itu tidak membuatnya pongah untuk mendapatkan Senna kembali, meski ia yakin wanita itu tidak akan mempermudahnya.

''Sepertinya kali ini kamu tidak akan bisa  membawa Senna pergi dari sini.''

''Saya yang lebih pantas berkata seperti itu untuk tante! Apa tante tidak ada ide lain selain menculik mereka? Saya kira tante lebih kejam daripada itu. tapi ternyata orang seperti tante juga mengandalkan ide mainstream seperti ini untuk mendapatkan Senna.'' Ujar Renand mecemooh.

''Penilaian kamu bukanlah prioritas tante. Bukankah kamu kesini untuk mencoba membawa Senna kembali? Lebih baik gunakan waktu kamu yang sempit itu untuk membujuk Senna. Itu-pun kalau dia masih mau kembali.'' Senyum yang sinis dia keluarkan, lalu melewati Renand untuk turun begitu saja. Tanpa menunggu lagi untuk berpikir tentang maksud wanita itu, Renand berlari menaiki tangga untuk mencari keberadaan Senna. Harusnya ia tadi mendorong tubuh wanita tua itu dulu agar melegakan hatinya.

Renand berteriak memanggil nama Senna, lantai dua rumah ini juga begitu besar. Ada beberapa pintu yang sudah Renand buka tapi tidak menemukan Senna dan Desmond. Menuju sisi kanan, Renand menemukan pintu kayu besar dan langsung membukanya.

Dan betapa bahagia dirinya saat melihat Senna yang terduduk menghadap jendela membelakangi dirinya. Sinar matahari sore menerpa wajah Senna, perlahan Renand mendekat,

''Senna.'' Panggilnya.

Wanita itu menoleh dan menampilkan senyum tipisnya. ''Kau datang?''

Perasaan khawatir yang ia rasakan tadi menguap begitu melihat Senna yang terlihat baik-baik saja. Tidak ada luka atau tangisan ketakutan dari diri Senna. Namun wajah pucat Senna, dan tatapan matanya tidak memancarkan kesenangan saat melihat kedatangannya, tidak cukup membuat Renand lega.

''Iya. Kau tau aku hampir saja kehilangan detak jantungku saat sepupumu bilang kalau kalian di culik?''  Renand menghambur dan menarik Senna berdiri demi mempermudah dirinya memeluk tubuh wanita itu. ''Aku sangat khawatir.''

Renand membiarkan Senna duduk kembali dan ia sendiri bertumpu dengan satu lutut di depan Senna. Mengusap lembut pipi pucat itu, mencari sekiranya ada luka di setiap bagian tubuh Senna, tapi ia tidak menemukannya. Ia bersyukur Senna tidak di sekap di gudang, seperti pikirannya beberapa jam belakangan. Ruangan ini merupakan sebuah kamar yang besar dan nampak lenggang layaknya kamar hotel.

''Apa Glen baik-baik saja?'' Tanya wanita pelan dengan kentara terdengar sangat khawatir.

''Dia sepertinya baru bangun dari pingsannya, wajahnya babak belur saat menemuiku, kakinya juga terlihat pincang. Kau harus melihatnya sendiri. Tidak seharusnya kita berlama-lama di tempat ini. Dimana Desmond?'' Mata Renand menelusuri setiap sudut kamar itu, untuk mendapati sosok anaknya, namun ia tidak menemukannya.

Renand tidak mendapat jawaban. Senna membisu tapi air matanya mulai menggenang dan akhirnya terjatuh membasahi pipinya. Ia ingin menarik tangan Senna untuk keluar dari rumah ini, membuang waktu bukanlah hal wajar di saat seperti ini. Tapi untuk mengetahui keberadaan Desmond juga penting.

''Senna?'' Renand membawa tubuh Senna ke pelukannya kembali, berusaha menjadi penenang bagi wanita itu meskipun dirinya sendiri merasakan takut. ''Ayo pulang. Kau bahagia karena melihatku datang dengan cepat? Aku sudah disini, jangan menangis.''

YOUNG FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang