''Kenapa kau menaruh bunga pemberian Renand disitu?'' Senna tidak menyangka sepupunya akan kekanakan seperti ini.
''Bunga itu memerlukan wadah dan sedikit air. Saat aku melihat benda itu dan berpikir kalau tempat itu cocok.'' Glen terkekeh.
''Kau nanti akan merasakan hal yang sama! Perempuan yang akan kau berikan bunga akan menaruh pemberianmu di tempat yang sama juga atau yang lebih mudah, dia akan membuangnya di depan matamu!'' Itu kutukan dari Senna.
''Siapa yang kau bicarakan?!'' Gumam Glen bosan. ''Lagipula kau suka di beri bunga oleh si berengsek itu?'' Tanyanya dengan mata memicing.
''Itu bunga pertama yang aku dapatkan dari seseorang..'' pandangan Senna menerawang. Kenapa harus Renand pula yang memberikannya?!
''Bajingan sebelumnya tidak pernah melakukannya?'' Pertanyaan Glen terdengar meledek.
Senna menggeleng polos. Ia baru menyadari juga, kenal dengan Green selama hampir lima tahun, pria itu tidak pernah memberikan kejutan atau hal-hal kecil seperti bunga dan semacamnya. Senna juga tidak mengeluh atau protes, ia bukan tipe perempuan yang berharap mendapatkan hal seperti itu hanya saja dia baru sadar.
''Aku juga bukan laki-laki yang suka melakukan hal remeh seperti membelikan wanita bunga atau coklat. Aku laki-laki yang suka melihat usaha perempuan agar bisa mencuri perhatianku.''
Senna terbahak. ''Sepertinya mantanmu tidur dengan Renand hanya agar membuat kau cemburu.'' Perkataannya itu membuat rambutnya di acak dengan keras oleh Glen. ''Kau! berani menyentuh rambutku lagi, bersiaplah kehilangan isi dompetmu!'' Senna mencebik kesal.
Mungkin dengan ancamannya itu, Glen menjadi mengelus rambut Senna dengan lembut. Senna mendongak dan melihat Glen menatapnya dengan lembut.
''Kau tidak mau pulang?''
Senna terkejut sejenak lalu menggeleng dengan senyuman. ''Aku tidak mungkin pulang tanpa di suruh.'' Ucapnya pelan.
Senna merasakan hembusan napas Glen. ''Bagaimana jika ke rumah kakek dan nenek? Kita bisa liburan beberapa hari disana. Nenek dan kakek pasti sangat merindukan kita.'' Glen masih berbicara dengan lembut.
''Maksudmu hanya merindukan aku? Mustahil mereka merindukanmu.'' Senna tersenyum mengejek. ''Tapi mana mungkin aku bisa kesana, kau tahu sendiri pekerjaanku sekarang.''
''Culik saja si Demon.''
''Namanya Desmond.'' Senna terkikik.
''Saat dia besar nanti, anak itu akan ketakutan jika menyebut namanya sendiri.'' Glen menggeleng dramatis.
Pikiran Senna kembali menjauh. Pulang ke rumah bukanlah sesuatu yang di wajibkan untuk dirinya. Ia hanya akan pulang jika di suruh. Dan ia sadar diri dirinya siapa. Seorang anak angkat yang harus berterimakasih kepada keluarganya karena sudah mau mengurusnya dalam hal materi walau mereka tidak terlalu melimpahkan kasih sayang. Hanya kakek, nenek dan keluarga Glen lah yang memberikan dirinya senyuman dan pelukan hangat.
Dia tidak di perlakukan seperti anak tiri, hanya di anggap orang asing yang harus di biayai. Uang akan mengalir setiap bulan ke rekeningnya tanpa diminta. Senna sendiri masih tidak mengerti dengan perlakuan mereka. Keluarga itu sudah mempunyai anak tapi masih mau mengadopsinya, sesuatu yang belum Senna dapatkan kejelasan ceritanya.
Makanya ia lebih memilih tinggal sendirian walau tidak di usir dari rumah itu, tapi kakek dan neneknya menyarankan dirinya agar ia tinggal sendiri dengan alasan mandiri. Senna yakin bukan itu alasannya. Senna pernah mendengar ayah angkatnya menerima telpon dan terdengar gelisah saat menyebut namanya. Sampai sekarang Senna tidak mau mengetahui hal apa di balik itu. Hidupnya sekarang sudah di katakan layak, ia takut hal di balik kegelisahan ayahnya itu bisa membuat dirinya sendiri masuk ke dalam kesakitan. Kadang, kenyataan yang rumit lebih baik ditutupi bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG FATHER
Ficción GeneralRenand memiliki segalanya, wajah tampan dan berasal dari keluarga terpandang, membuatnya bisa menikmati hidup tanpa harus merasakan penderitaan. Mendapatkan wanita cantik hanya bermodalkan kedipan mata, mengganti mobil sesuai tanggal setiap harinya...