Wonwoo mempercepat langkahnya untuk menuruni tangga dan bergabung dengan sang ibu serta Yebin yang masih mengobrol di ruang tamu, sebelum tapak tangan besar Mingyu kembali menarik lengannya dengan kencang. Ia berhenti, mengatur napasnya dan menatap lekat-lekat ke manik mata kelam milik Mingyu yang selalu membuatnya tenggelam dalam samudra tak berdasar itu.
"Apalagi, Gyuie?" Nada bicara Wonwoo melemah, membiarkan Mingyu bertindak sesuka hati dan mengendalikan pembicaraan mereka.
"Jelaskan padaku sayang, apa maksudmu tentang kekasih baru yang tadi kau bicarakan?" Mingyu melonggarkan cengkeraman kasar tangannya, beralih mengusap lembut lengan kurus yang selalu ia gamit sepanjang hidupnya.
"Aku ... Aku melihatmu berjalan ke arah perpustakaan dengan seorang wanita yang tidak kukenal." Wonwoo menunduk, memainkan ujung kemeka yang dipakai Mingyu.
"Jangan terlalu banyak berspekulasi Kim Wonwoo. Aku belum menjelaskan padamu. Nanti malam akan aku ceritakan sambil kita berpelukan. Bagaimana? Sekarang kau temuilah Yebin. Suruh ia pulang, anak perempuan tak baik berada di rumah anak laki-laki sampai malam. Satu hal lagi, hubungi dan ingatkan aku jika tak kunjung menjemputmu. Jangan membuat susah orang lain. Aku selalu ada untukmu, ingat 'kan?" Pemuda tinggi itu membawa Wonwoo dengan perlahan ke dalam dekapannya, mengecupi puncak kepala dengan rema hitam pekat yang selalu menjadi kesukaan Mingyu. Mengabaikan semesta bahwa jalan yang mereka tempuh sungguh penuh dengan murka Tuhan. "Aku mencintaimu, Wonwoo."
Sebuah gerak anggukan ia rasakan sedang menggelitik dadanya yang berdentum-dentum tidak karuan. "Aku juga mencintaimu, Gyuie. Aku menemui ibu dulu ya, kau mandilah. Aku ingin memelukmu semalaman."
~~~
Yebin hanya tersenyum sepanjang obrolannya dengan Kyungsoo. Perangai Kyungsoo yang lembut dan keibuan membuat Yebin sangat nyaman berlama-lama di rumah keluarga Kim. Perempuan mana yang dapat melewatkan pandangan dari kedua putra kembar penuh kilau keluarga itu. Kim Mingyu sang pangeran kampus yang namanya tercatat di berbagai bidang prestasi dan Kim Wonwoo yang diam-diam namanya tercatat sebagai peringkat satu indeks prestasi se-universitas. Bukan berarti otak encer mereka ditutup oleh penampilan nerdy dan culun, karena apabila berbicara perihal wajah, ketampanan putra keluarga Kim tak bisa dipandang sebelah mata.
"Ibu, berhentilah menahan Yebin terlalu lama. Bagaimana kalau bibi Seulgi mengkhawatirkan putri cantiknya?" Wonwoo mendekat dan bergabung dengan sang ibu serta Yebin di ruang tamu.
"Aigoo ... Putra ibu sudah bisa melihat perempuan cantik ternyata. Yebin-ah, kau dengar 'kan? Wonwoo-oppa memanggilmu putri cantik." Kyungsoo kembali terkekeh dan menggoda kedua anak muda itu.
"Ya, ya, baiklah oppa. Aku tahu, kau memintaku pulang karena ingin menyelesaikan level game-mu 'kan?" Yebin mencebik, membuat Wonwoo gemas dan mengusak dengan pelan rema cokelat muda milik perempuan yang sudah ia anggap adik itu. Jangan tanya detak jantung Yebin saat ini, rasa-rasanya kalau tak terhalang tulang rusuk, jantung Yebin sudah melompat keluar saking kencang detaknya. "Baiklah bibi, aku pamit pulang ya. Kalau ada waktu, main-mainlah ke rumah. Ibuku pasti senang." Kyungsoo memeluk Yebin dan mencium kening anak perempuan itu, ia semakin yakin jika Yebin pantas menjadi bagian dari keluarga Kim.
Kyungsoo dan Wonwoo mengantarkan Yebin hingga ke mobil. Gadis itu mulai memacu mobilnya perlahan sambil melambaikan tangan ke arah pemuda pujaan hatinya yang berdiri tepat di samping seorang perempuan cantik paruh baya, sebut saja calon ibu mertuanya. Seketika pipi Yebin menggambarkan semburat merah muda yang menambah cantik ketika ia mengingat kalimat Kyungsoo bahwa ia pantas bersanding dengan Wonwoo. Gadis muda itu sama sekali tak menyangka bahwa akan mendapatkan perhatian baik dari Kyungsoo saat pertama kali bertemu, lantaran ia memang merasa tak yakin dari awal bahwa Wonwoo menaruh rasa padanya. Tetapi Wonwoo tetap saja Wonwoo yang selalu baik pada setiap orang.
~~~
"Sayang, mau ke mana?" Kyungsoo kembali mendudukkan dirinya di depan televisi untuk melanjutkan kegiatan menonton drama setiap jumat malam.
"Kembali ke kamar, bu. Ada apa?" Wonwoo telah naik beberapa anak tangga sebelum suara Kyungsoo menghentikannya.
"Sini duduk, temani ibu menunggu ayahmu pulang." Dengan berat hati ia kembali menurunkan anak tangga dan duduk di samping wanita kesayangannya, padahal raga dan nyawanya sudah ingin bergelung nyaman di pelukan Mingyu. "Kau dekat dengan Yebin di kampus? Sejauh apa hubunganmu, Nak?"
"Biasa saja. Yebin, adik kelas yang baik. Ia selalu menemaniku jika putra tampan ibu yang bernama Kim Mingyu terlambat menjemput." Wonwoo mengetukkan jari telunjuk ke dagu putihnya yang runcing, mencoba berpikir seperti apa bentuk hubungannya dengan Yebin.
"Wonwoo-ya, apa sebaiknya kita memberitahu Mingyu perihal sakitmu? Ibu hanya khawatir." Kepala pemuda manis itu dengan cepat menggeleng, tetap bersikeras mencegah sang ibu untuk memberitahu saudara kembarnya. "Kenapa tak mau memberitahu Mingyu? Bukankah akan lebih tenang jika ia semakin menjagamu?" Kyungsoo kembali berucap penuh harap.
Embusan napas panjang terdengar dari hidung bangir milik Wonwoo. Ia memainkan ujung piyama satinnya yang berwarna lembayung muda, kesiapan tentu saja menjadi faktor utama yang harus ia perhatikan jika ingin memutuskan untuk memberitahu saudara kembarnya itu perihal sakit yang dideritanya. Jika ditanya sebuah alasan, sebenarnya alibi Wonwoo hanya itu-itu saja. Ia tidak mau Mingyu menjadikannya tolok ukur dan poros dalam kehidupan, sebagai dua manusia yang selama sembilan bulan berbagi udara bahkan berbagi tempat yang sama dalam satu rimba ambiotik, Wonwoo sangat tahu sifat saudara kembarnya itu.
Dalam keadaan baik-baik saja Mingyu rela meninggalkan segalanya demi Wonwooㅡpengecualian kejadian bersama Joohyun kemarinㅡapalagi jika Mingyu tahu bahwa Wonwoo memiliki sakit yang cukup memprihatinkan. Sebenarnya jika seseorang bisa menilik lebih peka, bukan Wonwoo yang terikat dalam gaya gravitasi Mingyu, melainkan Mingyu sendiri yang secara sukarela menenggelamkan hidupnya dalam pusaran lubang hitam kehidupan Wonwoo meski ribuan penyangkalan menghampiri benaknya.
"Tidak bu, rahasiakan ini dari Mingyu. Apa ibu rela jika Mingyu kehilangan semangat hidupnya jika mengetahui penyakitku? Karena sebenarnya bukan aku yang harus disemangati. Mingyu lah yang harus dijaga, bu. Aku yang memicunya seperti ini, ada di belakangnya tiap kali ia akan menorehkan prestasi. Biarkan aku menyinari Mingyu kali ini saja, bu. Jangan biarkan ia meredup." Wonwoo menjatuhkan kepalanya pada bahu sempit milik Kyungsoo, membenamkan wajahnya mencari-cari ketenangan dalam pelukan hangat sang ibu.
"Tentang Yebin, ibu setuju jika ia menjadi calon menantu keluarga ini. Kau setuju tidak?" Kyungsoo mengalihkan pembicaraan itu dengan menjawil hidung runcing Wonwoo.
"Aku bahkan belum selesai kuliah. Masih ada satu tahun lagi untuk menyelesaikan kuliahku, bu. Jangan bercanda." Wonwoo merengut, membuatnya terlihat seribu kali lebih manis dari biasanya.
"Baiklah kalau begitu ibu tunggu hingga tahun depan. Bagaimana?"
"Berhentilah, bu." Wonwoo berlari meninggalkan ibunya yang tertawa di ruang keluarga, ia ingin segera memeluk Mingyu-nya. Mendapatkan jawaban atas segala pertanyaan tentang perempuan yang berjalan dengan Mingyu menuju perpustakaan sore tadi.
Braakk ... Bruukk ...
"I ... Ibuuu ..."
"Astaga Wonwoo-ya! Mingyu!"
~~~
To be continued
P.S.
Selamat membuka kotak pandora!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ursa Major [Meanie] ✓
FanfictionMingyu dan Wonwoo selayaknya bintang Mizar dan Alcor di konstelasi Ursa Major.