3

3.8K 645 31
                                    

Mingyu sedang mengemudikan mobilnya menuju bandara Incheon untuk menjemput sang ayah yang baru saja tiba dari Shanghai. Padahal ia tidak tega meninggalkan Wonwoo yang masih sibuk dengan kelas Profesor Choi. Lagipula Mingyu hanya ada satu kelas hari ini, jadi ia dengan senang hati menunggui kembarannya sepanjang hari di kampus. Namun pupus, sang ayah bersikeras ingin dijemput oleh Mingyu, padahal Kim Jonginㅡayahnyaㅡbisa saja dijemput oleh Paman Leeㅡsekretaris sekaligus asisten pribadinyaㅡtapi entah kenapa Jongin sangat memaksa kali ini.

Dengan sedikit terpaksa maka Mingyu akan menempuh jarak sejauh tujuh belas mil dengan mobil untuk sampai di bandara Incheon. Ternyata selama ini ia baru bisa mengetahui dari mana sifat keras kepalanya diturunkan. Mingyu mendesahkan napas lega ketika melihat siluet sang ayah dari kejauhan, dengan kemeja berwarna merah marun yang lengannya tergulung sampai siku, celana bahan berwarna hitam panjang senada dengan tas tangan kulit yang menggantung dalam genggamannya. Ayahnya tampan meski di usianya yang menginjak hitungan empat puluh tiga. Tak apa ia keras kepala, asal ketampanan sang ayah juga diturunkan penuh kepadanya.

"Selamat sore, Tuan Kim. Apakah perjalanan anda menyenangkan?" Mingyu tertawa pada ayahnya dengan nada yang dibuat-buat seakan ia adalah Paman Lee, asisten pribadi ayahnya.

"Sangat menyenangkan, apalagi dijemput seorang anak tampan sepertimu." Jongin mengusak lembut rambut cokelat tua milik Mingyu yang serupa kayu eboni. "Berhenti bertumbuh Kim, ayah takut tak bisa menjangkau kepalamu lagi karena terlalu tinggi." Jongin tertawa, sebuah tawa yang mampu membuat siapa pun yang melihatnya akan terbawa suasana dengan ikut menyunggingkan senyum.

"Aku akan dengan senang hati berlutut agar ayah tetap bisa mengusap kepalaku. Ah tapi itu tidak berlaku untuk ibu, aku sudah membungkuk tetapi ia tetap jarang menciumku. Hanya Wonwoo yang selalu diciumnya. Ibu pilih kasih." Mingyu yang selalu mandiri kini hanya terlihat seperti anak laki-laki yang manja jika sudah bersama ayahnya.

"Putra tampanku merajuk rupanya. Ayo kita pulang, sebelumnya temani ayah dulu ya. Ayah ingin sup ayam pedas di kedai biasa." Mingyu mengangguk dan mengambil alih koper berwarna kelabu milik sang ayah.

~~~

Suasana di dalam mobil sangat hening, hanya terdengar deru pelan mesin penghangat karena penurunan suhu ekstrem di awal Desember ini. Melodi tanpa lagu yang terdengar dari pemutar musik menambah kesyahduan di dalamnya. Mingyu berpikir mungkin lebih baik membicarakan perihal keberangkatannya ke Inggris pada ayahnya terlebih dahulu, baru setelah itu kepada ibunya, yang terakhir pada kekasih sekaligus kembarannya yang tercinta. Tangannya mengambil amplop putih di laci dashboard yang berlambangkan logo universitasnya.

"Ayah ..."

"Hmm?" Jongin masih sibuk dengan ponselnya, sedang bertukar pesan dengan Kyungsoo. Mengabari bahwa ia telah sampai di Korea dan sekarang sedang bersama Mingyu.

"Bagaimana jika aku pergi ke Inggris?"

Jongin menolehkan kepalanya, menatap lekat sang anak yang memandangi jalan dengan fokus.

"Maksudmu? Kau ingin melanjutkan kuliahmu ke sana? Selesaikan dulu sarjanamu. Jika telah selesai kau boleh mengambil program master di sana."

"Bukan ayah. Aku mewakili kampus untuk debate competition di Oxford. Hanya pergi selama satu bulan." Mingyu menengok sekilas pada ayahnya, mendapati garis wajah tegas milik Jongin yang terkesan dingin di luar namun penyayang jika sudah mengenal sosok pria itu.

"Oh, kalau begitu pergilah. Kau sungguh membuat kami bangga, Mingyu. Bagaimana dengan kakakmu?"

"Itu yang menjadi masalahnya. Aku tidak ingin meninggalkannya. Bukan tidak ingin, tapi tidak bisa. Ah ya tidak ingin juga sih sebenarnya." Mingyu mengusak rambutnya kasar dengan satu tangan.

"Hanya satu bulan, Wonwoo pasti mengerti." Jongin menepuk bahu Mingyu.

"Masalahnya ada di aku, ayah. Bukan di Wonwoo. Ayah ingat waktu aku sakit saat ia berada di Jepang. Aku tidak akan bisa maksimal dalam kompetisi jika ia tidak ada dalam jangkauanku." Mingyu mengesah frustrasi.

"Jadi, kau meminta izin ayah bukan untuk keberangkatanmu? Melainkan untuk membawa serta Wonwoo bersamamu, begitu?"

Mingyu meringis, menyunggingkan senyum bodohnya seperti orang tertangkap basah mencuri. "Ayah memang yang terbaik. Hehehehe."

"Tidak sayang, Wonwoo tidak akan kemana-mana." Jongin kembali menatap layar ponsel pintar miliknya, Mingyu kembali bertanya-tanya. Pertanyaan lama yang kini menyeruak lagi ke permukaan, mengapa orang tuanya begitu protektif terhadap Wonwoo.

~~~

Kyungsoo memberhentikan mobilnya di pelataran parkir gedung fakultas Wonwoo. Menunggu dengan sabar buah hatinya yang sedang menuntut ilmu di dalam kelas. Tidak sampai setengah jam, Wonwoo sudah melihat sedan silver mengkilap milik sang ibu. Dengan langkah-langkah seringan angin, ia berlari kecil dan menghambur ke pelukan wanita mungil itu. Kyungsoo mengusap lembut punggung putranya itu.

"Mengapa kita tidak bertemu di sana saja, bu? Kalau begitu 'kan ibu tidak perlu repot-repot menjemputku." Wonwoo mencebikkan bibirnya, sebagai anak laki-laki berusia sembilan belas tahun, putranya itu terlalu imut menurut Kyungsoo.

"Dengan membiarkanmu menaiki angkutan umum? Oh tidak akan. Tidak akan pernah ibu izinkan. Ayo masuk udara terlalu dingin, hidungmu sudah memerah." Wonwoo membukakan pintu untuk ibunya, ya meskipun bukan ia yang akan menyetir tetapi Wonwoo tahu bagaimana cara memperlakukan wanita.

"Ayah sudah landing, bu?" Wonwoo bertanya pada Kyungsoo sambil tangannya sibuk mengaitkan seatbelt.

"Sudah, sekarang sedang makan sup ayam pedas di kedai langganan keluarga kita. Mingyu tidak bertanya apapun padamu 'kan sayang?"

"Tidak, ia hanya mengabariku lewat pesan singkat. Aku sedang di kelas dan ia sangat terburu-buru berangkat menjemput ayah." Wonwoo berucap lagi sambil sibuk mencari-cari halaman novel yang akan ia lanjutkan bacaannya.

"Eoh sayang, syalmu baru?" Kyungsoo melajukan mobilnya dengan perlahan keluar area gedung fakultas sambil melirik ke arah leher putranya yang terbalut syal rajut kelabu misty.

"Pemberian Yebin, bu." Sejujurnya Wonwoo malas membahas ini, melihat Kyungsoo berbinar ketika membicarakan Yebin yang mana itu adalah anak sahabat ibunya, Kang Seulgi. Wonwoo merasa ia mengkhianati Mingyu jika meladeni sang ibu yang selalu ingin tahu perkembangan kisah cintanya.

Kyungsoo kembali ingin mengatakan sesuatu kepada Wonwoo, namun melihat putranya itu telah tenggelam dalam buku bacaannya maka wanita cantik itu mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut. Ingin sekali Kyungsoo mengatakan bahwa membaca pada saat mobil berjalan sangat tidak baik untuk penglihatannya.

"Sayang, apa ada keluhan lain pada matamu?" Kyungsoo tidak tahan dengan sifat putranya yang sangat irit bicara, padahal sifat itu sangat menyerupai dirinya.

"Hmm, beberapa hari yang lalu penglihatanku kabur bu, padahal aku tidak pernah melupakan kacamata. Oh satu lagi, aku pernah jatuh tanpa sebab seperti kehilangan keseimbangan. Tapi aku tidak terluka, ibu tak perlu khawatir." Wonwoo mengalihkan pandangan dari buku di pangkuannya untuk menatap dalam mata sang ibu kemudian tersenyum. Kyungsoo hanya mengangguk, merapal doa berharap bahwa putra kesayangannya memang baik-baik saja.

To be continued

P.S.

Selamat membuka kotak pandora!

Ursa Major [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang