10

2.8K 488 28
                                    

Kyungsoo menghentikan kegiatannya pagi ini di dapur saat telepon kediaman Kim tak henti-hentinya berdering. Kali ini sejak Wonwoo di rumah sakit, Kyungsoo selalu memiliki ketakutan tersendiri jika harus menerima panggilan telepon, ia takut kalau-kalau ada kabar buruk yang harus disampaikan menyangkut kesehatan putra manisnya. Maka dengan segenap kesiapan yang diada-adakan, Kyungsoo mengangkat telepon yang sejak tadi tak henti riuhnya.

Kriiing ... Kriiing ...

"Selamat pagi, kediaman keluarga Kim."

.

"Ibu ..."

.

"Gyuie? Ada apa sayang?"

.

"Wonwoo sudah siuman, Bu. Ibu bisa ke rumah sakit sekarang?"

.

"Ibu akan telepon Paman Lee secepatnya agar bisa mengantar ibu, tunggu ibu ya sayang."

.

"Hati-hati, jangan panik Bu, ia baik-baik saja."

.

Kyungsoo meletakkan gagang telepon dengan perlahan setelah mendengar Mingyu mengakhiri panggilan itu. Apa katanya tadi, baik-baik saja? Bahkan Mingyu dan Wonwoo tidak terlatih untuk berbohong kepadanya maupun Jongin, sebuah pemikiran sederhana yang kembali memenuhi benak ibu cantik itu. Bahkan ia tidak pernah tahu bahwa ada kebohongan besar yang ditutupi dengan apik oleh kedua putra kembarnya, sebuah penipuan yang bahkan memotong jalan Tuhan. Kyungsoo buru-buru menghapus air mata yang menetes di pipi putihnya yang terlihat berisi, ia kembali menuju ke dapur, menghentikan kegiatan memasaknya serta mematikan kompor listrik yang melengkapi dapur kekuasaannya.

~~~

"Oppa ingin berjalan-jalan? Taman rumah sakit tidak buruk untuk menikmati hangatnya matahari pagi. Bagaimana?" Yebin membantu Wonwoo untuk menegakkan badannya untuk bersandar di headboard ranjang rumah sakit, sementara Mingyu masih berada di luar kamar karena menelepon Kyungsoo. Karena begitu dokter menjelaskan perihal Wonwoo yang mengalami kelumpuhan parsial dan temporer pada tubuhnya, Mingyu langsung mencari kekuatan dari suara lembut sang ibu.

"Aku pasti akan merepotkanmu, Yebin-ah. Tidak usah, aku di sini saja. Apakah ada buku yang bisa kubaca?" Wonwoo menatap dengan penuh binar cerah di matanya, seakan-akan tak pernah ada hal buruk yang terjadi pada dirinya. Yebin hanya menggelengkan kepala, mungkin lain kali ia akan mengambilkan setumpuk buku untuk dibaca agar pemuda manis itu tak merasa bosan.

Daun pintu mengayun pelan, tubuh tinggi Mingyu yang terlihat lelah memasuki kamar rawat Wonwoo. Mingyu menatap kembarannya itu, berbeda dengan tatap nelangsa pada manik hitam pekat miliknya, mata rubah sipit Wonwoo justru balas menatap dengan penuh kelembutan seakan berbicara bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Sayang, kau ingin berjalan-jalan?" Yebin menoleh ke arah Mingyu, menatapnya dengan lekat dan sedikit terkejut, namun ia segera menepiskan pikirannya, mungkin itu hanya panggilan sayang antar saudara kembar. Sementara Wonwoo menahan napasnya saat sadar bahwa Mingyu tanpa mempedulikan sekitar, memanggil dirinya dengan sebutan itu.

"Tadi Yebin sudah menawariku Gyuie, tapi nanti akan merepotkan. Jadi tidak usah saja." Wonwoo tersenyum dengan sangat manis.

Sikap Mingyu selanjutnya tak pernah dibayangkan Wonwoo untuk dilakukan di depan orang lain. Pemuda yang lebih muda lima menit itu membutakan dirinya sendiri bahwa di kamar rawat itu ada Yebin yang sejak tadi diam memperhatikan interaksi mereka berdua. Mingyu seperti ingin menunjukkan pada dunia bahwa Wonwoo miliknya, pemuda manis itu poros hidupnya. Tak ada seorangpun yang boleh menyentuhnya. Langkah besar-besar dari kaki jenjang Mingyu mendekati ranjang Wonwoo dengan sekejap mata. Sebuah kecupan pada kening Wonwoo dari Mingyu menimbulkan kecanggungan yang menyelimuti atmosfer di sekelilingnya. Yebin entah kenapa masih saja mengenyahkan segala bentuk interaksi berlebihan di antara kedua saudara kembar ituㅡhanya interaksi dari Mingyu lebih tepatnya.

"Gyuie ... Kita bukan anak kecil lagi. Berhenti menciumku." Wonwoo berusaha tenang dan menutupi hal itu dengan mengatakan kalimat yang seolah-olah menyatakan bahwa segala ciuman Mingyu adalah kebiasaan masa kecil mereka. Namun satu hal yang Wonwoo lupa, Yebin juga ada di masa kecil mereka. Dan Yebin tahu persis bahwa Wonwoo selalu meminimalisasi interaksi sentuhan dari orang lain, bahkan dari Mingyu sekali pun.

"Kita harus melihat matahari, sayang. Kau harus berjemur. Aku akan mendorong kursi roda ke mana pun kau mau. Berkeliling dunia juga aku tak masalah. So, let's go!" Tubuh kurus Wonwoo melayang begitu saja ketika Mingyu mengangkatnya tanpa aba-aba, dengan refleks ia mengalungkan lengannya yang ramping ke leher kokoh Mingyu.

Posisi yang lagi-lagi membuat gadis cantik satu-satunya yang ada di ruangan itu dihantam pertanyaan besar. Mingyu selesai mendudukkan Wonwoo pada kursi roda yang terletak di sudut ruangan, sesaat setelah itu Kyungsoo membuka pintu dan memeluk putra sulungnya dengan erat. Melihat mata indah Wonwoo terbuka sudah cukup membuat ibu dua putra itu tersenyum senang, tanpa peduli bahwa putra manisnya terduduk di kursi roda. Kyungsoo beralih mengusap rema cokelat muda milik Mingyu sambil mengecup kening putranya yang terlihat lebih tinggi beberapa waktu belakangan ini. Seperti tak kenal lelah membagikan getaran positif, kali ini Kyungsoo memeluk Yebin dengan sangat erat.

"Terima kasih gadis cantik ibu, telah merawat Wonwoo beberapa hari ini." Kyungsoo mengecup kepala Yebin seperti ibu pada anaknya.

Kedua wanita cantik itu tak menyadari bahwa Mingyu memberikan dengusan kecil, bahkan dirinya selalu berusaha mendahului Yebin dalam merawat Wonwoo selama pemuda manis itu belum siuman. Mingyu seringkali merebut handuk kecil yang Yebin pakai untuk membasuh wajah Wonwoo yang tertidur dengan air hangat. Mingyu langsung berlari ke nurse station ketika Yebin yang mendapati bahwa cairan infus Wonwoo telah habis. Mingyu yang siap sedia menyingkirkan Yebin dengan halus ketika gadis itu hendak menemani Wonwoo di samping ranjang rumah sakit, Mingyu selalu beralibi bahwa Yebin harus tidur di sofa agar tidak sakit punggungnya padahal ia hanya tak ingin gadis itu menggenggam tangan Wonwoo-nya. Pada akhirnya ia memilih untuk mendorong kursi roda saudara kembarnya itu menuju taman rumah sakit tanpa mengindahkan dua wanita yang masih sibuk berpelukan.

~~~

"Terima kasih atas informasinya, Mr. Josh. Mungkin saya yang akan menghubungi Mingyu sendiri nantinya." Joohyun membungkukkan tubuhnya dengan sopan.

"Aku dengar ia sibuk di rumah sakit untuk merawat saudara kembarnya. Kalau sudah menyangkut Wonwoo, anak itu memang cenderung akan meninggalkan segalanya. Tapi tolong pastikan ia bisa memberikan bimbingan untukmu Joohyun-ssi. Kalau kau perlu menyusulnya ke rumah sakit, susul saja." Nomor ponsel pribadi Mingyu dan secuil informasi tentang pemuda itu dari Mr. Joshua sedikit banyak membuat Joohyun tersenyum tipis, pemuda itu memang seseorang yang hangat bahkan ketika mereka pertama kali bertemu waktu itu. Mungkin ia akan mempertimbangkan saran dosen pembimbingnya itu untuk menemui Mingyu di rumah sakit.

~~~

"Yebin-ah, apa kau menyukai Wonwoo?" Kyungsoo bertanya lembut, ini adalah kesempatan untuk membicarakan perjodohan dengan Yebin karena Wonwoo sedang berjalan-jalan dengan Minggu yang setia menjaganya, maka kekhawatiran Kyungsoo berkurang sedikit karena bantuan putra bungsunya.

"Mengapa pertanyaan Bibi sama seperti Mingyu-oppa? Jawabanku masih sama, tidak ada orang yang tidak menyukai Wonwoo-oppa, Bi." Yebin tersenyum melihat pancaran bahagia pada wajah cantik Kyungsoo.

"Ah baiklah, ini adalah awal yang baik untuk kalian. Bibi menyayangimu, sayang." Pelukan lagi-lagi terbit di antara keduanya.

Sementara itu di salah satu kursi taman rumah sakit, kedua wanita itu tidak tahu bahwa ada ciuman lembut pagi hari yang tercipta antara Mingyu dan Wonwoo sebagai pengganti kerinduan mereka. Mingyu telah berjanji bahwa tak membiarkan siapapun menghalangi orbitnya yang berputar bersama Wonwoo.

~~~



To be continued

P.S

Maaf untuk slow update-nya yaa 💕

Selamat membuka kotak pandora!

Ursa Major [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang