Matahari membulat sempurna dengan warna jingganya yang hampir tenggelam di ufuk barat. Cicit anak-anak burung gereja yang terbang mengepak mulai kembali ke peraduannya. Senja akan bergulir tergantikan oleh pekatnya langit malam kota Seoul. Sore hari di rumah keluarga Kim masih sama seperti sebelum-sebelumnya, ada Kyungsoo yang setia dengan kebun bunga di halaman belakangnya serta Bibi Ahn yang sedang memasak di dapur untuk makan malam. Tetapi bedanya, kali ini ada si sulung yang setia duduk di atas kursi roda pada beranda sambil melihat ratu keluarga Kim menari-nari dan bersenandung kecil di tengah-tengah kebun bunganya. Wonwoo belum kembali ke kampus tepat setelah satu bulan lamanya ia keluar dari rumah sakit, sejak dokter Lee menyatakan bahwa dirinya lumpuh untuk sementaraㅡlagi-lagi ini hanya diagnosis yang juga sementara. Tim dokter spesialis saraf yang menanganinya belum memberi keputusan final tentang penyakitnya. Setidaknya Wonwoo masih bisa menggerakkan tangannya seperti biasa, masih bisa berbicara dengan jelas, hanya kakinya saja yang tidak mampu lagi menopang tubuhnya.
"Ibu ... Kenapa berhenti?" Wonwoo menatap Kyungsoo dengan mata bertanya.
"Apanya?" Kyungsoo menoleh di tangannya masih tergenggam botol penyemprot tanaman.
"Nyanyiannya ibu, aku rindu suara ibu yang selalu bernyanyi saat menemani aku tidur dulu."
"Oh jadi sejak tadi, Kim Wonwoo anak tampannya ibu menguping di sini ya?" Kyungsoo menghampiri Wonwoo sambil mencubit lembut pipi putranya.
"Habisnya aku bosan di kamar. Aku mau kembali ke kamar atas, kalau aku bosan di kamarku sendiri 'kan bisa main ke kamar Mingyu." Bibir Wonwoo merengut kesal. Sejak ia memakai kursi roda, Jongin dan Kyungsoo memang memindahkan putra manis mereka itu ke kamar tamu di lantai bawah, karena tidak mungkin Wonwoo bisa naik turun tangga dengan menggunakan kursi roda. Kadang jika mengingat itu Kyungsoo seringkali merasa sedih dan Wonwoo yang melihat raut pilu ibundanya seketika dihinggapi perasaan bersalah.
"Nanti jika Mingyu pulang dari kampus, akan ibu suruh dia untuk menggendongmu kemanapun kau mau." Ibu cantik itu terkekeh hingga membuat mata bulatnya menyipit.
~~~
Rema hitam panjang pekat, sepekat milik Wonwoo itu terurai cantik, melambai lembut terkena angin sore taman diskusi di salah satu kampus terkenal kota Seoul. Joohyun hari ini mengunjungi Mingyu lagi, keberangkatan ke London hanya tinggal hitungan hari. Sudah satu bulan lamanya, mereka sering bertemu untuk mempersiapkan kompetisi debat yang akan diikutinya, sejak saat itu Mingyu semakin dekat dengannya, atau memang ia yang sengaja mendekatkan diri pada Mingyu. Entahlah. Pernah satu kali di suatu akhir pekan, Mingyu memilih memberikan bimbingan pada Joohyun di kediaman keluarga Kim. Tentu saja hal ini membuat Kyungsoo sangat senang, ibu cantik itu selalu bersikap ramah pada setiap teman-teman putranya yang datang ke rumah. Menurut Kyungsoo, jika putranya telah berani membawa teman wanita ke rumah, berarti mereka memiliki hubungan istimewa. Maka Kyungsoo pun berusaha dekat dengan Joohyun, padahal tujuan Mingyu berdiam di rumah adalah agar ia tak pergi jauh meninggalkan Wonwoo-nya di akhir pekan.
"Untuk lusa, aku rasa tidak bisa memberikan pengajaran padamu Joohyun-ah. Aku tidak pernah menghabiskan akhir pekan sendiri, jadi aku merasa asing jika akhir pekan tidak bersama Wonwoo." Mingyu berucap setelah membereskan buku-bukunya yang berserakan.
"Aku tidak masalah jika kita berdiskusi di rumahmu lagi, Gyu." Joohyun tersenyum dengan sangat manis, Mingyu tak dapat memungkiri jika paras cantik itu kadang menyita pikirannya. Apalagi saat ia merasa kosong karena ketidakhadiran Wonwoo. Kepribadian Joohyun yang lemah lembut dan cerdas juga menjadi nilai plus di mata Mingyu, serta Kyungsooㅡjangan lupakan mata jeli sang ibu dalam menilai teman-teman wanita sang putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ursa Major [Meanie] ✓
Hayran KurguMingyu dan Wonwoo selayaknya bintang Mizar dan Alcor di konstelasi Ursa Major.