29

2K 328 41
                                    

"Ya .. ya .. ya .. ya .. yaaah .. Ayayayah .." Tapak kaki mungil nan lucu membelah ruang tamu apartemen mewah miliknya. Rambut panjang di bawah telinga, kulit lembut seputih susu, hidung bangir dengan bibir kecil kemerahan, dengan tubuh yang tinggi melebihi rata-rata bayi seusianya, sungguh bayi perempuan kecil yang membuat setiap orang tak mampu memalingkan pandangan dari padanya. Bagaimana tidak, ia terlahir dari Ibu secantik bidadari dan Ayah yang tampannya tidak bisa dielakkan lagi. Kim Minjoo, lahir dua puluh bulan yang lalu dari rahim Bae Joohyun dengan keadaan normal pada musim dingin di Rumah Sakit Universitas Seoul. Dan di dalam darahnya mengalir gen Mingyu sehingga membuat perpaduan yang sangat sempurna.

Ia berlari kecil dan langsung merengek agar segera didekap saat menjumpai sang Ayah yang baru saja memasuki unit apartemen mereka. Kim Minjoo merindukan ayah tampannya. Mingyu hanya tersenyum gemas melihat pemandangan itu. Serumit apapun perjalanan kehidupan percintaan Mingyu, baginya Minjoo tak layak untuk mendapat imbas dari kelindan rumit itu. Mingyu tetap menyayangi putrinya dan memperlakukan Joohyun dengan baik meski tak seperti pasangan suami istri yang semestinya.

"Oh, Mingyu! Kau sudah pulang?" Joohyun nampak sedikit terkejut ketika menjumpai bahwa Minjoo sudah ada dalam gendongan lelaki tampan itu. "Bagaimana keadaan Wonwoo? Apa dia baik?"

"Baik. Wonwoo sangat baik. Kau memasak? Jangan biarkan Minjoo berkeliaran sendirian seperti tadi, anak seusianya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi bisa saja dia jatuh karena menaiki meja atau tempat yang tinggi. Oh, kita juga harus ingat, jangan menaruh benda tajam sembarangan Joohyun-ah." Mingyu berkata panjang lebar sembari menggendong Minjoo dan menunggui Joohyun yang sedang mengaduk sup ayam  jagung di dapur.

"Baiklah. Baiklah. Uuhh, Ayah cerewet sekali ya sayang." Joohyun meledek Mingyu sambil sesekali mengecup pipi gembil putrinya.

"Ya .. yah .. we .. wet .. kikikiki .." Minjoo terkekeh geli.

"Anak Ayah bilang apa tadi?" Mingyu menenggelamkan wajahnya di perut Minjoo hingga bayi kecil itu semakin tertawa geli. Setelah puas mengerjai putrinya, Mingyu beralih menatap Joohyun dengan lembut. "Joohyun-ah, terima kasih. Terima kasih sudah melahirkan Minjoo ke dunia. Dan terima kasih telah menjaga anak kita dengan baik."

"Sudah kewajibanku sebagai Ibunya, Mingyu. Dan terima kasih juga, kau tidak pernah menghilangkan peran Ayah untuk Minjoo. Semoga kau dengan Wonwoo selalu diliputi kebahagiaan." Joohyun membelai lembut pipi Mingyu. Menyalurkan afeksi terhadap suami sahnya itu, entah kasih sayang macam apa yang terjalin di antara mereka. Yang jelas tidak seperti cinta yang Mingyu rasakan terhadap Wonwoo. Ketulusan terpancar dari penerimaan Joohyun yang seluas samudra akan perasaan Mingyu yang memang bukan untuknya.

~~~

Denting suara sendok yang beradu dengan gelas kaca bening setinggi satu jengkal orang dewasa itu memecah kesunyian yang melingkupi rumah besar itu. Hanya ada tiga orang asisten rumah tangga yang berlalu-lalang namun tetap sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Yebin mengembuskan napasnya kuat-kuat. Ia harus menerima bahwa ini memang jatah hari yang dihabiskan Wonwoo bersama dengan Mingyu. Wanita cantik yang sedang hamil besar itu terus mengaduk susu yang ia seduh sejak tadi. Tidak menghiraukan bahwa susu itu akan dingin sebentar lagi. Ia merindukan Wonwoo, merindukan sosok seorang suami penuh waktu.

Hingga ia dibuat tertegun ketika ada sepasang lengan yang memeluknya dari belakang. Mengusap perutnya yang telah besar. Sambil mengecup bahunya yang tadi sempat tersentak. Wonwoo-nya telah pulang dan kini tengah memeluknya. Tidak ada kebahagiaan lain yang lebih dari ini menurut Yebin.

"Oppa ..."

"Hmm? Aku di sini, Yebin-ah. Susunya telah mendingin, berapa lama kau mengaduknya? Kau melamun ya?" Suara berat Wonwoo akhirnya memberangus kesunyian yang sejak tadi mencekat.

"Tidak juga ... Airnya tadi memang tidak terlalu panas." Yebin berusaha mengelak agar Wonwoo tak mengetahui perasaan kehilangan yang ia rasakan. Ia tidak mau Wonwoo dirundung rasa bersalah terus-menerus. Yebin tetap saja menjadi Yebin yang dulu, gadis manis yang tulusㅡbahkan ketika persahabatan mereka dimulai sejak kanak-kanak.

"Kau tidak pandai berbohong, adik manis. Biar Oppa kembali buatkan susu untuk bayi kita ya ..."

"Tidak perlu, Oppa pasti lelah. Oppa istirahat saja."

Wonwoo membalik tubuh Yebin yang tetap ramping meski perutnya kian membesar dari hari ke hari.

"Yebin-ah, aku memang tidak bisa menghujani dirimu dengan cinta yang sama seperti aku mencintai Mingyu. Tapi ketika aku berada di rumah ini, ketika aku di sampingmu, biarkan aku menjadi seorang suami dan ayah yang baik nantinya." Air mata meluruh dari mata bening wanita itu, baginya ketulusan adalah jalan satu-satunya agar ia bisa tetap berada di samping Wonwoo. Dan Wonwoo, dengan secepat kilat menghapus air mata yang hendak membasahi pipi istri cantiknya itu dengan ibu jarinya yang kurus.

Semesta menempatkan mereka terjebak dalam sebuah kisah cinta yang rumit. Yang menuntut keikhlasan, ketulusan, dan penerimaan luar biasa. Mereka adalah orang-orang terpilih yang mampu merajai tingkatan tertinggi perihal mencintai dan dicintai. Yebin dan Joohyun yang memiliki ketulusan dan cinta seluas jagat. Serta Wonwoo dan Mingyu yang menjalankan tanggung jawab mereka tanpa mengindahkan rasa sakit dan cemburu yang kadang datang tanpa diundang. Tapi bukankah cinta itu adalah kompromi dan toleransi? Karena mencintai adalah perihal menerima dan memaklumi dengan hati yang tulus namun tetap membahagiakan. Dan itu yang mereka pilih untuk mereka tempuh, mereka mampu berbahagia dengan pilihan mereka masing-masing. Cinta sesungguhnya menyederhanakan. Mingyu dan Wonwoo memilih untuk menyederhanakan itu dengan jalan yang mereka tempuh. Meski berkali-kali mereka ditampar kenyataan bahwa mereka adalah seorang suami dari dua wanita yang saling berbesar hati.

~~~

"Kapan kau akan menemui Wonwoo lagi, Gyu?" Joohyun sedang meninabobokan Minjoo di ranjang kecil khusus putrinya itu yang berada di dalam kamar mereka.

"Seperti biasanya, tiga hari lagi. Tapi mungkin aku akan lebih banyak menghabiskan waktu dengannya. Karena ketika Yebin melahirkan nanti, Wonwoo harus menjaganya lebih ekstra. Seperti aku dulu. Joohyun-ah, apa kau baik-baik saja dengan keadaan seperti ini? You deserve better. Atau kau ingin kuperkenalkan saja dengan kakak sepupuku, siapa tahu kalian cocok." Mingyu menatap wajah Joohyun lekat-lekat, namun wanita cantik itu hanya terkekeh kecil mendengar celotehan Mingyu.

"Kakak sepupumu? Apa yang kau maksud itu Junmyeon-oppa? Hahaha, hentikan omong kosongmu, Gyu. Aku baik-baik saja, sungguh." Joohyun tertawa dan Mingyu hanya menggaruk kepalanya karena tertangkap basah ingin menjodohkan kakak sepupunya dengan sang istri.

"Aku minta maaf, Joohyun-ah."

"Percayalah, aku bahagia Mingyu. Dan kuharap kau juga meraih bahagiamu bersama Wonwoo."

~~~

"Apa yang kau rasakan, Yebin-ah? Apa sakit?" Wonwoo panik melihat Yebin yang meringis kesakitan dengan cucuran keringat sebesar biji jagung pada kening wanita itu.

"Ppa ... Oppa ... Sa ... Kiiit ..."

"Bertahanlah, istriku." Wonwoo menyambar mantelnya yang tersampir di lemari dan kunci mobil yang berada di atas nakas. Dengan segera, Wonwoo menggendong Yebin. Dalam dekapannya, Yebin bernapas lebih teratur dan lebih tenang. Dengan bantuan asisten rumah tangganya, Yebin dibaringkan di kursi samping pengemudi. Dan Wonwoo dengan cekatan melajukan mobilnya ke rumah sakit. Hatinya berkecamuk, berharap yang terbaik untuk Yebin dan bayi yang dikandung oleh istrinya itu. Bagaimanapun juga, Wonwoo ingin merasakan rasanya menjadi seorang Ayah.

~~~

To be continued

P.S.

Nggak terasa sebentar lagi selesai ...

Selamat membuka kotak Pandora! 💕🍃

Ursa Major [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang