"Kau ...? Apa ...? Bagaimana bisa?" Joohyun melangkah mundur sambil menatap nyalang ke arah Mingyu.
"Aku tidak bisa menyentuhmu Joohyun-ah, maafkan aku. Aku mencintai Wonwoo ..." Mingyu berlutut di depan Joohyun sambil bersimbah air mata.
Ini bahkan malam pertama pernikahan mereka, tetapi Mingyu sudah tidak mampu bersandiwara terlalu lama. Jauh dari Wonwoo membuatnya lemah, terlebih lagi mengingat keadaan Wonwoo yang memang sedang melemah. Mingyu terasa semakin berada di ambang kehancuran, saat dirinya tak sengaja terbawa suasana bersama Joohyun, fragmen-fragmen kebersamaannya dengan Wonwoo berputar di kepalanya seperti pemutar film. Bagaimana mereka saling membagi kebahagiaan hingga momen di mana mereka berbagi sentuhan dan meremehkan takdir yang menyekat tebal di antara mereka. Mingyu tidak bisa mundur, semuanya sudah terlanjur, cintanya untuk Wonwoo tak berbatas.
"Tidurlah Mingyu, kau hanya terlalu lelah dan tertekan. Mungkin besok kau akan merasa lebih baik. Jangan lupa permintaan Ayah. Karena Ayah sudah memberitahuku bahwa ia ingin secepatnya punya cucu." Joohyun berkata dengan tegas lalu berbalik, memilih meninggalkan Mingyu yang bersimpuh di lantai dapur apartemen mereka.
"Joohyun-ah ... Joohyun-ah ... Aku tidak bisa Joohyun-ah!" Mingyu berteriak memanggil-manggil nama sang istri dengan suaranya yang parau karena menangis terlalu dalam.
"Wonie-ya ... Aku membutuhkanmu Wonie, aku ingin tenang dalam pelukanmu Wonie-ya ..." Kini suara yang terdengar lebih lembut dan lirih namun masih dengan aksen parau dan seraknya karena tangisan yang belum mereda, Mingyu meringkuk di lantai dapur yang dingin. Tangannya memeluk lutut yang tertekuk. Pemuda tampan itu terlihat mengenaskan.
Di dalam kamar tidur mereka, Joohyun pun sama. Terisak tanpa suara mengetahui rahasia terbesar Mingyuㅡsuaminya. Bagaimana ternyata Mingyu mencintai sesama lelaki, dan lagiㅡorang yang dicintai oleh suaminya itu adalah kakak iparnya sendiri yang notabene adalah saudara kembar suaminya. Rasa itu salah dan Joohyun berniat untuk tetap meluruskannya, tetap berada di samping Mingyu apapun yang terjadi. Tak peduli perasaannya akan sakit atau ia akan menyakiti perasaan Mingyu, yang terpenting Joohyun harus membenarkan semua hal yang tidak sesuai dengan jalan takdir Tuhan.
~~~
Bulir air mata jatuh dari manik rubahnya yang tajam, Wonwoo terbaring menatap nanar langit-langit rumah sakit. Benang merah sepasang manusia yang telah membagi kehidupan sejak dalam rahim tak bisa diremehkan begitu saja. Wonwoo terbangun disaat Mingyu memanggil namanya dari jauh. Hatinya berdenyut sakit ketika merasakan bahwa saudara kembar sekaligus belahan jiwanya tidak baik-baik saja. Wonwoo ingin berlari ke arah Mingyu dan memeluknya seerat mungkin, dan menghabiskan malam demi malam bersama-sama. Tapi itu hanya sebatas keinginan, Wonwoo melihat keadaannya belum membaik, terasa parestesia di beberapa bagian tubuhnya. Kali ini saja ia memohon kepada semesta, agar ia bisa setidaknya menemui Mingyu lagi.
"Oppa terbangun?" Yebin mengambilkan segelas air untuk Wonwoo minum. Melihat mata pria manis itu berlinang, Yebin merasa khawatir. Bagaimana pun juga Wonwoo adalah suaminya. "Apa ada yang sakit, Oppa?"
"Yebin-ah, aku mohon. Aku mohon ingin bertemu Mingyu, Yebin-ah ..." Tangis Wonwoo pecah begitu saja di pelukan Yebin.
Gadis itu diam tak bergeming, hatinya bergemuruh bingung. Di satu sisi ia tidak tega dengan permintaan Wonwoo, tetapi di sisi lain ia juga tidak bisa mengganggu malam pernikahan saudara iparnya. Yebin hanya menenangkan Wonwoo yang terisak dalam pelukannya, mengelus punggung kurus itu dengan lembut nan ritmis, hingga isakan tak lagi terdengar dan karena efek obat pereda nyeri yang mengalir dalam darah Wonwoo lewat infus, pria manis itu tertidur kembali. Yebin masih setia mengelus kening Wonwoo yang basah karena keringat. Cinta pada Wonwoo ternyata bisa membuat ia sekuat ini, Yebin cukup bahagia tanpa harus meminta apa-apa.
~~~
Joohyun memandangi Mingyu yang tertidur di sofa, dengan kaus basic berwarna putih dan celana tidur berwarna biru navy bergaris vertikal tanpa selimut. Wanita itu membelai rambut Mingyu yang berwarna cokelat tua. Wajah itu terlihat polos seperti anak kecil yang tertidur, tangannya mengait satu sama lain, napasnya sudah lebih tenang dan teratur, namun jejak air mata yang mengering masih membekas di pipinya yang makin berisi. Bagaimana pun juga, Joohyun telah bertekad tidak akan melepaskan Mingyu. Ia akan membangun keluarga kecil yang ia idam-idamkan bersama dengan pria tampan yang ada di hadapannya ini. Perasaan cinta yang salah milik Mingyu terhadap Wonwoo harus dienyahkan.
"Wonie ... Wonie-ya ..." Mingyu mengigau dalam tidurnya, bibirnya hanya tetap melantunkan satu nama, yakni nama Wonwoo.
Joohyun menggelengkan kepalanya, besok ia akan berusaha lebih keras untuk membentuk keluarga kecil yang normal bersama Mingyu. Ia bertekad akan memberikan cucu yang lucu-lucu untuk keluarga Kim, agar perasaan Mingyu terhadap Wonwoo hilang secara perlahan.
~~~
Malam telah pergi, kembali berganti dengan pagi yang akan memperbaiki setiap harapan yang sempat pupus. Begitu pula keadaan Wonwoo yang berangsur membaik, sebenarnya ia hanya kelelahan tetapi penyakit yang dideritanya memperparah keadaan itu. Yebin menyeka wajah Wonwoo agar lebih segar dengan menggunakan handuk kecil yang telah dibasahi air hangat, agar Wonwoo terlihat lebih segar. Setelah itu, sebagai istri yang baik, Yebin menyuapi Wonwoo sepiring buah-buahan yang telah dipotong kecil-kecil. Keduanya tertawa, diselingi Wonwoo yang terkadar mengusap lembut kepala Yebin.
Di sisi lain, Mingyu pergi pagi-pagi sekali dari apartemennya. Ia mengemudikan mobilnya menuju salah satu kawan lamanya yang memiliki flat di daerah Apgujeong-dong, ia berencana menyewa atau bahkan membelinya untuk tinggal bersama Wonwoo. Memang lokasinya tak jauh dari apartemen mewah dan rumah utama keluarganya yang berada di Cheongdam-dong, ini untuk memudahkan mereka bolak-balik dan membagi waktu tinggal. Sebelum pergi, ia sempat bersitegang terlebih dahulu dengan Joohyun yang melarangnya pergi.
"Kau tidak bisa pergi, Mingyu. Tidak boleh! Ada Yebin yang sudah menjaga Wonwoo, kau tidak perlu ke rumah sakit." Joohyun mengoceh sambil menyiapkan sarapan untuk Mingyu yang bahkan tidak akan pernah disentuhnya.
Mingyu hanya diam, santai menyesap teh krisan hangat yang ia buat sendiri sebelum Joohyun bangun tidur pagi ini. Joohyun mengoyang-goyangkan bahu Mingyu agar lelaki tampan itu mendengarnya atau lebih baik lagi menimpali ocehannya.
"Sst ... Bisakah kau diam, Joohyun-ah? Cukup diam dan ikuti aku, aku akan menuruti kemauan Ayah dan juga kemauanmu. Ayah meminta cucu dan kau menginginkan seorang anak, bukan? Akan kuturuti, tapi biarkan aku juga memiliki kehidupan kecil yang hanya ada aku dan Wonwoo di dalamnya." Dengan intonasinya yang datar, Mingyu menjelaskan semua niatannya.
"Bagaimana bisa?! Kau pikir Wonwoo mau mengikuti permainan gilamu? Kau tidak memikirkan perasaan Yebin?" Joohyun menggelengkan kepalanya, tak mengerti lagi dengan jalan pikiran Mingyu yang nekat seperti itu.
"Keluarga Kim akan memiliki cucu dan kita akan memiliki anak. Itu keputusan finalku. Aku harap kau mengerti. Aku pergi." Mingyu menggeser kursinya dan meninggalkan Joohyun di apartemen mewah mereka.
Sekelumit dialog pertengkaran mereka pagi itu berkecamuk di dalam kepala Mingyu. Semoga keputusannya untuk menghadirkan seorang bayi kecil menjadi jalan pembuka untuk kehidupan barunya bersama Wonwoo.
~~~
P.S
Akan ada baby yaa, saya menyediakan kolom hujat lagi hehehe
Selamat membuka kotak Pandora! 💕🍃
![](https://img.wattpad.com/cover/153907354-288-k172506.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ursa Major [Meanie] ✓
FanficMingyu dan Wonwoo selayaknya bintang Mizar dan Alcor di konstelasi Ursa Major.