Duapuluhdua

4.7K 245 3
                                    

     Edo pernah mendengar sang papa mengatakan bahwa Pria terhebat pun akan kalah jika sudah dihadapkan dengan wanita yang menjadi istrinya, dulu dirinya selalu menyinyir menganggap hal itu tidak mungkin dan dengan percaya diri dia bilang pada Papanya bahwa dia tidak akan mengalaminya. Tapi sepertinya kini dia harus berpikir ulang untuk menarik ucapan itu karena nyatanya kini dia merasa dirinya kalah dari Thifa, bukan kalah dalam artian mereka berkompetisi tapi Edo merasa kalah karena tidak bisa berkutik dihadapan istrinya itu

Edo yang penuh percaya diri, tengil dan selalu tenang menghadapi apapun hilang entah kemana, tersisa dirinya yang merasa dirinya kecil dan gelisah hanya untuk membawakan nampan berisi makanan untuk Thifa.  Berkali-kali dia memeriksa bahkan mencicipi Nasi goreng buatannya memastikan bahwa makanan itu layak dimakan tapi tetap saja sudah 10 menit sejak dia berdiri didepan pintu kamar namun sampai sekarang Edo tidak memiliki keberanian untuk membuka pintu kayu itu

Bagaimana kalau Thifa muntah-muntah karena masakannya?

Bagaimana kalau rasa makanannya tidak enak?

Bagaimana kalau Thifa menertawakan hasil masakannya?

Bahkan yang paling parah bagaimana kalau Thifa membuang masakannya ke lantai seperti adegan mertua galak pada sinetron-sinetron yang sering istrinya tonton?

Aish! Otak cerdasmu Edo!!

Pikiran-pikiran itu terus berkecambuk dalam otak Edo membuat rasa frustasi memenuhi perasaan pria itu

Bruuk...

"Aaaargghhh.." suara benda jatuh dan teriakan tertahan dari dalam kamar menyentak kesadaran Edo, secepat kilat pria itu membuka pintu kamar dan segera berlari menghampiri tubuh Thifa yang tergeletak didepan kamar mandi setelah meletakan asal nampan bawaannya diatas meja kecil

"Astaghfirllah.. Kamu kenapa bisa jatuh gini sih, hah? Aku kan udah bilang jangan turun dari ranjang sampai aku balik..." bentak Edo tanpa sadar karena panik yang melanda, membuat Thifa terlonjak kaget dan menciut saat itu juga, wajahnya memucat sebab rasa sakit juga karena ketakutan

"Ma-maaf.. Ma-maaf... Habis Mas lama baliknya..hiks Ak-aku kebelet pipis hiks.." cicit Thifa disela isaknya, bukan, dia bukan menangis karena dibentak atau karena jatuh

Tapi dia menangis sebab malu tidak bisa menahan desakan dalam dirinya alhasil kini celananya sudah basah akibat desakan itu

Ya, Dia ngompol

Jujur saja Edo sebenarnya ingin tertawa sekeras yang dia bisa kalau saja tidak ingat dialah penyebab Thifa susah berjalan hingga akhirnya jatuh dan mengompol seperti ini.

Dia dan kebrengsekannya yang tidak bisa menahan diri saat menyaksikan tubuh polos istrinya itu terpampang jelas didepannya tadi pagi sehingga dia memelas pada Thifa untuk melakukannya lagi dan lagi

"Ssstt.. Iya maaf ya aku kelamaan dan maaf aku bentak kamu.. Sudah gapapa... Ayo kita ganti dulu yaa.." nada lembut kembali keluar dari bibir Edo seharian ini, kalau dipikir-pikir Edo memang baik sejak awal pernikahan mereka, tapi bibirnya itu sulit sekali untuk dikontrol jadi dia selalu blak-blakan dan kadang kalimatnya tidak disaring, dan nada serta tatapan selembut ini baru Thifa lihat selama 7 bulan pernikahannya

Dengan lembut dan tidak ada rasa jijik Edo mengangkat tubuh Thifa, mendudukannya diatas closet menyalakan keran air mengisi bathub lalu tanpa ragu membuka celana piyama yang dipakai Thifa walau mendapat penolakan dari istrinya itu tapi Edo tidak peduli dan tetap berusaha membuka celana basah Thifa

"Mass.. Aku bisa sendiri.." protes Thifa

"Udahlah sekalian aja, Sayang.. Ga usah malu gitu, bahkan semalam aku udah lebih dari sekedar melihat.." Edo menyeringai mesum membuat wajah Thifa memanas, tangannya sudah gatal ingin melayangkan pukulan ke kepala Edo agar otaknya kembali waras. Andai saja menggelepak kepala suami mendapat pahala, Thifa dengan senang hati akan melakukannya

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang