Empatpuluh

6K 301 5
                                    

     Keharuan tidak bisa dielakan begitu Edo, Ethsan, Thifa dan Lestari memasuki rumah orang tua Edo. Sabil yang sedang membaca buku diruang tengah langsung heboh berteriak sembari berlari menubruk tubuh Thifa, memeluk erat wanita itu seraya menangis haru. Mengundang Esa dan Edgar untuk keluar dari kamar masing-masing, senyum Esa mengembang saat bocah laki-laki yang sedari tadi berada disamping kakaknya itu meneriaki 'Oom Dokter' lalu berlari kearahnya

Suara cemprengnya menarik perhatian Sabil, dia melepas pelukan dengan Thifa lalu memutar tubuhnya. Mata indahnya membola saat melihat bocah dalam gendongan putra bungsunya, Edgar juga sama terkejutnya dia terdiam beberapa langkah dari pintu kamarnya

Sabil menutup mulutnya, suara pekikan tertahan terdengar dari bibirnya saat berhasil melihat dengan jelas wajah bocah laki-laki itu. Antara percaya tidak percaya, dia seolah melihat Edo kecil tapi... Dengan cepat dia kembali memutar tubuhnya menatap Edo dan Thifa bergantian seolah meminta penjelasan dari apa yang sedang disaksikannya saat ini

"Namanya Ethsan Satrio Bimantara, Ma.. Cucu Mama, dia anak Edo dan Thifa.." ujar Edo yang mengerti dengan tatapan sang Mama, tapi sepertinya wanita paruh baya itu masih tidak yakin buktinya kini dia memfokuskan tatapannya kepada Thifa membuat wanita cantik itu tersenyum kikuk

"Maaf baru bisa mengenalkan dia sama Mama sekarang... Thifa benar-benar minta maaf, Ma.." lirih Thifa, Sabil langsung kembali menarik Thifa dalam dekapannya. Tangisan kembali keluar, rasa bahagia dan rasa bersalah berkumpul menjadi satu

"Ya allah, Sayang... Bagaimana ini.. Pasti berat untuk kamu selama ini mengurus dia sendiri, Ya allah.. Menantuku yang malang.." racau Sabil, mau tidak mau Thifa ikut menangis, tidak bisa dipungkiri memang kehidupannya setelah keluar dari rumah ini cukup berat.

Walau selalu ada ketiga Orang tua yang mendampinginya tapi tetap saja ada saat-saat dimana dia menginginkan sosok Edo disampingnya, omongan tajam dari tetangga rumahnya juga memperburuk keadaannya saat itu bahkan dia sempat mengalami serangan panik yang cukup parah saat menjelang melahirkan untungnya dia bis melewati masa itu.

"Thifa baik-baik saja, Ma.. Thifa bahagia memiliki Ethsan.." Thifa berusaha menenangkan Mantan Mertuanya yang untungnya berhasil wanita paruh itu mengangguk pelan "Ya, kamu pasti bahagia.. Kamu harus bahagia.."

Pelukan mereka terlepas saat sebuah tangan mungil menarik-narik baju Thifa, entah sejak kapan bocah laki-laki itu sudah berada didekat mereka

"Ma, ini rumah Oma yang selalu bikin brownis enak itu, Ma?" tanya Etan polos membuat Thifa terkekeh, dia memang pernah bilang bahwa Brownis buatan mama dari Papanya Ethsan itu paling enak, makanya tadi saat bilang mereka akan kerumah Mama dari sang Papa, anak itu sangat antusias

"Sini peluk dan cium Oma dulu dong, sayang..." Sabil merunduk seraya merentangkan tangannya, tanpa malu-malu bocah itu langsung berhambur kepelukan Omanya lalu menciumi wajah cantik itu dengan ciuman bertubi-tubi membuat Sabil tertawa bahagia, kebahagiaan tidak hanya dirasakan Sabil tapi semua yang ada diruangan itu. Mereka merasa kebahagiaan ini terasa begitu lengkap dengan kehadiran Thifa kembali bersama Ethsan.

(っ°▽°)っ💙(っ°▽°)っ

Suasana riang menyelimuti ruang keluarga rumah Edgar, rasanya sudah lama sekali keluarga itu berkumpul dalam formasi lengkap. Senyum bahagia tidak lepas dari wajah mereka terutama wanita dan pria paruh baya yang tampak begitu bahagia menyaksikan tingkah kedua cucu mereka yang begitu menggemaskan.

Ethsan sendiri juga tampak bahagia, baru kali ini dia merasakan keramaian keluarga. Walau belum begitu mengerti karena selama ini dia pun memiliki dua Oma, Mama, Om Dokter beberapa sahabatnya di Play group sehingga tidak merasa kesepian, tapi kali ini rasanya kebahagiaan itu berbeda diam-diam Ethsan sungguh tidak ingin beranjak dari dalam lingkaran keluarga ini

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang