Tigapuluhdelapan

5.7K 325 4
                                    

     Thifa menggeleng takjub melihat tingkah bocah kecil kesayangannya, bagaimana tidak takjub kalau bocah itu kini berdiri tepat didepan kamar mandi tanpa mau beranjak sedikitpun dari sana yang lebih mencengangkan lagi adalah alasan yang dilontarkan anaknya itu

"Kalau ga dijagain nanti Papa pergi lagi.."

Ya, Edo sedang berada dikamar mandi untuk membersihkan dirinya dan anaknya itu sedang berjaga didepan pintu karena takut Papanya pergi lagi. Sejak acara termewek-mewek tadi, bocah 4 tahun itu memang tidak mau lepas dari Edo bahkan dia enggan tidur siang walaupun sudah dibujuk sedemikian rupa oleh orang tuanya. Yap tentu alasannya tetap sama takut sang Papa pergi

Ceklek

"Astagfirllah.." Edo terlonjak kaget seraya memegang dadanya, tidak menyangka bocah laki-laki berserta sang Mama berdiri tepat didepan pintu kamar mandi

"Papa emang Ethan cetan apa.." protes Ethsan dengan bibir yang sudah maju beberapa meter eh ga ding beberapa centi tepatnya

"Emang!! Setan cilik.." celetuk Thifa seraya melangkah meninggalkan kedua anak dan ayah itu, entahlah Thifa merasa kesal melihat interaksi kedua pria berbeda usia itu. Ya, bagaimana tidak kesal dia seperti tak kasat mata dimata kedua ayah dan anak itu. Perhatian Edo sepenuhnya terpusat pada Ethsan dan begitu pula sebaliknya, bahkan anaknya yang biasa bermanja-manjaan dengannya saat dia tidak ke kafe lebih memilih menempel pada Edo sejak bertemu tadi

Thifa membuka kasar kulkas di dapurnya, mengeluarkan beberapa bahan makanan. Lebih baik dia mengolah makanan untuk makan malam ketimbang bertambah kesal menjadi obat nyamuk di antara anak dan ayah itu

"Bawang bombay ga bersalah loh itu, Thif.." tegur Lestari wajahnya menampilkan senyum geli melihat nasib bawang bombay yang menjadi luapan kekesalan Thifa. Dia melirik Ibu tirinya tajam lalu kembali memotong kasar bawang bombay itu

"Harus ngertiin dong, Thif.. Mereka kan baru ketemu.. Baru kali ini ngerasain euforia punya ayah atau punya anak." nasehat Lestari kali ini mampu membuat Thifa lebih tenang, beberapa kali menarik nafas akhirnya wanita itu melanjutkan acara masaknya tanpa emosi di dalamnya

"Soal Bunda... Kamu sudah pikirkan?" pergerakan tangan Thifa yang sedang memotong sayuran berhenti, tubuhnya menegang saat Lestari menyebut kata Bunda. Ya, Bundanya.. Ibu kandungnya yang kini sangat membenci Edo, bahkan beberapa bulan yang lalu dia sempat mengusir dan melarang Esa menemui Thifa dan Ethsan karena baru menyadari Esa adalah Adik dari Edo.

"Bagaimana ya Ma? Thifa juga bingung.." bahu Thifa merosot dia jadi kehilangan semangatnya, Lestari yang menyadari itu merengkuh tubuh anak tirinya seraya memberikan kata-kata penenang

"Pertama, Ajak Edo ke Ayah dulu.. Kamu taukan selama sisa hidupnya Ayah kecewa berat pada Edo.." ujar Lestari lagi, Thifa hanya mengangguk menanggapi.

Tanpa disadari kedua wanita itu, seorang pemuda berdiri kaku dibalik tembok dekat pintu dapur. Kembali penyesalan melanda hatinya, pemuda itu mundur beberapa langkah ada keraguan yang membuatnya bimbang, antara pergi dan menyerah atau menjadi egois dan berjuang

"Papa.. Mana susunya?" suara Ethsan menyadarkan Edo, pria itu buru-buru berbalik dan menggendong putranya mendekap erat tubuh mungil Ethsan sampai bocah kecil itu protes karena merasa sesak

'Tidak lagi... Gue tidak akan lagi melepaskan mereka.. Sampai kapanpun tidak akan gue lepaskan..'

(っ°▽°)っ💙(っ°▽°)っ

Sepanjang acara makan malam sesak dirasakan ketiga orang dewasa yang duduk dimeja ruang makan sebuah rumah minimalis, bocah kecil diantara merekalah yang menjadi penyebabnya. Celotehan polos dari bibir mungilnya mampu menghantam hati ketiga orang dewasa didekatnya.

Ya, Ethsan Satrio Bimantara bocah berusia hampir 5 tahun tapi memiliki lidah seperti ibu-ibu kompleks.

"Papa nanti bobo sama Ethan?" pertanyaan yang seperti pernyataan terlontar saat makan malam mereka sudah selesai, Edo melirik kearah Thifa dan Lestari meminta jawaban. Tentu saja dia ingin, tapi dia juga sadar diri hubungan dia dan Thifa belum jelas, saat ini hanya sebatas orang tua Ethsan

"Engg.. Ya udah Ethsan sama Papa nanti boleh bobo dikamar Mama..." sahut Thifa setelah mendapat anggukan kecil dari Lestari, Ethsan mengalihkan pandangannya pada sang Mama dengan ekspresi bingung

"Sama Mama juga kan?" tanyanya polos yang membuat, Thifa membelalakan matanya. Edo dan Lestari juga jadi salah tingkah

"Eh.. Engg Ethsan sama Papa aja.. Mama bobo dikamar Oma, nemenin Oma.."

"Kenapa Oma harus ditemenin? Kemarin kalau Ethsan bobo sama Mama, Oma sendirian ga harus ditemenin.." Lestari hampir saja terbahak melihat wajah Putri suaminya yang kini tampak kebingungan-Itulah yang sering Mama rasakan, Thif..-

"Engg, Ethsan sama Papa aja bobonya ya.. Nanti--"

"Ethan mau seperti dedek Bella, dia sering bobo sama Mama dan Papanya.. Kenapa Ethan ga pernah?"

Deg

Kalimat polos Ethsan yang memotong bujukan Edo membuat ketiga orang dewasa kembali merasakan sesak, terlebih lagi Thifa, anaknya selalu memperlihatkan raut ceria dan jahil didepannya selama ini. Beberapa kali dia memang memergoki ucapan rindu dari Ethsan untuk sang Papa kepada Lestari atau Esa, dia pikir itu hanya rengekan sesaat tapi kini dia tau betapa Putranya merindukan sosok sang Papa selama ini

Remasan lembut pada pahanya menarik Thifa dari gulungan pemikirannya, dia menoleh menatap Lestari disampingnya yang sedang menatap lembut dirinya seraya mengangguk pelan

(っ°▽°)っ💙(っ°▽°)っ

Rasanya ini adalah momen paling membahagiakan pertama yang dialami Edo selama beberapa tahun terakhir, tidur bersama Thifa diranjang yang sama dengan seorang bocah kecil ditengah-tengah mereka. Hal yang selalu dia impikan sejak dia memutuskan menjalani pernikahan yang sebenarnya dengan Thifa

Pelukan makin erat dilehernya membuat pria itu yakin bahwa ini bukanlah mimpi, dia bisa merasakan sedikit sesak akibat lengan kecil itu membelit lehernya erat.

Edo melirik jam dinding yang menunjukan pukul 02.45 wib, senyum tipis tersungging diwajahnya tertidur selama lima jam bersama Thifa dan Ethsan seperti dia sudah tertidur berhari-hari begitu nyenyak dan membuat tubuhnya terasa enteng

Dengan perlahan Edo menyingkirkan lengan putranya, merapikan posisi selimut yang sudah tidak menutupi tubuh mungil Thifa. Selama beberapa menit Edo terdiam, menatap Ibu dan Anak yang tengah terlelap bersama begitu indah entah setan apa yang menggerakannya untuk menunduk mengecup kening kedua malaikat hidupnya Lalu perlahan dia turun menuju kamar mandi

Tak lama Edo keluar menuju tas rangselnya mengeluarkan sarung, baju koko dan mulai memakainya. Tak lupa dia mengambil sajadah milik Thifa lalu memulai aktivitas malamnya.

Aktivitas yang selalu dia kerjakan saat merasa benar-benar merindukan pencipta-Nya, menurut Papanya berkomunikasi dengan tuhan adalah solusi terbaik saat dalam kegundahan. Tapi kali ini dia sedang tidak ingin mengadukan kegundahannya, Edo ingin mengucap syukur pada-Nya karena sudah memberinya kesempatan untuk bahagia dan dia akan memperjuangkan kebahagiaannya kali ini.

🆙🆙🆙

Tbc

Yeeey akhirnya bisa up lagi walau maksa banget ngetik bab ini 😂

Ketidak jelasan cerita, typo dll merupakan resiko yang tidak terelakan saat mood ngetik drop😂

Jangan lupa vote dan comment yaw

LoveZat💙

23 September 2018

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang