Kurindu

2.8K 201 10
                                    

“Ze. Ayo, bangun.”

Aku mendengar suara anak perempuan membangunkanku dengan sangat lembut. Walaupun suaranya lembut, tapi suara itu menganggu tidurku yang sangat nyenyak.

“Ze, bangun. Kami rindu sekali sama kamu.”

Terdengar lagi suara anak kecil mencoba mengajakku berbicara. Aku sangat tahu pemilik suara itu. Dengan berat, aku membuka mataku. Terlihat Rossa berdiri di hadapanku dengan wajah yang begitu dekat dengan wajahku. Jika saja aku tidak terbiasa dengannya, mungkin sekarang aku sudah jantungan dan mati.

Kalau kalian bertanya bagaimana wujud aslinya, aku akan jawab, dia hangus. Kenapa? Karena ia korban kebakaran rumah ini sebelum rumah ini dibeli oleh buyutku. Apakah kedua kakaknya juga begitu? Ya! Mereka sama-sama hangus. Hanya saja, Dimas memiliki kaki yang pincang akibat runtuhan rumah yang roboh saat terbakar lalu mengenai tepay di bagian tulang kering.

“Kalian menganggu tidurku!!!” rutukku dengan nada kubuat seperti aku sedang kesal.

“Ayolah, Ze! Kami sangat merindukan kamu. Kamu sudah jarang bermain dengan kami,” kata Jessica sambil memainkan rambutku dengan jari telunjuknya. Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa menyentuhku. Aku juga tidak tahu bagaimana mereka bisa menembus benda ataupun manusia.

“Malam besok, oke! Aku harus tidur karena besok ada jadwal sekolah pagi hari,” bujukku memelas dan mencoba menarik selimutku hingga menutup kepala. Aku mulai mencoba untuk kembali memejamkan mataku. Tapi …. Aku merasakan ada yang menarik selimutku dengan sangat kencang. Bukan hanya itu, sinaran lampu kamar yang sedikit redup tertangkap mataku sehingga membuat mata ini kembali terbuka. Ini semua ulah mereka yang sangat jahil. Ini cara mereka membujukku untuk meladeni keinginan mereka.

“Ayolah, Ze!!!” pinta Rossa lagi dengan sedikit rajukan dan manja ala dirinya.

“Kalau kalian terus mengangguku, aku akan panggil Bunda!” ancamku yang benar-benar sangat mengantuk. Aku ingin tidur yang nyenyak agar besok bisa bangun dengan tubuh yang segar.

Seketika mereka hilang dari depan mataku. Entah ke mana larinya mereka, aku pun tidak tahu. Aku kembali menutupkan mataku dan ingin kembali tertidur nyenyak. Tapi, sekarang malah aku susah untuk tidur kembali. Terlebih entah dorongan dari mana, aku mengingat sosok hantu perempuan yang mengangguku tempo hari. Dan … aku mengingat apa yang terjadi hari itu. Saat kugenggam tangan Faeyza dan menatap matanya dalam, semua itu jelas terlihat di sana. Tapi … apa yang terlihat itu benar? Memang pada dasarnya apa saja yang kulihat fakta adanya. Namun, kenapa sekarang aku jadi kurang yakin tentang itu? Apa karena aku belum siap dengan ini semua? Apa karena aku tidak memiliki tujuan mencari itu?

Alhasil, aku susah untuk kembali tidur. Aku bangkit dari tidurku dan berjalan untuk keluar kamar. Aku berjalan menuruni anak tangga satu demi satu dengan sangat pelan tanpa ada rasa tergesa-gesa atau takut karena rumah ini berhantu. Dan kini, kakiku melangkah ke arah dapur begitu aku merasakan tenggorokanku sangat kering. Aku butuh air.

Aku mendengar suara dentingan dari dapur, seperti dentingan piring dan sendok bertabrakan. Entah siapa yang sedang makan di tengah malam seperti ini. Mama dan Papa pasti sudah tidur karena kelelahan, atau … mereka tidak ada di rumah. Kalau Bi Nimas tidak mungkin berada di dapur jam segini, karena ia jelas tidak akan berani berkeliaran di dapur sendirian. Pak Burhan pun tidak mungkin terjaga di jam segini karena beliau tadi telat tidur. Pak Han? Tidak mungkin juga jam segini dia masih di sini. Hanya satu orang kemungkinan berani berkeliaran di rumah di malam hari. Yaitu si satpam tampan nan mudaku, Bang Jul. Bisa jadi ‘kan dia kelaparan dan tidak mau menunggu pagi.

Zenia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang