Rasa Takut

2.5K 171 2
                                    

“Mama sudah lihat hasil labnya?”

“Belum, Pa. mama nggak berani.”

“Yuk! Papa temanin.”

“Hasil lab atas nama Ibu sudah siap?”

“Sudah, Pak! Ini!”

“Apa hasilnya, Pa?”

“Papa nggak paham, Ma.”

“Ah, sini! Biar Mama yang lihat. Doakan nggak ada hal yang mengerikan.”

“Ya! Semoga! Apa hasilnya, Ma?”

“Papa ….”

“Kenapa, Ma? Kok wajah Mama gitu? Kenapa, Sayang?”

“Pa!”

“Jangan bikin Papa bingung, Ma. Kamu kenapa?”

“Sudah stadium 2, Pa!”

“Apanya yang stadium 2?”

“Kanker … Rahim!”.

“Ya Tuhan!!!”

“Kenapa bisa seperti ini, Pa? Aku tidak mau seperti ini.”

“Kita harus sabar, Ma. Papa yakin, Mama pasti sembuh.”

“Kalau Mama tidak sembuh gimana? Kalau Mama mati?”

“Ini takdir Tuhan, Ma. Tidak ada yang bisa mengelaknya. Mungkin, ini sudah saatnya Mama untuk istirahat dan relakan rumah sakit diurus oleh pekerja di bidangnya masing-masing.”

“Tapi, Pa! Sekarang yang Mama pikirkan bukan masalah rumah sakit.”

“Lalu?”

“Zenia, Pa! Gimana kalau Zenia tahu, Pa? Alasan apa yang harus kita katakana?”

“Zenia tidak boleh tahu, Pa!”

“Mama yang tenang, ya! Mama harus istirahat dulu, jangan kerja lagi. Kita ke kantor Papa dan istirahat di sana, ya! Nanti setelah pekerjaan Papa siap, kita pulang sama-sama.”

“Ya! Kita harus pulang, Pa!”

“Mama lemas, Pa!”

“Ayo, cepat, Ma! Ntar Zenia bangun dan lihat kita pulang. Terus dia lihat Mama sakit gini.”

“Pa. Ini pasti akibat kesibukanku yang nggak jaga diri, jadinya aku seperti ini. Aku belum sempat membahagiakan Zenia, Pa. Aku juga belum sempat melihat Zenia wisuda dan dia nikah, Pa!”

“Sudahlah, Ma. Mungkin Tuhan memberi ini semua agar kita bisa di dekat Zenia terus.”

“Papa mah enak ngomongnya. Yang menderita aku! Kenapa aku harus sakit separah ini, Pa? Aku masih mau terus bersama kamu dan Zenia, Pa!”

Zenia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang