Indah

2.6K 193 7
                                    

Aku melangkahkan kakiku menuju ruang perkuliahan hari ini. Dengan senyuman yang jelas berkembang dari bibirku dan bersenandung ria. Hari ini aku sedang sangat bahagia. Keluargaku utuh walaupun hanya beberapa menit saja. Tapi aku sangat bersyukur Tuhan sudah memberi aku waktu sebentar untuk menikmati kehangatan rumahku.

Aku mendapat sebuah kilasan dan aku juga merasakan suatu hal. Seseorang sedang mengintipku dan hendak mendekatiku. Aku sudah tahu siapa yang mengikutiku. Aku menghentikan langkahku membuat orang yang sedang mengikutiku menabrak tubuhku yang lebih kecil dari tubuhnya. Gara-gara tabrakan mendadak itu, tubuhku terhuyung ke depan. Dengan cepat, orang yang menabrakku itu meraih tubuhku yang terjungkal ke depan. Alhasil, kami terkesan sedang berpelukan dari belakang. Aku tahu siapa dia. Si biang kerok yang suka ikut campur urusanku.

“Cieee!!!”

Terdengar kejahilan orang yang berlalu-lalang di sekitar koridor yang sedang kami lalui. Langsung saja Faeyza melepaskan tangannya yang berada di pinggangku. “Maaf!” ucap Faeyza tersenyum ke arahku.

Aku masih menghadap ke depan tanpa berniat menoleh ke arahnya. “Ngapain ikut-ikut saya?” tanyaku sinis tanpa melihat ke arah Faeyza yang berada di belakangku.

“Ng … nggak kok! Aku nggak ikutin kamu,” jawab Faeyza yang terlihat gugup dari suaranya.

“Ketahuan bohongnya,” kataku yang langsung pergi dari tempat itu, meninggalkan Faeyza sendiri.

“Tahu dari mana dia aku ngikutin dia?”

Aku tahu semuanya Faeyza. Termasuk apa yang kamu pikirkan. Aku tahu segalanya dan aku juga tahu kamu berbalik arah tidak berniat mengikutiku lagi. Ia berbalik arah karena ia takut ketahuan untuk keduakalinya kalau dia sedang mengikutiku. Aku kembali berjalan santai sambil bersenandung. Sampai aku masuk ke ruangan perkuliahan, hampir semua teman-teman yang ada di kelas menatapku dengan aneh. Jelas ini aneh untuk mereka. Aku jarang menampakkan senyumku di muka umum. Termasuk di kelasku. Aku juga jarang bersenandung saat masuk ruangan. Bahkan aku terbilang wanita yang sangat pendiam.

“Sumringah amat, Neng!” goda seorang lelaki yang aku lihat dari sorot matanya, dia adalah buaya. Karena ia selalu menggoda gadis-gadis ruangan ini, tanpa terkecuali, termasuk diriku juga. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Mendapat sebuah senyuman dariku bagaikan mendapat undian uang bermiliaran-miliaran. Mereka tampak senang dan terus melihat ke arahku. Seketika, aku risih seperti ini. Aku ingin menunjukkan wajah asliku kembali, tapi aku tidak bisa karena hari ini aku sedang sangat bahagia.

Maudy yang sudah duluan berada di dalam kelas menjadi bingung saat melihatku tersenyum-senyum sendiri. Hal itu juga membuatnya melihatku dengan tatapan sedikit ngeri. Ia pasti takut aku membawa hantu-hantu mengerikan yang berada di rumah Jawa klasik milik kedua orang tuaku. Sangat mudah membaca pikiran dan gerak-gerik seorang Maudy.

“Tumben!” sindir Maudy begitu aku sampai di sampingnya.

Aku membalas perkataannya dengan memeluk erat Maudy begitu aku duduk di singgasanaku yang selalu disediakan oleh sahabatku ini di samping dia duduk. Di mana pun ada Maudy, pasti ada aku di sampingnya.

“Woy! Gue tercekek!” seru Maudy yang mencoba melepaskan pelukanku. Aku langsung melepaskan pelukanku dan duduk dengan rapi di bangkuku dengan wajah yang masih sumringah, membuat Maudy semakin terheran-heran melihatku.

“Ditembak Kak Faey lo?” tanya Maudy asal yang langsung kubalas dengan wajah garang khas diriku. Aku tidak suka dibilang seperti itu. Apa lagi jika bersangkut paut dengan lelaki itu. Tapi … aku kembali mengumbarkan senyum membuat Maudy semakin penasaran. “Lo kenapa sih, Ze?” tanya Maudy semakin penasaran.

Zenia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang