“Apakah dia bisa melihat kita?”
“Bisakah dia mendengar pembicaraan kita?”
“Malas banget deh gue dengerin dia. Mending gue pulang aja.”
“Ntar malam gue incar om-om lagi, ah!”
“Ya! Sepertinya dia bisa melihat dan mendengar kita.”
“Apa dia bisa membantu kita?”
Ocehan yang terdengar dari kanan dan kiriku membuat aku sangat risih. Aku terus berusaha berjalan dengan sangat santai agar mereka tidak menganggu apalagi mengikutiku. Dan selain suara mereka yang tak kasat mata, terdengar banyak suara yang dipikirkan banyak orang. Ini sungguh sangat risih. Apa lagi aku mendengar hal-hal yang tidak wajar dan juga senonoh. Itu membuat aku semakin marah dengan diriku sendiri karena kemampuanku.
Terkadang, aku iri melihat manusia normal yang tak pernah diganggu oleh mereka dan pikiran orang lain. Aku ingin sekali menjadi manusia normal. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya melepaskan ini semua. Aku masih terus mencoba berjalan dengan santai seakan-akan aku tidak mengetahui hal itu. Tapi tiba-tiba, sebuah kilasan yang mengerikan muncul dan aku tidak bisa mengelakkan. Karena sekarang, seseorang yang berbau amis sedang berjalan sejajar denganku.
“Kamu bisa melihatku?”
Makhluk itu menyadari kehadiran manusia yang bisa melihat mereka yang tak kasat mata. Aku sudah sangat sering mendapatkan pertanyaan itu. Aku terus mencoba tidak memperhatikannya. Kini, aku membelokkan kaki berjalan ke arah perpustakaan FK yang ada di lantai 2.
“Aku tahu kamu bisa melihatku.”
Itu adalah kalimat pancingan dari makhluk itu. Tapi, aku tidak menghiraukannya. Aku masih terus berjalan santai seakan tak ada yang mengangguku.
“Ayolah! Kamu lihat aku! Aku mohon bantu aku.”
Aku masih terus tidak menghiraunya. Aku tidak akan menghiraunya karena ia bukan teman-temanku. Aku hanya akan membantu teman-temanku saja.
“Aku hanya ingin kamu bilang sama pacarku bahwa dia selalu ada di hatiku.”
Aku sedikit terhenyak dengan perkataannya. Ia masih mengingat pacarnya walaupun ia sudah mati? Ah, aku tidak mau ikut campur dengan urusan kasmaran seseorang. Aku saja tidak pernah mau memikirkan kasmaranku sendiri, apa lagi kasmaran orang lain. Kisah makhluk tak kasat mata saat ia masih hidup lagi. Pasti dia mati karena bunuh diri. Kalau bukan karena itu, ia tak mungkin masih ada di dunia ini. Kecelakaan? Tidak terlihat seperti setan bekas kecelakaan.
Aku masuk ke perpustakaan dan meletakkan dua buku yang sedari tadi kupeluk. Tadi, saat aku masuk ke dalam sini, makhluk itu langsung hilang begitu saja.
“Aku mau meminjam buku lagi, Mbak. Tapi, aku kembaliin ini dulu,” ujarku pada petugas perpustakaan. Aku menunggu penjaga perpustakaan ini menyelesaikan administrasian pengembalian buku. Setelah ia memberi kartu perpustakaanku, aku langsung melangkahkan kakiku mencari buku yang kuperlukan.
“Aku mohon. Bantu aku.”
“Ya Tuhan!!!”
Makhluk tak kasat mata yang berjenis kelamin perempuan itu kembali muncul secara tiba-tiba membuat diriku kaget bukan main. Untungnya perputakaan kini sedang dalam keadaan sepi, jadinya tak ada yang mendengar pekikan tertahanku.
“Aku tahu kamu bisa melihat dan mendengarku. Aku mohon, bantu aku. Sampaikan pada pacarku bahwa aku sangat mencintainya. Aku nggak mau dia punya wanita lain,” kata wanita itu yang terus saja membujukku dengan menjelaskan maksud ia mendekatiku.
Aku sudah jengah. Kuhembuskan napasku dengan kasar dan melihat langsung ke arahnya yang berdiri tepat di sampingku. Kekesalanku sudah berada di ubun-ubun. “Kamu dengar, ya! Aku nggak bisa membantu kamu. Biarkan saja pacar kamu sama yang lain. Toh, dia harus melangsungkan hidupnya tanpa kamu. Jangan pernah ganggu aku lagi! Pergi sana!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Zenia [Terbit]
Fiksi PenggemarKenapa sulit sekali untukku melihat masa depanku? Aku bisa melihat masa depan orang lain yang berputaran dengan rizeki, jodoh, bahkan kematian. Lalu, kenapa aku tidak mengetahui hal yang bersangkutan dengan diriku? Bahkan, kehadirannya saja aku tida...