Mana Masa Lalunya?

2.5K 172 1
                                        

Sekarang aku terus tertekan. Bayangan demi bayangan tentang kondisi Mama yang semakin memburuk menghantuiku. Aku semakin gelisah kala mimpi itu terus menghampiri diriku. Belum genab setengah tahun aku hidup bebas, masalah bertubi-tubi terus menghampiri diriku. Mulai dari kondisi kondisi Mama sampai dengan Faeyza yang terus ikut campur urusan kehidupanku. Ah, jika aku diberi satu permintaan, aku ingin minta kembali hidup seperti dulu walaupun tak senormal manusia lainnya.

Kondisi Mama semakin memburuk. Mama semakin pucat dan juga kurus. Aku selalu menyempatkan diri menemani Mama melakukan segala pengobatan yang harus dilalui oleh Mama. Andai aku punya kemampuan sihir, aku ingin cabut kanker yang ada ditubuh Mama. Andai aku punya kemampuan sihir, akan kubuat Mama selalu sehat seperti dulu.

Mentalku sedang sangat tertekan beberapa hari ini. Aku tertekan oleh banyak masalah yang menghampiri diriku. Karena tekanan itu, aku menjadi gabut tidak jelas. Apa yang aku pikirkan tak bisa terfokus dengan satu objek. Pikiranku bercabang entah ke mana-mana. Kurasakan dingin menghampiri tubuh kecilku yang ikut mengurus mengikuti alur tubuh Mama. Aku tidak paham dengan dingin yang menghampiri ini. Mungkin, karena pikiranku yang sedang kalang kabut. Atau, mungkin ada sesuatu yang akan menghampiriku. Entahlah! Aku tidak tahu maksud dingin tubuh ini. Biasanya, ada dua hal penyebab dingin itu menghampiri diriku. Pertama, saat aku sedang sakit. Dan kedua, saat Bunda sedang marah. Ah, aku hanya berharap, dingin ini bukanlah pertanda hal yang buruk.

Melihat kondisi Mama yang semakin buruk membuat hatiku hancur. Aku sangat mengkhawatirkannya. Aku tidak mau dan tidak berharap hal yang buruk terjadi pada Mama. Aku hanya berharap Mama sehat seperti dulu lagi. Walaupun kedua orang tuaku berkata bahwa Mama baik-baik saja dan Papa sedang mengurus keberangkatan kami ke Singapura untuk pengobatan Mama, aku tetap merasakan kegelisahan yang luar biasa. Lagi-lagi aku hanya bisa berdoa semoga Mama baik-baik saja.

Kedua orang tuaku sedang disibukkan dengan satu objek - yakni kesembuhan Mama. Sedangkan aku, kini diriku sedang sangat tertekan dan perlu perhatian lebih. Bukan hanya Mama yang membutuhkan itu, tapi aku juga. Terlebih aku belum pernah merasakan hidup enak atau susah di dunia seperti ini. Dulunya, aku tidak akan setertekan ini walaupun Mama dan Papa jarang di rumah. Tapi sekarang, ah, entahlah! Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaanku ini.

Saat ini aku sedang duduk di mobil dengan pintu yang kubuka lebar-lebar. Di pangkuanku terdapat bekal yang disiapkan oleh Mama dan harus kuhabiskan. Namun, kefokusanku saat ini bukanlah di bekal ini. Bahkan, selera untuk makan saja tak kumiliki. Pikiranku saat ini berkelana entah ke mana. Banyak hal yang terlintas membuat aku takut sendiri. Entah kenapa ketakutan itu semakin besar melanda diriku. Dan bukan hanya ketakutan, tapi suhu tubuhku semakin dingin. Kedinginan ini bak diriku di dalam hamparan salju yang mengeras dan membeku.

Aku merasakan sesuatu. Seseorang sedang memerhatikanku dan berjalan menghampiri diriku. Sebuah kilasan yang terlambat menghampiri diriku. Aku tahu siapa yang berdiri di hadapanku kini. Kilasan tadi memberiku penjelasan siapa yang menghampiriku itu. Begitu dia berdiri tepat di hadapanku, tetiba saja jantungku berdegup sangat kencang. Aku tidak tahu kenapa ini terjadi. Aku tidak tahu kenapa jantung ini terus saja berdebar kala tahu dia berada di dekatku. Aku berharap kilasan lain muncul agar aku tahu apa yang harus aku lakukan. Tapi, impian hanyalah tinggal harapan semata.

Jikalau kemarin-kemarin ia mendekat dan aku tidak menyukai kedekatannya, tapi sekarang aku malah mengharapkannya. Aku merasakan nyaman berada di dekatnya. Entah apa yang ia lakukan saat ini, intinya, aku sangat nyaman dia ada di dekatku kini.

Sepasang sepatu lainnya berdiri tepat di dekat sepasang sepatu milik orang pertama. Kudengar sebuah tepukan yang bukan untukku. "Ngapain kalian berduaan di sini? Ah, aku bisa cemburu!" Suara yang kukenal itu mengeluarkan gurauan tidak tepat waktu. Pandanganku tidak bisa tertuju pada mereka. Aku malah tidak tahu ke arah mana pandangan ini sekarang. Aku bagaikan orang yang sedang melamun tapi pendengaranku berfungsi baik untuk sekelilingku.

Zenia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang