Dinda

2.3K 162 8
                                    

Aku merasakan hawa yang sedikit hangat. Hawa itu sangat dekat dengan tubuhku. “Ze. Sadarlah!” Aku juga mendengar suara yang sangat kukenal. Itu suara milik Bunda.
Hawa hangat it uterus terasa dan sekarang tatapanku bisa menangkap seseorang yang sedang di dekatku. Entah apa yang telah terjadi, aku pun tidak tahu. Seingatku, aku melajukan mobil ke arah kampus dengan kecepatan standar. Sampai ke kampus, aku meraih bekal yang disiapkan Mama untukku. Aku membuka pintu mobil dan membiarkan AC mobil tetap menyala.

Di saat itu, aku terus saja memikirkan Mama. Memikirkan mimpi yang terus terngiang di pikiranku. Dari semalam, aku pun terus memikirkan itu sampai-sampai kesedihan menyelimuti hatiku. Tak lama, hawa dingin menghampiri tubuhku. Hawa dingin itu lebih tinggi dibandingkan dengan suhu AC yang kuhidupkan saat itu. Aku mencoba melihat sekitaranku yang kudapati hanya manusia yang berlalu-lalang di parkiran tempat mobilku berada. Singatku pun, ada dua orang yang menegurku dan mengajakku bicara. Mereka adalah Diego dan Faeyza. Faeyza mengajakku ke ruangannya, tapi tubuhku masih terus merasakan hawa dingin yang terus saja menusuk tubuhku. Sampai, aku tak tahu lagi apa yang kurasakan dan apa yang terjadi setelahnya.

Kini, aku merasakan hawa yang sangat hangat dan nyaman berada di dekatku. Ternyata, hawa itu datang dari tubuh pria yang sedang kucoba untuk menghindar darinya. Ia berdiri tepat di depanku. Ia mendangakkan wajahku menghadap ke arah wajahnya dan melihat dalam ke mataku. Sepertinya … ia berniat melakukan sesuatu? Dengan cepat aku mencegat tangannya yang hendak melakukan aksi yang kuketahui niatnya. Ia masih memandang tepat di manik mataku. Pandangan kami beradu dan terkunci. Mata hitam pekat dan tajam namun lembut itu membuat aku seketika terkesima. Jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Hawa hangat terus saja menjalar di tubuhku. Mataku tidak bisa berpaling dari mata hitam milik Faeyza.

“Ze!!”

Suara itu memanggil namaku. Tapi entah kenapa tiba-tiba saja tenggorokanku sangat sakit seperti ada biji kedongdong yang tersangkut di sana. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata apa pun.

“Ze!” panggilnya lagi dengan suara lembutnya. Aku terus menatap matanya. Sampai ….

“Aku cinta kamu, Faey!!”

“Aku juga cinta kamu, Dinda.”

“Tetaplah terus bersamaku.”

“Selalu!”

“Nabil! Gue hamil!

“Gue akan bertanggungjawab kok.”

“Tapi, gue harus bilang apa sama Faeyza? Gue pacar dia, Bil!”

“Tapi lo sekarang milik gue, Dinda.”

“Bil! Gue takut!”

“Ayolah, Sayang. lo sudah hamil masa takut gue tidurin.”

“Ayolah, Din.”

“Terus, Bil!”

“Nabil! Bentar! Faeyza telepon gue. Bentar!!!”

“Din. Kamu di mana?”

“Aku di rumah Mama, nih, Yank!”

“Lalu, di apartemen siapa?”

Zenia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang