Sembilan

8.9K 353 34
                                    

Hari senin. Hari yang menurut para murid SMA Garuda sangat membosankan dan membuat tubuh lelah karena berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan amanah dari kepala sekolah.

"Haduhh. Panas banget deh," keluh Laras mengusap keringat yang ada di pelipisnya dengan punggung tangan kirinya.

"Iya nih. Tau gini, mending bolos ke rooftop aja," sambung Vika mengeluh karna saat ini hanya mendengarkan amanah dari kepala sekolah di bawah sinar matahari yang mulai menyengat.

"Kalian tuh berisik banget deh. Tinggal diem dan dengerin amanah kep-" ucap Desma sedikit jengkel dan harus terpotong karena suara gaduh yang tidak jauh dari tempat mereka baris untuk mengikuti upacara.

Semua orang mulai mengerumuni membentuk lingkaran ke tempat yang menimbulkan suara gaduh tersebut. Termasuk Rea dkk.

"Astaga. Dia pingsan"

"Hidungnya juga berdarah tuh"

"Yang pingsan itu kan gebetannya si Reno"

Bisikan-bisikan mulai terdengar di indera pendengaran Rea. Termasuk ucapan salah satu murid yang mengatakan bahwa orang yang sedang pingsan dihadapannya ini adalah gebetan Reno. Kaget? Tentu saja.

"Minggir kalian! Orang pingsan tuh ditolongin, bukan cuma diliatin. Bego semua lo!" bentak Reno tiba-tiba dan membuat sekerumunan orang memberi jalan untuknya.

Saat sampai di dalam kerumunan, dengan sigap Reno menggendong perempuan pingsan itu dengan Bridal style untuk dibawa ke dalam UKS sekolah.

Desma, Laras dan Vika menatap satu sama lain sebelum menatap Rea yang ternyata sedang menatap kearah lain dengan pandangan kosong.

"Re? Lo baik-baik aja kan?" tanya Desma Hati hati kepada Rea. Yang ditanya hanya diam tidak merespon dan masih memandang kearah lain dengan tatapan menerawang.

"Re! Are you okey?" Ujar Laras dengan kedua tangan yang menggoyang-nggoyangkan lengan kiri Rea.

Rea sangat bingung dengan peristiwa yang baru saja terjadi.

Siapa perempuan itu? Apa dia perempuan yang spesial untuk Reno? Batin Rea bertanya pada dirinya sendiri dengan pandangan menatap kearah depan dengan pandangan kosong.

Rea tersentak kaget saat lengannya disentuh oleh seseorang dan membuat lamunannya seketika buyar.

"Eh ... gue nggak apa-apa kok. Udah yuk ke kelas, upacaranya juga udah selesai" alibi Rea karena malas jika harus membicarakan soal perasaannya untuk sekarang ini.

Kejadian tadi memang sempat membuat gaduh. Tapi, untung saja upacara sudah selesai dan bell masuk untuk memulai pelajaranpun juga sudah berbunyi.

Desma, Laras dan Vika memicingkan mata menyelidik kearah Rea. Rea yang ditatap seperi itu hanya mengangkat salah satu alisnya dan berjalan terlebih dahulu menuju ke kelas meninggalkan ketiga sahabatnya yang masih terdiam dengan pikirannya masing-masing.

"Gue tau si Rea pasti males buat bahas soal perasaannya," ujar Laras kepada Desma dan Vika.

"Iya. Yaudah, Jangan paksa Rea buat bicara sekarang. Nanti juga kalo dia udah siap buat cerita, dia akan cerita ke kita," sambung Vika meyakinkan.

Desma dan Laras hanya menganggukan kepala mengerti maksud perkataan Vika dan langsung menuju ke kelas untuk memulai pembelajaran pada hari ini di kelas X IPA1.

******

Kring... Kring....

Bell istirahat berbunyi menandakan murid-murid agar mengistirahatkan pikirannya sejenak. Begitupula dengan Rea dkk.

"Guys. Ngantin yuk," ajak Desma bersemangat.

"Oke. Yuk," balas Rea, Vika, Laras serempak dan langsung melesat menuju ke kantin.

Saat Rea dkk sudah berada dikantin, semua meja yang ada dikantin sudah dipenuhi oleh lautan para murid SMA Garuda. Sambil berjalan pelan, mereka berempat masih mencari-cari tempat mana yang masih kosong. Namun nihil, semua sudah penuh.

"Rea! Sini gabung bareng kita!" teriak seorang laki-laki dari meja pojok kantin sambil melambaikan tangan kanannya menyuruh Rea dkk menghampiri kearah mereka.

"Astaga Re! Kita nggam salah dengerkan? Reno manggil nama lo Re!" histeris Laras dengan kedua tangan yang dikibas kibaskan didepan wajahnya.

"Ssttt. Ga usah lebay deh. Yuk buruan ke sana," ucap Rea sebelum berjalan terlebih dahulu ke arah 6 laki-laki yang berada dimeja pojok kantin.

Saat sampai di meja pojok kantin yang ditempati keenam laki-laki itu, Rea merasa risih karena kelima teman Reno menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

Reno yang tau jika Rea merasa risih karna tatapan kelima temannya, langsung menjelaskan bahwa Rea adalah teman barunya dan langsung membuat kelima sahabat Reno mengangguk mengerti dan memperkenalkan dirinya satu persatu kepada Rea dkk. Begitupula sebaliknya.

Reno mempersilahkan Rea dan teman-teman perempuan itu untuk duduk satu meja bersama Reno. Awalnya Rea menolak, namun dengan paksaan Laras yang sangat excited....

"Udah sih Re gapapa. Rejeki anak sholehah ni bisa deketan sama cogan," kata Laras berbisik kepada Rea dan membuat Rea akhirnya meng 'Iya' kan ajakan Reno agar duduk di satu meja kantin bersama teman-temannya.

"Kamu mau makan apa, Re? Aku pesenin deh," Tawar Reno kepada Rea yang langsung membuat teman-teman Reno bersiul menggoda Reno dan Rea.

"Weittss! Udah aku-kamu an aja lo Ren!" ucap Ferro menaik turunkan alisnya menggoda Reno.

"Menang banyak lo bro!"
Sambung Satya tersenyum geli.

"Kamu mau makan apa, Van? Aku pesenin deh," ucap Wahyu menirukan gaya bahasa Reno yang ditujukan kepada Vano.

"Terserah bang Wahyu aja deh, Vano nurut sama abang," balas Vano sedikit centil untuk menyindir Reno dan Rea.

"Heh bego! Mulai kumat lo pada!" ujar Jordan dengan tangan yang menjitak kepala Wahyu dan Vano bergantian.

"Elahh. Santai kali. Sakit nih pala gue."

"Iya nih sakit. Mentang mentang jomblo. Nggak ada pasangan. Cembukur kan lo," protes Wahyu dan Vano sambil mengusap-usap kepalanya.

Jordan hanya memutar kedua bola matanya jengah dengan kelakuan Wahyu dan Vano yang setengah waras.

"Ekhem! Kalian nggak kasian apa sama si Rea? Mukanya udah kayak kepiting rebus nih!" ucap Vika dengan jari telunjuk yang mengarah ke pipi Rea yang sudah memerah menahan malu kaena ejekan teman-teman Reno.

"Apaan sih Vik? Engga merah kok!" ujar Rea membela dengan telapak tangan yang menangkup wajahnya. "Ren, kita manggilnya Gue-Lo aja ya, jangan aku-kamu. Gue sedikit risih," sambung Rea dengan mata yang menatap kearah Reno meminta persetujuan.

Reno hanya menjawab dengan senyum tipis dan anggukan kepala pertanda dia setuju dengan perkataan Rea.

Mereka melanjutkan makan siang dengan diikuti tawa disela-sela makan karena candaan yang dibuat mereka sendiri.

Rea sebenarnya ingin bertanya tentang Perempuan yang pingsan saat upacara tadi kepada Reno. Namun Rea harus menunda pertanyaannya karena tidak ingin mengganggu suasana makan siang yang sangat menyenangkan baginya.

"Mungkin Lain waktu gue tanya nya," batin Rea meyakinkan agar tidak bertanya saat ini juga dan justru merusak suasana bersama sahabat-sahabat barunya.

Tanpa sepengetahuan mereka, sedari tadi ada seseorang yang melihat keakraban mereka dari meja kantin yang sedikit jauh dengan kedua tangan yang terkepal disisi tubuhnya.

"Menyebalkan!" desis orang itu menahan gejolak amarah dengan wajah memerah menahan emosi.

REANA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang