Dua Puluh Tujuh

6.9K 241 32
                                    

Saat ini Rea dan Reno berada di tempat makan pinggir jalan yang menjual Mie Ayam dan Bakso.

Awalnya Reno mengajak makan di cafe langganan, tapi Rea menolak dan ingin di sini saja.

"Kenapa nggak mau di tempat biasanya?" tanya Reno yang saat ini duduk di samping Rea dengan tangan menumpu kepala.

"Bosen. Jadi cari tempat lain aja," ucap Rea terkekeh di akhir kalimatnya.

"Kan bisa di cafe lainnya. Nggak harus di pinggir jalan gini," ujar Reno dengan salah satu alis terangkat.

Rea berdecak malas karena perutnya lapar sekali, makanan pun belum datang-datang. Apalagi Reno menyuguhi pertanyaan yang sangat tidak bermutu.

"Lo nggak suka makan di pinggir jalan gini?" ketus Rea yang mulai merasa jengah.

"Santailah jawabnya. Gue kan cuma tanya. Makan dimana aja juga mau." Rea melirik sekilas ke arah Reno yang masih terkekeh berusaha mencairkan suasana.

"Sorry, efek kelaparan nih," bisik Rea pelan dengan cengiran andalan.

"Kasihan cewek gue kelaparan," tutur Reno sambil mengelus kepala Rea.

Rea menegang seketika. Hatinya berdebar sangat kencang saat Reno memperlakukannya seperti ini. Apalagi masih terngiang ucapan Reno yang mengatakan "cewek gue"

Siapa pun tolong hati Rea yang sedang gugup setengah mati.

"Apaan sih, gue cuma sahabat kalo lo lupa," cetus Rea untuk menghilangkan rasa baper nya.

"Lo nggak mau lebih sama gue? Lo termasuk tipe gue sih sebenernya." Rea refleks melototkan matanya ke arah Reno karena tidak kuat lagi dengan ucapan Reno yang terdengar memberi harapan kepada Rea.

"Bacot," ketus Rea karena tak tau lagi harus menjawab seperti apa.

Reno tertawa gemas dengan tingkah laku Rea.

"Bercanda doang woy. Nggak usah baper," canda Reno dengan tawa yang masih tersisa.

"Gue tau!" gertak Rea yang membuat Reno terdiam seketika.

"Lo marah? Maafin gue, cuma bercanda kok, Re," mohon Reno meminta maaf.

"Nggak kok. Gue nggak marah. Cuma kesel aja sama lo sukanya bikin cewe berharap lebih tau nggak!" tegas Rea dengan terkekeh.

"Iya maaf, tapi gue nggak janji bisa berhenti ngomong gitu ke lo." Rea hanya berdehem pelan karena melihat makanan yang mereka pesan sudah berada di hadapan.

Reno yang mengerti isyarat itu, langsung menghentikan pembicaraan dan mulai menikmati makanan dalam keterdiaman.

Saat Reno mengatakan bahwa Rea adalah tipenya, dia memang tidak berbohong. Karena sebenarnya perempuan seperti Rea lah yang ia cari selama ini.

Tapi nafsu menghalangi rasanya. Saat mata melihat kecantikan, sedangkan hati melihat akhlak. Tapi sayangnya nafsu nya lebih besar daripada kata hatinya.

Setelah menghabiskan waktu pergi bersama, Reno mengantar Rea pulang tepat jam lima sore.

"Makasih buat waktunya, Re," ujar Reno tersenyum.

Rea mengangguk dengan senyuman dan menyatukan jari telunjuk dengan ibu jari pertanda oke.

Hingga detik berikutnya, mereka hanya terdiam di depan pintu rumah Rea yang sudah terbuka. Hingga suara seseorang dari dalam rumah menginterupsi keduanya.

"Re, lo dari mana aja?" Rea tersentak kaget karena orang yang keluar dari runahnya adalah kakak kelasnya yang bernama Allan.

"Loh, Kak Allan kok di sini?" tanya Rea dengan kebingungannya.

Allan terkekeh dan melirik sinis ke arah Reno yang sudah mengepalkan kedua tangannya, karena tidak suka dengan keberadaan Allan di sekitar Rea.

"Gue kan ikut Futsal, Re. Dan abang lo kapten futsal angkatan di atas gue. Jadi gue mau bicarain hal penting sama bang Rey." Rea melirik ke arah Reno yang memalingkan wajah berusaha tak melihat keberadaan Allan.

"Oh, gitu ya, kak."

Allan tersenyum dan mendekatkan wajahnya ke depan wajah Rea. "Sekaligus nemuin lo. Gue kangen," lanjut Allan berbisik pelan, namun masih terdengar jelas di indra pendengaran Reno.

"Gue balik dulu, Re." Reno berjalan menuju gerbang dengan langkah tergesa dan wajah memerah padam pertanda lelaki itu sedang menahan amarah.

Rea tergagap dan berusaha mengejar Reno. Namun belum sempat Rea berjalan, Allan mencekal pergelangan tangan Rea. Membuat Rea berhenti hingga suara motor Reno terdengar melaju dan meninggalkan rumah Rea.

"Apaan sih kak!" geram Rea sambil menghempaskan tangan Allan dari tangannya.

"Nggak usah dikejar, Reno pasti ada urusan mendadak," kilah Allan yang membuat Rea mendengus malas.

Rea masuk ke dalam rumah, melewati Allan dan menuju ke lantai 2 tempat kamarnya berada. Meninggalkan Allan yang menghembuskan napas lelah.

"Gue benci situasi ini," batin Allan sambil memejamkan matanya sejenak. Menghirup udara yang sempat menghilang saat melihat Reno.

---------------
Maap part nya pendek hihi:"

REANA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang