Empat Puluh Tujuh

6.7K 215 16
                                    

Claudia duduk di teras rumahnya, menunggu seseorang yang tadi ia telfon setelah melihat Reno pergi bersama teman-temannya tanpa ada dirinya.

Tak lama, orang yang sejak tadi ia tunggu datang dengan tersenyum penuh arti. Menggunakan hoodie hitam, celana jeans hitam dan topi hitam. Sungguh, orang yang sejak tadi ia tunggu, menggunakan pakaian gelap. Entah karena apa, Claudia pun juga tak tahu.

"Selamat malam, nyonya Claudia yang terhormat," ujar lelaki itu dengan terkekeh pelan.

"Selamat malam, tuan tampan yang terhormat ," jawab Claudia tertawa renyah.

Lelaki itu ikut tertawa singkat dan setelahnya menghela napas pelan dengan raut wajah sedih.

"Kenapa hidupku begini, astaga." Claudia mengerutkan kening saat mendengar keluhan dari lelaki di hadapannya.

"Ada apa?" tanya Claudia.

"Semua membuangku dan tak mempercayaiku, Claud. Bahkan adikku sendiri," lirih lelaki itu menatap Claudia dengan sendu.

"Aku percaya padamu." Lelaki itu tersenyum tipis dengan hembusan napas lega.

"Benarkah? Kalau begitu, ikuti rencanaku. Mau?" Claudia diam sedikit lama. Memirkan keputusan yang harus ia ambil.

"Rencana yang seperti apa?"

"Ikuti saja. Aku akan mendekatkanmu dengan Reno, kemudian aku akan dekat dengan Rea. Bagaimana? Setuju?" tanya Lelaki itu sambil menaik turunkan alisnya.

Claudia menatap lama lelaki di hadapannya. Apakah lelaki ini pantas ia percayai ucapannya? Claudia takut, nyawanya sendiri lah yang akan terancam.
Lelaki ini cukup berbahaya.

"Rencana jahat?" tanya Claudia pelan.

"Oh, tentu bukan. Rencana ini sangat bagus untukku dan untukmu. Kamu bersama Reno, aku bersama Rea. Rencana dan kabar baik bukan?"

Claudia sedikit tertarik dan cukup penasaran dengan rencana yang di susun oleh lelaki di hadapannya. Ia menimang. Harus ikut atau tidak.

"Jika rencana jahat, aku tidak jadi menerima tawaranmu," ujar Claudia yang langsung mendapat pelototan tajam dan cengkraman kuat di dagunya.

"Apa katamu? Kau membatalkan rencana yang sudah ku buat? Kau yang memanggilku ke sini!" gertak lelaki itu dengan nada penuh ketegasan.

"Aku hanya takut jika rencanamu justru melukai Reno." Lelaki itu langsung menghempaskan dagu Claudia dengan keras. Claudia sedikit meringis dan menahan perih sisa cengkraman yang tadi ia rasakan.

"Reno tidak akan terluka. Mungkin hanya sedikit perih. Ini permainan, Claud. Jangan bodoh!" bentak lelaki itu yang membuat Claudia sedikit tersentak kaget.

"Ba ... baiklah, aku ikut denganmu saja," jawab Claudia sedikit ketakutan.

Lelaki itu tertawa renyah menunjukkan kelegaan luar biasa.

"Bagus. Kau pintar, Claud. Ikuti saja perintahku!" Claudia hanya bisa mengangguk pasrah, sedangkan lelaki itu membalas dengan senyuman miring.

***

Saat ini Rea dan teman-temannya berkumpul di tempat parkir Mall yang mereka kunjungi.

"Pulang, kan?" tanya Vano yang membuat Wahyu memutar bola matanya.

"Iya lah, bego!" jawab Wahyu sambil memukul pelan kepala Vano yang membuat sang empu melotot tak terima.

"Nggak usah pukul-pukul kepala! Nanti kebodohan gue bertambah," ujar Vano sambil mengelus kepalanya.

"Iya yang udah bodoh dari lahir emang gitu, ya," timpal Jordan sedikit terkekeh.

"Gini-gini juga dulu gue lahir yang keluar kepala duluan!" Sombong Vano yang membuat semua teman-temannya dongkol bukan main.

"Emang keliatan begonya," balas Desma sambil memakan permen lolipop yang berada di genggamannya.

"Kayak lo pintar aja, Des," ejek Vano yang membuat Desma panas seketika.

"Gini-gini Desma kalo tidur merem loh ya! Enak aja ngatain Desma bego!" Rea yang mendengarkan perdebatan bodoh kedua temannya ingin sekali rasanya nangis di tempat.

"Udah, deh. Sama-sama bego nggak usah ngatain," Vano dan Desma langsung menatap tajam ke arah Rea. Rea yang di tatap seperti itu langsung merasa kikuk sendiri dan menunjukkan cengiran kudanya.

"Woi, ayo buruan pulang. Udah malam," lerai Reno dengan raut wajah sedikit cemas.

"Kenapa muka lo cemas gitu, Ren?" tanya Ferro yang peka terhadap keadaan sekitar.

"Gue dapet telfon dari Claudia. Ban motor dia pecah di tengah jalan. Gue di suruh nyusul dia," jelas Reno yang membuat Rea sedikit kaget.

"Yaudah kalo gitu. Ayo, Ren. Kita duluan aja ke sana," ucap Rea yang membuat Reno mengerutkan dahi.

"Lo pulang sama Vano duluan aja, Re." Rea menggelengkan kepalanya cepat.

"Nggak mau! Gue mau nemenin lo!" tegas Rea. Reno menghelas napas pelan dan mengangguk mengiyakan.

"Yaudah, ayo."

Rea dan Reno berpamitan pulang terlebih dahulu. Menyusul Claudia yang baru saja mendapat musibah di tengah jalan.

Mereka menuju lokasi yang sudah dikirim Claudia melalui google maps.

Sesampainya di lokasi, tempat yang mereka tapaki sekarang sangat sunyi dan sepi. Lampu di sekitar juga hanya memancarkan cahaya remang-remang Bahkan, Rea merasa suasana di sini sedikit tidak bagus.

"Ren, gue takut," gumam Rea yang masih duduk di boncengan. Mereka berdua masih duduk di atas motor. Berusaha menghubungi Claudia agar mengetahui di mana gadis itu sekarang.

"Nggak apa-apa. Ada gue." Rea yang sudah sangat ketakutan, akhirnya memeluk erat Reno dari belakang. Reno tersentak kaget dan tersenyum tipis membiarkan keduanya dalam posisi ini.

"Masih lama, kah? Claudia nya mana?" tanya Rea yang sudah tidak sabar ingun pergi dari jalan ini.

Reno terkekeh merasa gemas dengan ekspresi Rea yang dapat ia lihat dari kaca spion.

"Ih, nggak ada yang lucu, Ren!" lirih Rea sedikit dengan gertakan.

"Ekspresi lo yang lucu," ucap Reno yang membuat Rea mendengus.

Rea merasa merinding. Ia mendengar suara tapak kaki seseorang dari belakang. Rea ingin menoleh, tapi ia cukup takut dengan hal-hal tak terduga yang akan terjadi.

"Ren, lo dengar sesuatu?"

"Apaan?" Reno menatap kaca spion untuk melihat wajah Rea. Tidak, dalam spion itu bukan hanya Rea, tapi di belakang Rea ada seseorang yang membawa batang kayu dengan pakaian serba hitam.

Belum sempat Reno menoleh, orang itu sudah memukul tengkuk Rea hingga perempuan itu berteriak dan tak sadarkan diri di dalam pelukan Reno yang sudah turun dari motornya.

"Siapa, lo?" tanya Reno sedikit membentak.

--------------
TBC

REANA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang