Bintang

4.6K 388 68
                                    

"Tal, gue mau ngomong sesuatu.."

"Ya?" Talia menjawab sambil tengkurap membaca buku di atas kasur tanpa mengalihkan matanya..

"Tapi lo jangan tersinggung ya"

"Hmm" Masih pada posisi yang sama.

"Lo kapan mau nyari kos-kosan? Mmm, udah 2 Minggu lo nginep di sini.."

"Oh" Talia meletakkan pembatas pada halaman buku yang terakhir dia baca, lalu menaruhnya ke rak buku dekat tempat tidur yang dapat dijangkaunya dengan mudah. "Jadi itu yang mau lo tanyakan?" Matanya mengunci mata Lila yang sedang berdiri mengeringkan rambut dengan handuk. Ia baru selesai mandi.

"Eh, gue ga maksud, er, tapi.."

"Sssst, ini kos kosan elo, lo berhak nanyain itu" Talia duduk bersila di hadapan Lila, lalu melanjutkan pernyataannya. "Lo juga berhak ngusir gue kalo lo ga nyaman."

"Maksud gue bukan—"

"Iya gue tahu kok. In fact, gue nunggu momen kayak gini tiba."

"Heh?" Lila kebingungan.

"Gue menunggu lo membahas hal ini. Tapi lo ga bahas-bahas ya udah gue santai-santai aja, memanfaatkan waktu yang ada. Haha"

"Tapi gue seneng kok lo nginap di sini, hanya aja.." Aku capek susah tidur karena ada kamu di samping aku terus.

"Lo jadi ga punya privasi?"

"Bisa jadi..."

"Gitu aja lo ga enakan ngomong" Talia menimpuk bantal ke arah Lila. "Ga heran lo gampang dimanfaatin."

"Enak aja!" Ujar Lila defensif.

"Lah buktinya selama ini lo gue manfaatin lo engga sadar." Talia memanyunkan sedikit bibirnya dan menampilkan ekspresinya yang sungguh complicated; menyesal tapi tidak menyesal.

"Gue merasa ga dimanfaatin tuh." Lila melipat kedua tangannya.

"Gue ga tahu lo bergaul sama siapa aja selain gue, Atik, dan Joni, tapi yang jelas gue yakin, kalo lo terlalu sering sungkan mengungkapkan apa yang mengganjal di dalam pikiran lo, lo bakal sering dimanfaatin, atau bahkan dikibulin." Talia bangkit dari duduk bersilanya lalu mengambil giliran mandi di Minggu pagi keduanya di kosan ini.

Lila hanya bengong mendengar ucapan Talia barusan sambil meletakkan kembali hair dryer yang baru selesai ia pakai ke tempatnya semula. Apa iya ia memang gampang dimanfaatin atau dikibulin?

Entah mengapa ia sedikit tersinggung mendengar perkataan Talia tersebut. Padahal alasan ia selama ini membiarkan Talia berada di kosnya adalah karena ia sendiri senang bisa berdekatan dengan perempuan itu hampir setiap saat. Meskipun seusai kuliah mereka sudah jarang ngumpul bareng—karena masing-masing punya agenda yang berbeda—tapi setidaknya menjelang maghrib Talia selalu kembali ke istananya, kosannya.

Walau begitu, dibalik kesenangannya itu, Lila juga menyimpan 'penderitaan' yang cukup mendalam. Istirahatnya jarang bisa tenang. Tak berjarak dengan perempuan itu membuatnya kesulitan menutup mata.

Pada masa-masa itu, ia sering mengamati diam-diam wajah Talia selagi mereka sedang berhadapan. Polos dan meneduhkan. Kemudian Talia berbalik badan dan Lila pun menatap punggungnya. Tampak ringkih dan lemah. Ia selalu ingin memberikan sebuah pijatan di punggung halus itu, tapi tentu saja itu akan membangunkan perempuan tersebut. Jadi ia hanya mampu membayangkannya saja hingga menjadi sebuah mimpi manis di tidurnya yang singkat.

Bangun-bangun ia sendiri yang kelelahan.

"Tal, gue beli sarapan dulu ya. Lo mau apa?" Meninggikan volume suaranya, Lila bertanya pada Talia yang sedang mengguyurkan air di kamar mandi.

Love is wanting to be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang