Ode

3.1K 379 18
                                    

Sebuah catatan kecil tertempel di dinding dekat tempat tidur, sehingga saat Lila membuka mata, ia dapat langsung melihat catatan itu. Dan sekarang, pukul 09.20, ia membacanya:

"Pergi dulu, sayang. Jangan lupa mamam bolu :*"

Artinya, kurang lebih setengah jam berlalu sejak Ossy berangkat ke gereja.

Kemudian, hal kedua yang Lila perbuat setelah bangun, adalah, keluar kamar. Ia lihat melalui ventilasi dan celah lantai, kamar Talia masih gelap. Perempuan itu masih terlelap. Mungkin dia masih sangat lelah dari perjalanan kereta api yang tidak bisa membuatnya beristirahat dengan tenang--akibat dengkuran bapak-bapak di belakangnya.

Lila masuk kembali ke dalam kamar dan tanpa menunda, ia segera mandi. Cukup lama ia membersihkan diri karena saat ini adalah jadwalnya keramas.

Usai mandi ia berpakaian seadanya; kaos dan celana pendek. Rencananya nanti sore ia akan pulang ke kosannya. Bagaimanapun, ia butuh privasi. Dan ia yakin begitu pula Ossy. Lagipula ia kangen dengan suasana kamarnya yang remang-remang. Sinar kamar di sini terlalu terang untuk penglihatannya yang tidak terbiasa terpapar lampu 5 watt.

Ia mencari-cari hair-dryer milik Ossy di kamar berukuran 4x3 m itu. Ternyata perempuan itu menaruhnya di dalam rak meja. Ia ambil lalu ia colokkan pada roll kabel. Lila pun mulai mengeringkan rambutnya yang basah.

3 menit hair-dryer itu menimbulkan bunyi yang cukup ribut, Lila mendengar ada seseorang yang mengetuk pintu. Lila pun menekan tombol off pada hair-dryer itu dan bergegas membuka pintu. Talia sudah berdiri di hadapannya. Menatapnya dengan lelah dan masih menggunakan pakaian tidurnya yang bermotif polkadot.

"Si Ossy mana?" tanya Talia melirik ke dalam.

"Ibadah."

"Oh. Gue masuk ya?" Talia mengucek-ucek mata. Tampak lingkaran hitam di matanya menebal.

"Silahken..." Lila mempersilakan dengan memberi gesture pada tangan kanannya, kemudian ia menutup pintu.

Tanpa ba-bi-bu Talia segera menghempaskan badannya di atas tempat tidur. Dengan posisi tengkurap dia membaca catatan di dinding di sampingnya. "Pergi dulu, sayang. Jangan lupa mamam bolu." Talia membacakan kalimat itu dengan lantang.

Melihat dan mendengar itu, Lila pura-pura bersikap biasa. Padahal ia deg-deg-an.

"Kalian makin hari makan akrab aja ya?" Talia menanyakan itu dengan posisi badan masih tengkurap. Namun matanya kini menengok ke Lila yang masih berdiri tegak di hadapannya.

"Iya." jawab Lila lugas. "Eh lo kalo masih ngantuk kenapa bangun, coba?" tanya Lila penasaran sekaligus mengalihkan pembicaraan

"Gegara suara hair-dryer lo, dodol." balas Talia kesal.

Seolah diingatkan, kembali Lila mengeringkan rambutnya yang masih lembab itu. Duduk, ia menatap cermin di depannya sambil memegang hair-dryer. Lila merasa seperti sedang diperhatikan. Membuat dirinya jadi kurang nyaman. Tapi ia menolak untuk menoleh. Ia pura-pura sibuk dengan aktivitasnya mengeringkan rambut.

Merasa sudah cukup kering, Lila mematikan hair-dryer dan mencabutnya dari oler. Lalu menaruhnya lagi ke tempat semula.

Ketika ia melihat Talia, perempuan itu sudah tertidur memunggungi dinding.

Kok malah jadi tidur di sini heh?

Bukannya Lila tidak suka perempuan itu beristirahat di sini, hanya saja ini bukan kamarnya.

Love is wanting to be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang