Habits of My Heart

4K 414 67
                                    

"Guys, gue pamit dulu. Ada urusan mendadak." ujar Talia kepada teman-temannya sembari memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas.

Teman-temannya mengucapkan hati-hati padanya, lalu melanjutkan rapat diskusi yang sudah hampir selesai. Entah kapan.

Barusan Talia mendapat panggilan telepon dari seseorang, dan kini, dia tampak terburu-buru menuruni tangga.

"Oy, lo mau kemana?" ujar seseorang yang mengejar di belakangnya. "Gue anterin pulang ya?"

Talia sontak berhenti dan sedikit heran. "Loh, mas? Bukannya masih rapat?

"Udah gue kebutin biar langsung kelar. Lagian ga enak sama anak yang lain, ngizinin lo pulang tapi mereka kagak. Udah jam segini juga." lawan bicara Talia menengok arloji di tangan kanannya. Pukul tiga kurang sedikit.

Dari tadi kek. batin Talia sambil berkutat di hpnya

"Lo kenapa? Kok panik gitu mukanya." Orang itu menengok ke layar hp yang sedang menyita perhatian Talia.

"T-teman gue" lirik Talia kepada lelaki itu, "butuh bantuan." lalu kembali ke layar hpnya.

"Yaudah" lelaki itu langsung mengambil hp Talia yang sedang memesan ojek online dan membatalkan pesanannya. "sini gue anter." Menarik tangan perempuan itu kemudian berjalan cepat menuju kendaraannya.

Antara takjub dan lega, Talia mengikuti langkahnya.

Setelah sampai di parkiran dan masuk ke dalam mobil, lelaki itu menghidupkan mesinnya dan bertanya pada Talia, "Di mana teman lo?"

Talia dengan canggung menyebutkan nama salah satu klab malam di Jogja. Membuat lelaki di sebelahnya terkesiap sejenak, kemudian menjalankan mobilnya.

"Anyway, thanks mas Ikra. Kebetuan ada dua teman gue yang butuh ditolongin."

Selagi menyetir, lelaki yang bernama Ikra itu menoleh ke arah Talia, dan tertawa. Menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Teman-teman lo doyan dugem juga, ya." ujarnya, mencairkan suasana.

"Entahlah. Sejujurnya gue juga ga nyangka..." ucap Talia tertegun, lebih kepada dirinya sendiri.

--

Sesampainya di lokasi tujuan, Talia dan Ikra langsung berjalan menuju pintu depan. Tetapi, sebelum diizinkan masuk, mereka diminta untuk membayar semacam entrance fee—FDC (first drink charge). Ikra, mengandalkan kemahiran komunikasinya, melobi penjaga pintu dan menjelaskan maksud kedatangan mereka ke situ sesingkat dan sepadat mungkin. Dan akhirnya, mereka diperbolehkan masuk secara cuma-cuma.

Di dalam, musik mengalun dengan santai dan pelan, namun tidak sedikit manusia yang berjoget sendirian ataupun berpasangan di lantai dansa. Talia mencoba mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, mencari-cari kedua temannya dengan kesulitan. Masih terlalu ramai. Dia pun mencoba menghubungi salah satunya untuk menanyakan posisi mereka. Tapi nihil, tidak diangkat. "Shit!" umpatnya.

Ikra yang dari tadi hanya berdiri di sampingnya, bertanya dengan tenang, "Siapa nama teman lo tadi?" Namun tiba-tiba musik berganti menjadi lebih kencang, mengaburkan pendengaran Talia.

"APA?" Talia berteriak menanyakan, mencoba mengimbangi suara musik.

"Nama teman lo?" Bukannya balas berteriak, Ikra justru berbicara seperti biasa di telinga Talia.

"LILA SAMA SHINTA."

"Oke, lo duduk, tunggu di sini. Gue bakal cari mereka." Lagi-lagi, tepat di telinga perempuan itu Ikra berbicara. Tanpa mendapat jawaban, lelaki itu langsung menghambur ke keramaian, meninggalkan Talia dengan ekspresi kebingungan.

Love is wanting to be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang