"Dingin.."
"Ssst gue peluk biar anget.." suara dan deru nafas Lila terasa berat.
"Sesak Lil." Talia memberi gestur agar Lila melonggarkan pelukannya.
"Cerewet." Lila menarik sedikit tubuh dan sebelah tangannya untuk menyentuh bahu Talia. Perlahan sentuhan itu beralih menjadi elusan.
"Hmm.." Talia melenguh menikmati elusan yang semakin lama terasa menjadi pijatan lembut di bahunya.
Mendengar itu Lila tambah serius memijatnya, walau kini posisinya hanya tidur menyamping di balik punggung Talia.
"Hmm," Talia menggerakkan bahu kanannya, memberi kode pada Lila agar dipijat sekalian, "enak, yang ini juga."
Dengan susah payah—akibat dihimpit tubuhnya sendiri—tangan kanan Lila mencoba memijat bahu kanan Talia. Menyadari kerepotannya itu, Lila mengungkapkan, "Gue mijit lo sambil duduk aja ya Tal? Lo tengkurap biar gampang."
Tanpa menunggu jawaban, Lila yang baru saja melepas tangannya untuk hendak duduk mengikuti instruksinya sendiri, dalam sekejap berhadapan dengan Talia yang sudah terlebih dulu memutar badan.
Talia menuntun tangan kiri Lila menuju bahu kanannya, "Yang ini aja," kemudian tangan kiri Talia menyelip di bawah pinggang Lila dan tangan kanannya di atas, "gantian bahu gue yang kanan."
Dan sekarang posisi mereka benar-benar pelukan; memeluk satu sama lain.
Deg
Tubuh Lila langsung membeku, membuat Talia mendongak menatapnya.
Lila pun merespon dengan melanjutkan kembali pijatannya yang tertunda.
Kembali Talia bereaksi dengan sebuah "Hmmm" di bibirnya.
Dengan cahaya redup namun tetap kelihatan—dikarenakan lampu kamar mandi yang masih menyala—Lila mengamati wajah Talia yang tampak begitu menikmati pijatan tersebut; tersenyum selama memejamkan mata.
Jantung Lila semakin berdebar tak karuan seiring Talia mengulangi kata saktinya.
"Hmmm.."
Tidak mungkin perempuan itu tak merasakan detak jantung Lila yang berada begitu dekat dengan kepalanya, sehingga Lila tak tahan untuk tidak mengucapkan "Bisa diam ga Tal??" dengan tak santai. Walau demikian tangan kirinya masih setia memijat bahu kanan Talia.
Setelah membuka matanya Talia lagi-lagi mendongakkan kepala, "Gue barusan ngomong apa hm?"
Lila tak tahan, kedua mata bola pingpong itu menatapnya dengan heran. Tajam menusuknya hingga matanya mengerjap-ngerjap, ditambah jantungnya yang semakin gencar berontak seakan hendak lepas dari rongga.
"Capek!" Lila menjauhkan tubuhnya dari pelukan mereka berdua, bangkit dari tempat tidur dan menghidupkan lampu kamar. Lalu ia pergi ke kamar mandi untuk melepaskan kerisauannya. Kalau tadi ia nekat membiarkannya, kemungkinan besar ia sudah membuat kekhilafan yang hakiki.
Ia benci perasaan ini. Perempuan itu bisa saja melakukan sesuatu yang tak dia sadari mampu memberikan efek dahsyat pada orang lain. Tapi Lila sebagai 'orang lain' itu, tak bisa setiap saat bersikap biasa saja.
"Lo kenapa sih Lil?" tanya Talia setelah Lila selesai berurusan di kamar mandi, "Mau gantian gue pijitin?" dia bertanya dengan siku menyangga tubuhnya yang bersandar menyamping, dan telapak tangan kiri menopang kepala. Posisi yang sungguh hm memikat.
"Enggak, makasih." jawab Lila pelan, berdiri kikuk melihatnya.
"Ayo, tidur lagi?"
Mengapa perempuan itu harus terlihat dan terdengar seperti barusan. Terlihat seksi dan terdengar menggoda tanpa usaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is wanting to be Loved
RomanceCerita biasa tentang perempuan yang menyimpan rasa mendalam kepada sesama perempuan. * * * Love is real, real is love Love is feeling, feeling love Love is wanting to be loved Love is touch, touch is love Love is reaching, reaching love Love is aski...