KITA

3.6K 439 111
                                    

Apa artinya perjuangan tanpa upaya? Itu yang Lila tanamkan dalam dirinya satu minggu belakangan ini, sebelum pertanyaan itu berubah menjadi: Apa artinya upaya tanpa hasil? Lila ingin menyerah saja.

Ossy benar-benar tidak mau memberikannya satu kesempatan lagi. Barangkali perempuan itu sudah tidak mencintainya. Sesingkat itu rupanya?

Sejak Ossy memutuskannya melalui chat-Chat! Yang benar saja!-Lila langsung bergerak mencari perempuan itu di kampusnya. Seingat dan sepengetahuan Lila, pada waktu dan hari yang sama, Ossy masih ada kelas. Kalau tidak, kemungkinan besar perempuan itu masih beredar di lingkungan kampus.

Tapi nihil. Lila tidak menemukannya. Bahkan ia telah mencoba bertanya pada beberapa teman Ossy yang ia kenal. Mereka juga tidak tahu di mana dia berada.

Oleh sebab itu Lila berlanjut mencari perempuan itu di kosannya, karena ia tidak rela diputuskan via chat begitu saja. Yang benar saja!

Tapi sial, sama nihilnya. Perempuan itu tidak ada di kosannya.

Habis kesabaran, Lila pun menelepon Ossy di ruang bersama kosan perempuan itu-ruang yang menghubungkan kosan Ossy dan kosan Talia. Untung Talia belum pulang.

Ia telepon berkali-kali namun tetap tidak ada jawaban. Lila akhirnya hanya mampu mengirimkan chat-sebagaimana yang perempuan itu lakukan padanya:

"Segampang itu kamu mutusin aku lewat chat? Kalau berani ngomong langsung, Sy! Jangan jadi pengecut kayak gini!" ketiknya murka.

Masih tak ada balasan.

Percuma. Tak akan langsung di-read, ia kira. Jadi Lila salin chat-nya itu dan ia kirim lagi via pesan singkat.

Di suatu tempat, Ossy membaca pesan itu dengan perasaan yang tak kalah murkanya. Dia tidak ingin terpancing untuk saat ini, dia sudah membulatkan tekadnya. Dan dia tahu jika dia harus dihadapkan dengan Lila detik ini, tidak akan mudah baginya untuk mengakhiri hubungan mereka. Untuk alasan itu, Ossy mengumpat dan segera mematikan ponselnya. Hidupnya sudah cukup amburadul untuk menanggapi pesan semacam itu.

Dia butuh waktu untuk mendapatkan ketenangan. Padahal Lila juga sudah memberikan ketenangan itu padanya, satu bulan terakhir ini. Tapi malah Ossy yang kemudian memutuskan untuk menghentikan momentum itu demi suatu alasan yang dia sendiri kurang yakini. Karena ego?

Persetan Lila! Dia tidak rela terjebak lebih lama dengan perempuan yang sudah menyia-nyiakan dirinya demi perempuan lain yang bahkan hanya menganggapnya tak lebih dari sahabat.

** * **

Setelahnya, tiga hari berturut-turut Lila melakukan hal yang serupa. Di sela-sela jadwal kuliahnya, ia akan mencari perempuan itu di kampusnya. Begitu pula seusai kuliah. Menanyakan pada teman-teman Ossy kembali dan tetap tak mendapatkan hasil. Lalu ke kosannya lagi. Hingga Lila menjadi cukup frustasi.

Lila jadi curiga kalau teman-teman Ossy sengaja menyembunyikan perempuan itu darinya. Entah bagaimana ia bisa mengambil kesimpulan itu, barangkali hanya perasaannya. Tapi tatapan mereka seperti memperlihatkan ketidaksukaan padanya. Entahlah.

Lila mulai berpikir, apa dirinya harus mencari part-time job lagi-seperti dulu-agar otaknya bisa lebih teralihkan dari hal-hal yang akhir-akhir ini menyerap energinya? Atau mengikuti organisasi kampus yang pernah ia pertimbangkan dulu? Atau paling tidak, mengerjakan sesuatu yang berfaedah-seperti yang dikerjakan Talia...?

Speak of the devil.

"Ngapain Lil?" tanya Talia ketika mendapati Lila duduk di ruang tamu kosannya. Perempuan itu baru saja tiba di kosannya, masih mengenakan setelan kampusnya yang simple but elegant-classy-dan menenteng totebag di lengannya. Dia kemudian menghempaskan badannya untuk duduk di sebelah Lila, menyandarkan kepala pada punggung sofa sambil memejamkan mata.

Love is wanting to be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang