Stuck in a Moment You Can't Get Out Of

5.8K 477 19
                                    

Lanjutan "Little Talks"

Dalam keheningan yang meresahkan, Lila ingin memulai percakapan kembali. Jadi ia menoleh ke sebelahnya.

"Tal....kamu, eh lo, gapapa?" Lila jadi ragu bertanya karena mata Talia tahu-tahu sudah sembab.

"Eh, gapapa kok. Mata gue kelilipan." jawab Talia berbohong sambil mengusap air matanya. "Btw kita udah nyampe mana ya?"

"Ky, kita dah di mana?" Yang ditanyain berdiri dan bertanya pada Risky di kursi depan.

"Di Ponorogo. Bentar lagi kayaknya istirahat makan, Lil." jawab Risky yang dibalas dengan anggukan kecil dua orang di belakangnya.

"Ooh."

Lima menit kemudian mereka pun turun dari bus untuk makan siang di salah satu warung makan yang cukup besar.

Tanpa disadari Lila berjalan mengekor di belakang Talia, sampai tiba-tiba ada seorang mahasiswi yang berteriak.

"TAAL! Dari mana aja lo? Duduk di mana tadi?" Mahasiswi yang berteriak barusan adalah Rindira, yang menyamperi Talia sambil menggandeng akrab lengannya.

"Eh elo Dir. Gue dari tadi duduk di belakang sama Lila" balas Talia sambil menoleh ke arah Lila. Lila tersenyum pada Dira. "Kok pas di depan gue ga ngeliat elo ya?"

"Paling tadi sebelum bus jalan gue lagi pipis." Dira menjawab sambil tersenyum jutek pada Lila.

Mendengar mereka mengobrol tanpa ikut dilibatkan, Lila yang sedari tadi berhenti di belakang Talia sadar diri untuk mengambil jarak. "Tal, gue makan duluan ya."

"Oke Lil."

Selagi Lila berjalan mendekat ke warung, sayup-sayup terdengar suara Dira. "Nanti kita duduk bareng ya Tal. Gue males banget duduk sama si Intan, kerjaannya nyerocos muluu. Kagak bisa tenang gue dari tadi. Gue juga pengen ngomongin masalah grup kita --" blablabla

Walau tidak bisa menangkap respon yang diberikan Talia disebabkan jarak mereka yang semakin jauh, entah mengapa ada kekhawatiran di diri Lila terhadap permintaan tersebut. Tidak peduli dengan fakta bahwa ia selalu deg-degan selama duduk di dekat Talia, Lila tidak rela dengan kemungkinan harus berpisah begitu saja setelah empat jam mereka bersama–sekalipun hanya diisi dengan tidur dan obrolan basabasi.–

---

Selesai makan, dengan tak bersemangat Lila masuk ke dalam bus lewat pintu belakang. Dan seperti yang sudah dikhawatirkannya, ia tidak mendapati sosok Talia di kursi mereka. Yelah. Matanya menerawang ke segala penjuru, dan benar saja, di depan sana Talia sudah duduk bersebelahan dengan Dira, si manusia jutek laknat satu itu. Lila pun senang tidak senang harus menelan sendiri rasa kecewanya ke dalam perutnya yang sudah dipenuhi nasi goreng. Mual rasanya. Apalagi ditambah tidak ada itikad baik dari Talia untuk setidaknya memberitahukan terlebih dahulu perpisahan ini kepadanya. Apa?!! Apa hak gue?!! Bahkan saking kesalnya, dengan dirinya sendiri saja Lila mulai membatin memakai 'gue' sebagai kata ganti orang pertama.

Lalu tiba-tiba pikirannya buyar. Bruukkk.

"Broo, aku duduk sini yaaa." Tanpa menunggu jawaban, Chevy si tukang onar sudah duduk di samping Lila.

"Terserah."

"Mana Taliaa? Kok udah pindah aja dia, broo?"

"Ga tau."

"Widiiih, jutek banget sih broo. Tadi kayaknya akrab banget sama diaa, ngobrol muluu. Ayoklah broo, kita ngobroool."

"Mau ngobrol apa, eh?"

"Ya apa aja broo, asal jawabnya jangan singkat-singkat mulu, broo."

--

Bingung atas dosa besar apa yang pernah ia perbuat di masa lampau sampai-sampai mimpi indahnya mesti berubah drastis jadi jelek begini dengan kehadiran Chevy, yang tak bosan-bosannya menyisipkan kata 'bro' di setiap kalimat yang dia ucapkan, Lila lagi-lagi hanya mampu menelan kekesalannya sendiri.

Tapi yang jelas ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan yang harus Lila hadapi untuk enam jam ke depan hingga mereka tiba di kota tujuan nanti. Ingin ia berteriak meminta pertolongan sahabatnya, Joni, tapi Lila tahu pasti kalau ia lebih membutuhkan Talia untuk menemani dirinya sekarang ini.

Dan tidak usah diceritakan lebih lanjut mengenai apa yang terjadi setelah itu dan dua hari ke depannya, karena memang tidak ada yang spesial–terutama bagi tokoh utama kita–yang penting untuk diceritakan. Hanya tinggal penelitian membosankan yang dilakukan bersama kelompok masing-masing, dengan sesekali jalan-jalan melepas penat mencari hiburan. Hiburan apanya kalo ga bisa ngeliatin dia sama sekali! gerutu Lila yang merasa di-PHP-in.

Tapi, apakah Lila tidak ingat, bahwa sebelum Talia "terpaksa" duduk di sampingnya waktu itu, ia sudah melupakan sosoknya dan tidak lagi memiliki harapan apa-apa?

Barangkali Lila perlu berbenah diri dan hati untuk kesekian kali.

Love is wanting to be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang