Hari sudah menjelang sore. Tapi, Zlena harus balik ke sekolah lagi. Kali ini bukan karena dia kerajinan sekolah. Tetapi, ada something problem.
Dan harus bergulat dengan kepala sekolah! Sungguh mengerikan bukan?
Kepala sekolah murka dengannya. "Len kamu sungguh keterlaluan. Mau jadi pahlawan?"
Lena menghela napas kasar. Lalu Lena menggeleng. "Engga.. maaf pak, saya hanya membantu Daniel udah itu saja."
Rasanya jawaban ini memang belum cukup bagi kepala sekolah yang rasanya sudah ingin meledak jika mendengar nama Zlena. "Terus apa hubungannya kamu berantem dengan mereka?"
Zlena sangat muak jika di introgasi seperti ini. Ia ingin sekali lari dari ruangan ini. "Saya gak berantem sendirian pak. Kenapa yang di introgasi saya sendiri?"
Geleng - geleng kepala atas sikap Lena yang sudah menjadi - jadi. "Ini bukan soal masalah sendiri atau enggaknya. Tapi, apa yang kamu lakukan ini salah, Len! Udah bapak bilang berapa kali kalau kamu harus jauhin tawuran dan semacamnya." Lena hanya manggut - manggut.
Sengaja ia memberi jeda perkataannya. "Kamu ini perempuan! Lebih baik kelihaian kamu itu di gunakan untuk yang bermanfaat seperti melindungi diri kamu dari hal yang buruk." Tukasnya panjang kali lebar. Udah kayak rumus mtk collab fisika colab kimia.
Lena sungguh bosan mendengarnya. Ia sampai menguap beberapa kali. Tapi, ia masih ingin berdebat kali ini. "Lah? Berarti saya benar dong pak?"
Kepsek lagi dan lagi hanya geleng - geleng kepala di buatnya. "Kan saya nolongin daniel." Ucapnya sambil menyengir.
Perdebatan kali ini masih berlanjut. Rentetan demi rentetan perdebatan ini rasanya tak ingin selesai. Seperti berbabak. "Tapi, gak begitu juga! Apa kamu tahu risiko yang kamu ambil dalam pertikaian itu?" Zlena mulai sedikit pasrah.
"Ya, pak.. saya mengerti." Ucapnya sedikit lesu.
Tak kuat mungkin tak kuat mengurusinya. Bila di nasehatin tidak bisa. Mungkin ini jalan satu - satunya. "Tunggu sebentar disini. Saya akan menelpon orang tua kamu.
Lena membelalakkan matanya. Kaget pastilah. "Maksud bapak?"
"Nanti tahu sendiri." Namun, dia terlihat santai. Karena ia pikir orang tuanya tak akan datang pikirnya.
📌📌
Berjalan menghampiri Zlena. Lena terlihat begitu santai dan tak mau mengammbil pusing.
"Sebentar lagi mereka datang."
"Gak datang pak, udah percaya saja."
"Siapa yang gak datang Len?" Terdengar suara menggelegar dari balik pintu.
Zlena gemetar. Bingung! Tak berani bicara. Kelar kali ini hidupnya!
"Assalamu'alaikum.." mereka saling sapa senyum ramah. Namun, Zlena hanya menunduk saja.
"Iya, mari pak.. buk.." seketika Lena ingin melotot meninju meja jika ia berani. Namun, dia tak sekonyol itu.
"Ada apa pak dengan Lena? Apa dia tawuran lagi?" Lena geleng - geleng kepala bukan main.
"Huh.." terdengar hembusan nafas kasar. "Iya, bisa di bilang begitu pak." Lena geleng - geleng kepala.
Seperti tak percaya melihat anak sulungnya seperti ini. "Kamu kenapa sih, Len?" Tanya mama Ira.
Memasang muka melas. "Aku hanya nolongin Daniel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Teh (ENDING)✔
FanficCerita ini request dari teman. Aku sengaja repost. Cerita ini awalnya cerita pertamaku diwattpad. Aku pikir cinta bisa tumbuh dengan cara apapun termasuk melalui secangkir teh - Muhammad Aliyy Azam. Cinta nyatanya memang rumit. Apakah hanya karena...