Sembilanbelas

237 22 0
                                    

Senja sudah terlihat dipelupuk mata. Dunia hampir petang. Ali melihat burung - burung masih berterbangan kesana - kemari berlawanan arah. Tapi, tak bertabrakan. Seperti sayap mereka ada remnya.

"Li.."

"Iya, ada apa umi? Kok ngagetin Ali."

Sejak dari kapan uminya sudah berdiri didepannya. Rasa - rasanya tadi, ia tak mendengar derap langkah kakinya.

"Ngapain kok senyum - senyum?"

Ali menggeleng. "Tidak mi."

"Ayo ke musholla."

Ali tersenyum. "Umi duluan aja. Ali mau ngajak lena."

"Oh. Iya li."

"Loh, kok pada masih disini. Ayo segera ke musholla."

"Abi dan umi duluan aja. Ali mau ajakin lena."

Abi halim merasa heran. Bukankah lena masih sakit. Bintik - bintik di sekitar wajahnya masih menghiasi.

"Loh, dia kan masih alergi. Apa gak sebaiknya ia sholat dirumah dulu?"

"Iya bi. Tapi, maksud Ali biar dia tuh gak dirumah terus."

Mereka mengangguk. "Iya, li. Ajak aja. Abi dan umi duluan." Pamit mereka. Yang diangguki oleh Ali.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." Ucapnya sembari tersenyum.

"Len.." teriak Ali.

Sementara lena dibuat kesal. Karena Ali membuatnya makin panas.

"Tuh si Ali ngapain sih. Berisik banget. Gak tahu kalau gue masih kesel."

Ali masih terus meneriaki namanya. Jika ada lakban. Lena sudah melakban mulutnya.

"Len.."

"Iya bentar. Gue lagi otw."

Lena setengah berlari. Hingga ia sudah berada didepan Ali sekarang. Lena menghela nafas.

"Ada apa li?"

"Aku mau ke musholla. Kamu mau ikut gak?"

Lena harus tahan emosi kali ini. Baginya ini sangatlah menyebalkan.

"Lo manggil - manggil. Teriak - teriak cuman itu?"

Ali makin tak habis pikir. Ini perkara sholat wajib!

"Cuman itu kamu bilang? Astaghfirullah len.."

Len menepuk jidatnya. "Aduh gue salah ngomong." Lirihnya.

Ali melihat lena sedang komat - kamit tak jelas. Seperti mbah dukun sedang membaca mantra.

"Ngapain kamu ngedumel?"

Lena terperanjat kaget. Baginya Ali memang sok tahu. Udah kayak netijen.

"Gue gak ngedumel. Cuman lagi gosok gigi."

Ali terperangah kaget. Lena tahu wajah Ali saat ini sedang menyiratkan kebingungan.

"Hm.. lupakan. Btw, gue kan lagi sakit. Gue dirumah aja."

"Ga ada - ga ada. Cepat ambil mukena kamu."

Memang si Ali kutu rambut ini bunglon. Tadi, ia menanyai lena mau apa tidak. Mendadak sekarang menyuruhnya.

"Tapi, li--"

Ali memotongnya cepat. "Cepat lena." Lena menghentak - hentakkan kakinya. Lalu berjalan mengambil mukenanya.

Ali terkekeh pelan. "Coba kamu berubah sedikit saja. Aku yakin kamu seperti senja. Indah jika dipandang."

Lena sudah berada didepannya. Namun, kali ini lena ragu untuk memanggilnya. Rupanya Ali sedang melamun.

Secangkir Teh (ENDING)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang