Lena berlari sejauh mungkin. Terlihat dipelupuk matanya ada genangan.
"Umi.."
Umi mirna terheran. Mengapa anak ini batinnya.
"YaAllah len, kamu kenapa?"
Lena mengelap ingusnya dengan tangan. "Umi, Abi.. lena ingin pulang."
Abi halim dan Umi mirna kaget. Bukankah ia tadi biasa saja. Kenapa malah ingin pulang.
"Alasannya apa?"
Lena ingin mengatakan. Namun, ia urungkan. Biarlah semuanya tersimpan.
"Len.." mereka menatap Ali dengan tatapan yang sulit diartikan.
Ali makin bingung. Perasaan kok malah ia seperti tersangka yang kabur dari jeruji besi.
"Kenapa kok pada lihatin Ali?"
"Gimana bi, Plis!" Ia meminta kepastian.
"Iya nanti Abi usahain."
"Ada apasih?"
"Ali ayo ikut Abi." Ali mengangguk dan mengekori dari belakang.
"Len, kamu kenapa?"
Lena menangis. Ntah kenapa ia menjadi cengeng sekarang. Berkali - kali jatuh. Kenapa yang sekarang ini lebih menyakitkan.
"Lena gak bisa umi! Gak bisa!"
Umi mirna makin bingung. "Kenapa? Cerita saja."
"Maaf, lena udah terlanjur kecewa. Lena bingung harus ngomong darimana. Udahlah pokoknya lena pingin pulang."
"Apa kamu yakin?" Lena mengangguk mantap.
Umi mirna hanya takut setelah ini Ali seperti dulu. "Pikir - pikir dulu coba, nak."
Lena rasanya gak kuat. Ia bukan hanya kecewa. Tetapi juga rasanya didalam hati juga sakit.
"Umi, aku udah pertimbangin semuanya."
Kalau seperti ini umi mirna hanya bisa pasrah. "Iya, terserah kamu saja kalau begitu. Umi gak bisa nyegah." Mereka saling berpelukan.
Nyaman berada dipelukannya. Rasanya ingin sekali menumpahkan segala rasa yang ada.
"Len, apa kamu suka dengan Ali?"
Deguban jantungnya berpacu lebih keras. Seperti ditarik ulur saat ini harinya. "Gak kok mi."
Tanpa ia sadari ada mata yang sedari tadi memandang. "Bohong!"
Mereka melepaskan pelukannya. "Ali.." ucap mereka serempak.
"Lo dari tadi disitu?" Tanyanya gugup.
"Kenapa harus dengan cara kamu pulang untuk menutupinya?"
Lena kesal. Memang dia gak pernah peka. Mana garpu mana. Apa perlu lena katakan sekarang!
"Gue emang pengen pulang kangen keluarga kok." Lalu lena beranjak pergi meninggalkan meja makan.
"Li, sini duduk." Ia mengangguk. Sebenarnya ia juga butuh kejelasan.
"Umi, sebenarnya ada apa?"
Umi mirna sudah tahu kenapa alasannya. Namun, ia enggan memberitahunya. Yang ada Ali akan frustasi nantinya.
"Lena itu pengen ketemu orangtuanya. Dia kangen."
Sepertinya umi berbohong pikir Ali. "Mi..?" Umi mirna mengangguk.
***
Orangtua lena kini sudah berada dirumah Ali. Ali harap - harap cemas. Apa seperti ini jika mencintai seseorang. Tetapi, tak berbalas.
Mereka berbincang - bincang bersama. Sembari menunggu lena.
Lena keluar menyeret kopernya. Mukanya ia tekuk seperti menyimpan beban banyak.
Namun, cantiknya tidak begitu saja luntur. Sampai - sampai orangtuanya kini tak mengenalinya.
"Len, ini kamu?"
"Ya, mah."
"Maaf ya. Ngerepotin kalian." Kali ini papanya yang bersuara.
"Gak kok. Malah aku senang. Ali yang ngajarin." Ucap Abi halim.
Lena memutar bola matanya malas. "Oh."
"Wah, len. Harusnya kamu betah dong. Kok malah pengen pulang."
"Apaansih mah."
"Kok gitu?"
"Bodoamat." Ali menatapnya dengan tatapan tak suka pada lena. Lena yang ditatap malah memalingkan mukanya.
"Maaf ya li."
"Iya om. Tidak apa. Harusnya Ali yang minta maaf--" belum sempat ia meneruskan lena sudah memotongnya.
"Pah, mah ayo pulang! Kalau kalian masih pengen disini yaudah. Lena tunggu dimobil."
"Len.."
"Udah gapapa ra." Ucap Umi.
"Maaf ya, kalau selama lena disini kelakuannya kayak gitu."
"Gapapa santai saja."
"Iya, pamit dulu ya." Mereka mengangguk. Dan mengantarkan sampai ke depan.
"Ra, bisa bicara sebentar?"
"Iya, boleh."
"Disitu yuk."
"Ra, maaf kalau belum bisa bikin lena baik."
"Gapapa. Diterima disini saja udah senang."
"Tapi, yakinlah.. lena kayak gini karena kecewa."
Ira mengangguk paham. "Apa ada hubungannya dengan Ali?"
"Aku rasa begitu. Coba kamu tanya pelan - pelan."
"Iya. Nanti coba aku tanya."
"Maaf ya ra."
Ira tersenyum. "Justru aku senang. Dengan begini dia bisa lebih sedikit dewasa."
Umi mirna makin tak paham. "Maksudnya?"
Ira terkekeh. "Iya. Dia kalau aku lihat gak pernah sesedih dan sekecewa ini."
Tin..
Bunyi klakson sengaja lena bunyikan. Kenapa malah mereka betah berada disini. Sedangkan sedari tadi lena sudah ingin pulang.
"Astaghfirullah.. yaudah pamit dulu ya."
Mereka tersenyum sembari mengangguk. "Pintu rumah ini selalu terbuka untuk kalian." Ucap Abi halim. Arka memeluk Abi halim. Sambil menepuk - nepuk bahunya.
Ali lagi dan lagi hanya menatapnya iba. Apa perjuangannya membimbing lena sia - sia. Pikirnya.
.
.
.
.
Haehae gaes😁
Semoga suka yaps aamiin.
Jangan lupa vomments yo😍
[Jumat, 14 September 2018. 7:35 AM]
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Teh (ENDING)✔
FanficCerita ini request dari teman. Aku sengaja repost. Cerita ini awalnya cerita pertamaku diwattpad. Aku pikir cinta bisa tumbuh dengan cara apapun termasuk melalui secangkir teh - Muhammad Aliyy Azam. Cinta nyatanya memang rumit. Apakah hanya karena...